Dr. Slamet Muliono Redjosari
Bulan Muharram bukan hanya menandai tahun baru dalam Islam, tetapi bulan pentingnya mensucikan spirit beragama. Spirit ini merujuk pada peristiwa hijrah dari pemberhalaan duniawi kepada pensucian Allah dengan sesuci-sucinya. Bukan sekedar menjalankan ritual tahunan yang terjebak pada ritual kosong yang justru menghilangkan substansi bulan yang suci. Pada bulan ini Nabi berpindah dari tempat yang penuh pemberhalaan, kesombongan, kebutaan, dan penindasan menuju terwujudnya pentauhidan, kerendahan hati, kejernihan, dan keadilan. Makkah sebagai simbol pesimisme-terbelakang, dan Madinah sebagai simbol optimisme-masa depan.
Muharram : Bulan Harapan
Bulan Muharram termasuk salah satu di antara 4 bulan yang diharamkan berperang. Di bulan ini terlarang membuat noda dan kerusakan, sehingga berbagai bentuk yang merusak dilarang untuk dilakukan. Peristiwa hijrah merupakan momentum penting dimana Nabi Muhammad berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Salah satu di antara bentuk kerusakan yang membuat nabi diperintahkan berhijrah karena dominasi pemberhalaan duniawi seperti kekuasaan, harta, dan popularitas. Hal inilah yang mendorong mereka menolak ajakan untuk mensucikan Allah. Spirit duniawi telah menutup mata batin dan cahaya kebenaran. Hal inilah yang membuat mereka memerangi spirit kenabian yang mengajarkan nilai-nilai tauhid.
Spirit hijrah Nabi Muhammad yang berpindah dari tempat yang penuh pemberhalaan, kesombongan, kebutaan, dan penindasan. Nabi ingin menghindari hal-hal yang membunuh praktek-praktek pensucian kepada Dzat Tunggal. Praktek pemberhalaan terhadap perkara duniawi inilah yang memupuk kesombongan, sehingga menolak kebenaran. Buta terhadap menuju kenikmatan besar. hal inilah yang menyuburkan praktek penindasan.
Hijrah yang dilakukan nabi merupakan simbol terbebasnya dari kotornya hati karena pemberhalaan. Dengan hijrah diharapkan bisa terwujudnya kerendahan hati untuk Ikhlas menghambakan diri pada Allah. Dengan Ikhlas akan tumbuh kejernihan hati untuk mengagungkan Allah dan menjalankan perintah-Nya. Ketika hati bertauhid dan jernih, maka mendorong tegaknya keadilan di muka bumi.
Dalam konteks ini, hijrah dijadikan momentum menjadikan Makkah sebagai simbol pesimisme-terbelakang. Dikatakan pesimisme-terbelakang karena tumbuh berkembangnya pemberhalaan, kesombongan, kebutaan, dan penindasan sehingga tersebar luas. Sebaliknya Madinah dijadikan sebagai simbol optimisme-masa depan. Dikatakan optimisme-masa depan karena di bumi Madinah ini terdapat sinyal tumbuhnya optimis menjadi bangsa besar sehingga menjadi peradaban besar.
Tauhid : Spirit Kesucian
Tauhid merupakan kekuatan besar yang bisa mewujudkan tampilnya peradaban agung yang kokoh dan tak tergoyahkan. Sebaliknya pemberhalaan pada kekuatan dunia justru merapuhkan sendi-sendi kehidupan yang akan meruntuhkan secara dramatis peradaban-peradaban yang pernah menghegemoni dunia.
Sejarah membuktikan bahwa ketika pondasi tauhid, kerendahan hati, kejernihan, dan keadilan tegak di tengah masyarakat, Allah menjadikan Madinah sebagai pusat peradaban besar dan menjadi rujukan dunia dalam mengembangkan bangsa dan negara. Realitas ini telah dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
Artinya : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (QS An-Nur: 55)
Itulah spirit kesucian yang hanya akan terwujud ketika nilai-nilai tauhid tertanam kokoh, dan mewarnai seluruh aspek kehidupan. Tauhid yang tertanam kokoh akan mendorong amal-amal kebaikan sehingga mengundang campur tangan Allah untuk mengokohkan kekuasaan umat Islam. Tak lama setelah nabi meninggal, era sahabat telah mewujudkan hal ini, sehingga umat Islam berhasil meruntuhkan kerajaan Persia dan Romawi. Dua peradaban itu telah menjadi pemimpin dunia sebelumnya. Namun dengan kekuatan tauhid, keduanya runtuh dan tunduk di bawah panji tauhid.
Kekuatan Islam yang berhasil meruntuhkan peradaban Persia dan Romawi merupakan pergiliran dalam sejarah kemanusiaan. Kekuatan tauhid mendorong untuk mengagungkan Allah dan menghambakan diri secara total pada-Nya. Hal inilah yang menggerakkan Allah untuk mengokohkan umat Islam sehingga lahirlah para syuhada’ yang berjuang secara murni tegaknya nilai-nilai tauhid. Disinilah terjadi perputaran atau pergiliran peradaban yang meruntuhkan kekuatan yang berorientasi pada spirit duniawi, dan mengokohkan peradaban yang berpondasi pada nilai-nilai tauhid. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:
وَتِلْكَ الأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan masa-masa itu Kami pergilirkan di antara manusia, agar Allah mengetahui orang-orang yang beriman dan agar sebagian dari kamu dijadikan-Nya sebagai syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran: 140)
Menyambut datangnya bulan Muharram sebagai tahun baru Islam, bukan sekedar menjalankan ritual tahunan dengan menyambut dengan orasi dan panggung serta orkestra dan seni. Tetapi memperkokoh tauhid, membersihkan pemberhalaan kekuasaan, harta, dan popularitas serta memperdalam ilmu dan mewujudkan amal kebaikan. Tanpa itu, umat Islam tidak akan mendapat giliran kekuasaan, tetapi justru menjadi juara bertahan sebagai bangsa tertindas, korban kesombongan, dan ketidakadilan. Para pemburu harta, kekuasaan dan popularitas tidak akan lelah menjadikan umat Islam sebagai kaum terhina dan nestapa. Surabaya, 1 Muharram 1447 Hijriyah/27 Juni 2025