Pada zaman ini, keberadaan kitab tura>th yaitu sebuah peninggalan ilmu dari para ulama salaf yang diwariskan melalui karya tulis kepada generasi selanjutnya merupakan hal yang begitu penting bagi siapa saja yang sudah memutuskan untuk menggeluti ilmu-ilmu agama, terlebih bagi mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Terlepas dari beragam latar dan alasan dari masing-masing individu, kemampuan untuk bisa mengakses kitab kuning karya para ulama tetap menjadi perhatian nomor satu, senada dengan apa yang telah Imam Manna>’ al-Qaṭṭa>n sampaikan “bahwa bagi setiap orang yang sudah memutuskan untuk menggeluti ilmu-ilmu seputar al-Qur’an, maka ia harus terlebih dahulu menguasai ilmu-ilmu yang dapat memandu seseorang agar bisa menafsiri dengan benar dan terhindar dari kesesatan.”
Kitab kuning yang ditulis oleh para ulama memang dihidangkan dalam bahasa Arab hingga saat ini tanpa ada harakat sekalipun, sehingga hal ini bisa menjadi tantangan atau hambatan tersendiri bagi setiap mahasiswa yang berkenan untuk mempelajarinya, pada akhirnya banyak mahasiswa yang mulai putus asa, terlebih lagi memang kajian seputar kitab kuning ini masih terasa asing di wilayah kampus.
“Cak, saya loh sebenere pengen belajar kitab kuning tapi di mana? Di kampus gak ada,” ini merupakan salah satu bentuk keluhan yang kerap terdengar dari kalangan mahasiswa prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT), pasalnya mayoritas yang memilih jurusan ini kebanyakan lulusan umum, atau pernah mondok namun hanya fokus dalam menghafal al-Qur’an saja, sehingga mereka benar-benar awam.
Akhirnya dari keluhan ini, pihak Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) IAT mencoba merespons dengan membuat kajian yang dapat menjadi wadah bagi siapa saja yang ingin belajar kitab kuning, kajian itu mereka sebut dengan NASHAR yang mana nama ini sendiri merupakan singkatan dari Nahwu dan Sharaf.
Kajian ini diadakan rutin seminggu sekali, rencananya kajian ini akan digelar setiap malam hari bakda Isya di masjid kampus, namun untuk pertemuan perdana, sementara kajian ini diadakan di depan kampus dengan formasi melingkar yang terbagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing dibekali satu pengajar.
Suasana kajian NASHAR. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Kajian ini sendiri berkiblat pada metode Al-Miftah, yaitu sebuah metode belajar ilmu Nahwu Sharaf yang mudah yang digagas oleh Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.
“Ya karena selain karena kami sudah dapat ijazah ngajar, kami rasa metode ini sangat begitu mudah bagi siapa saja yang baru berkenalan dengan ilmu Nahwu dan Sharaf, meski alih-alih kami juga tidak pandai kalau harus ganti metode lain” jelas salah seorang pengajar saat dalam sesi wawancara secara offline (3/9).
Pada pergelaran pertama, kajian ini sukses menyita banyak minat, yang ditandai dengan banyaknya peserta yang ikut hadir, terutama dari kalangan mahasiswa baru. Penjelasan yang disampaikan oleh para pengampu dinilai sangat mudah dipahami selain karena memang metode yang ditawarkan sangat mudah, tampaknya para pengajar juga memang sudah lihai dalam urusan ta’li>m ini.
Adapun yang unik dari metode ini, yang barangkali belum dapat dijumpai dalam metode belajar ilmu Nahwu dan Sharaf yang lain ialah ada sesi menyanyi bersama yang dipandu dengan buku kecil yang berisikan ringkasan dari keseluruhan materi dengan bentuk puisi. Uniknya lagi nada yang dipakai merujuk pada beberapa lagu yang tidak asing di telinga banyak orang seperti lagu Aku Yang Dulu Bukanlah Yang Sekarang dan Sepohon Kayu.
Sesi menyanyi sendiri bertujuan agar para peserta bisa menghafal ringkasan keseluruhan materi agar tidak mudah lupa terhadap apa yang barusan dipelajari, alih-alih ini merupakan metode yang dirasa paling mudah bagi siapa saja yang kesulitan menghafal materi Nahwu dan Sharaf.
Pada akhirnya keberadaan kajian NASHAR yang diselenggarakan oleh HMP IAT bisa menjadi rumah ternyaman bagi siapa pun yang kiranya masih awam dan ingin untuk bisa mempelajari kitab kuning, dengan dibimbing oleh pengajar yang profesional dengan menggunakan metode sangat mudah dicerna.
Penulis: Abdullah
Editor: Khalimatu Nisa