Berita

Prestasi membanggakan datang dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF), kini dari dewan pengajar atau dosen. Muhammad Afdillah, mahasiswa S3 di Hartford International University berhasil meraih gelar doktor usai menjalankan ujian terbuka pada 16 April 2025. Beliau mengangkat disertasi dengan judul “Indonesian Islam and The Other: Ahmadiyah and Nahdlatul Ulama’ Views of Christianity”. Ia menjelaskan bahwa judul tersebut membahas terkait hubungan antara Islam Indonesia dengan yang lain (Kristen). 

Disertasinya menjelaskan tentang pandangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’ (NU} terhadap Kristen di era Islam Kontemporer pada abad 21, sekitar seperempat abad tahun yang lalu hingga sekarang menjadi 25 tahun. Ruang lingkup penelitian disertasi mencakup pada hampir seluruh wilayah di Indonesia, seperti wilayah DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Papua, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Namun memang tak semua wilayah di Indonesia dikunjungi, dikarenakan coverage energinya terlalu besar, sehingga memerlukan finansial yang cukup besar pula.

Untuk beberapa wilayah yang memang belum dikunjungi, Afdillah tetap melakukan pengamatan namun lewat media massa. Tak hanya itu, pengamatan juga dilaksanakan bersama teman-temannya via online lewat aplikasi Zoom untuk menjangkau lokasi serta mengambil beberapa data yang diperlukan. 

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Afdillah mengkaji tentang opini, keputusan organisasi, fatwa organisasi (fatwa posisi masyarakat maupun fatwa majelis tarik), serta perkembangan NU dan Muhammadiyah selama 25 tahun terakhir. Afdillah mengungkapkan bahwa data-data keputusan resmi organisasi bisa didapat melalui PB-NU atau PB-Muhammadiyah. Cara lain yang bisa dilakukan untuk mendapat data juga dengan melihat perkembangan pada masyarakat. Dalam sesi wawancara dengan penulis secara langsung, Afdillah menyatakan bahwa ia mengelilingi hampir seluruh bagian Jawa termasuk Jakarta dan Yogyakarta. 

Afdillah melaksanakan Ujian terbuka disertasi di kediamannya dikarenakan suatu kendala yang akhirnya membuat ia tak bisa berangkat menuju Amerika dan akhirnya meminta izin untuk ujian di Indonesia. Meski via online, dalam pernyataannya ujian berjalan dengan lancar dan tingkat kualitasnya tetap sama seperti ujian terbuka di titik lokasi. Semua prosedur ujian tetap bisa di jalankan dan terlaksana dengan baik. 

Selama sidang ujian terbuka via online, ada tiga penguji yang menguji disertasi diantaranya  Professor David D. Grafton (pembimbing/penguji 1), Professor Muhamad Ali (penguji eksternal/penguji 2), Professor Lucinda Mosher (penguji internal/penguji 3). Selama mengadakan riset, Muhammad Afdillah melabeli dirinya sebagai Mahasiswa Hartford International University, juga sebagai dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Sunan Ampel Surabaya. 

Proses Ujian Disertasi Via Online (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

Professor Lucinda Mosher selalu penguji internal/penguji 3, menyampaikan bahwa disertasi ini sangat layak untuk diterbitkan menjadi buku. Ini dilihat dari adanya keakuratan atas hasil riset yang dilaksanakan dalam pengerjaan disertasi ini. “Ini akan menjadi target kedua saya. Jadi setelah revisi minor yang ditunggu pada 14 Mei ini selesai, saya akan fokus pada format penerbitan bukunya. Karena format disertasi dengan format buku akan ada adaptasi tersendiri,” ungkapnya. 

“Oleh karena Bu Lucinda selain memang keahliannya di bidang kajian lintas agama, beliau juga dikenal sebagai editor yang cukup terkenal. Semoga bisa lebih cepet  prosesnya di tahun 2026, karena revisi minor dan tinggal ubah-ubah data saja,” tambahnya. Afdillah juga sempat menyampaikan impressions-nya saat melaksanakan ujian ini. Ia mengatakan bahwa setiap ujian pasti memiliki ke-nervous-annya sendiri, terlebih dari penguji yang menjadi pakar dalam bidang Islam Kristen serta Kajian Lintas Agama. 

Sesi wawancara ditutup dengan pesan yang disampaikan oleh Muhammmad Afdillah kepada seluruh mahasiswa UINSA terkhusus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, untuk mau mendorong pribadinya menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Baginya seringkali mahasiswa relatif aktif untuk bidang kajian dialog antar agama, namun dalam bidang teori masih kurang diperdalam karena ini merupakan ilmu yang relatif. “Jadi, modal yang sudah ada seperti konteks dan praktik bisa dikembangkan kearah akademik,” pesannya sekaligus menjadi pamungkas. 

Penulis: Natasya Putri Aprilian
Editor: Khalimatu Nisa