UINSA Newsroom, Senin (18/09/2023); UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengadakan kegiatan sosialisasi dalam rangka terbitnya Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang penjaminan mutu, Senin, 18 September 2023. Diselenggarakan di Gedung Amphitheater Kampus A. Yani UINSA, acara ini diisi dengan kegiatan diskusi untuk menyelaraskan pemahaman mengenai peraturan yang baru saja diterbitkan Kemendikbudristek.
Kegiatan ini dilatarbelakangi adanya peristiwa mahasiswa yang tidak bisa melanjutkan studi disebabkan tidak mampu mengerjakan tugas akhir, menunda, hingga drop out. Kegiatan ini menjadi penting dibahas, agar bisa dilakukan perbaikan terhadap peraturan yang sudah ada. Sehingga nantinya dapat ditemukan solusi untuk memberikan pelayanan prima terhadap mahasiswa.
Didampingi Dr. Ali Mustofa, M.Pd selaku Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UINSA, kegiatan ini diisi Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek yakni Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D.
Pada pengantarnya dalam meruntuhkan berbagai masalah yang ada di lingkup bangku perkuliahan, Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D menyampaikan bahawa regulasi tersebut merupakan regulasi yang sangat fundamental terhadap tata kelola pendidikan dunia. “Peraturan tersebut dapat menjamin dan diwujudkan, sehingga mahasiswa dapat merasakan manfaat yang terbaik terhadap peraturan yang ada,” ujar Anindito.
Anindito juga menjelaskan, bahwa adanya Permendikbud Nomor 53 Tahun 2023 ini berupaya untuk menyusuri peraturan yang kaku. Dimana kompetensi memiliki standar pengetahuan, keterampilan, dan perincian-perincian lain. Sehingga poin kompetensi ini memiliki banyak segmentasi penilaian.
Namun peraturan ini diubah, sehingga dapat memberikan keleluasaan mahasiswa mendalami kompetensi yang diminati melalui pengalaman di lapangan tidak hanya fokus pada publikasi. “Memberi kesempatan mahasiswa untuk belajar secara otentik” imbuhnya.
Lebih lanjut disampaikan Anindito, bahwa pelajar dilatih untuk belajar problem solving, komunikasi, kerja sama, mengembangkan softskills yang dimiliki melalui program magang hingga pertukaran pelajar. Nantinya nilai standar kompetensi bisa disesuaikan dengan program studi masing-masing dan perincian-perincian sebelumnya dapat diintegerasikan. “Sehingga tugas akhir bukan lagi skripsi namun disesuaikan dengan kebutuhan atau kompetensi yang cocok untuk dikembangkan oleh mahasiswa tersebut,“ terangnya.
Tidak hanya memaparkan materi, kegiatan ini juga diramaikan dengan pertanyaan. Salah satunya yakni, apakah penyederhanaan standar kompetensi berdampak kepada beban mata kuliah yang diberikan sesuai dengan program studi masing-masing?. Anindito dengan tegas menjawab, bahwa hal ini dapat dilihat dari total SKS jenjang D1, D2, D3, S1, S2, yang diatur masing-masing kampus, dilanjutkan dengan durasi jam dalam 1 SKS. Lalu dalam setiap jenjang tadi berapa semester masa kurikulumnya, sehingga nantinya masa maksimun studi didapatkan dari dua kali masa kurikulumnya.
Mengenai beban mata kuliah boleh dikurangi, SKS total dikunci, namun pembagian mata kuliah kewenangan perguruan tinggi. Kemudian, dilihat dari kebutuhan capaian pembelajaran dari program studi ingin mencapai kompetensi seperti apa, sehingga memerlukan lebih banyak kegiatan praktik atau teori. “Hal ini tergantung dari keinginan capaian belajar atau membentuk kompetensi yang bagaimana diserahkan kembali kepada perguruan tinggi masing-masing,“ tukasnya. (Syf/Magang23)
Penulis: Syifa’ Yahyania Awim Tasya
Redaktur: Nur Hayati
Foto: Tim Humas