Articles

Adanya kitab-kitab hadis yang tersebar di kalangan  umat Islam saat ini merupakan hasil karya dari para mukharrij hadis yang  sangat gigih dalam periwayatan, penyeleksian dan penyusunannya. Mereka memiliki kontribusi yang cukup besar dalam upaya pelestarian dan  penjagaan hadis. Para mukharrij berhasil memisahkkan dan mengugurkan hadis-hadis  dha‘if   dari hadis yang diriwayatkannya, meskipun bedasarkan penelitian  ulama  masih ditemukan  hadis-hadis dha‘if pada kitab yang mereka tulis. Pada abad ke II atau  abad ke III Hijriyah penyeleksian dan kodifikasi hadis semakin berkembang. Terdapat beberapa kitab yang cukup fenomenal yang berhasil ditulis pada abad  ini di antaranya kitab Shahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari dan Sahih Muslim karya Imam Muslim.

Usaha memang tidak mengkhianati hasil, begitulah pencapaian Imam Bukhari setelah meluangkan waktunya sekitar 20 tahun  beliau berhasil menulis kitab hadis, rijal al-hadis, ilmu hadis dan kitab-kitab lainnya. Dalam penulisan   kitab  al-Jami’ al-Shahih  yang dikenal dengan kitab Shahih al-Bukhari, Imam Bukhari membutuhkan waktu  sekitar 16 tahun. Beliau  mengumpulkan 9.082 hadis dalam kitabnya setelah  menyeleksi dari 600.000 hadis. Kitab ini  merupakan kitab pertama yang menghimpun hadis-hadis shahih, dan beliau tidak menulis satu hadispun dalam kitabnya kecuali setelah melaksanakan salat dua rakaat. Selain itu, Imam Muslim yang  merupakan murid  dari Imam Bukhari  juga turut menyusun kitab hadis yang dikenal dengan kitab Shahih Muslim. Dalam  penyusunan  kitab hadisnya, Imam Muslim membutuhkan waktu sekitar 15 tahun. Beliau  berupaya menyeleksi 300.000 hadis yang sudah diriwayatkan dari guru-gurunya.

Pada generasi selanjutnya, terdapat juga kitab hadis yang ditulis sesuai dengan syarat-syarat Imam Bukhari dan Muslim, atau syarat salah satu diantara keduanya, namun tidak diriwayatkan oleh keduanya. Kitab tersebut dikenal dengan sebutan kitab al-Mustadrak ‘ala Shahihayn  yang ditulis oleh al-Hakim. Kitab ini juga berisi tentang hadis-hadis shahih namun tidak tertulis dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Al-Hakim menulis kitab hadisnya ketika berusia 52 tahun pada tahun 373 H dan wafat tahun pada tahun 405 H ketika berusia 84 tahun. Al-Hakim meriwayatkan hadis dari guru-gurunya yang jumlahnya mencapai lebih dari 2000 orang. Menurut Al-Subki, guru-guru al-Hakim selama belajar di Naysabur jumlahnya sekitar 1000 orang, sedangkan guru-gurunya yang berasal dari luar Naysabur jumlahnya sekitar 1000 orang. Belajar dari banyak guru seperti  ini sudah jarang ditemui, hampir tidak  ada lagi seorang murid yang rela berpindah-pindah untuk berguru atau talaqqi pada ribuan ulama.

Semangat dalam  menjaga dan melestarikan hadis di kalangan mukharrij hadis begitu besar. Mereka tidak hanya merealisasikan dalam bentuk periwayatan hadis tetapi juga dalam bentuk tulisan. Mukharrij hadis menghabiskan waktunya hingga puluhan tahun untuk mencari dan meriwayatkan hadis hingga melakukan rihlah  ke berbagai kota bahkan lintas negara. Dari kegigihan mereka kita bisa belalajar bahwa untuk mewujudkan cita-cita yang besar juga butuh perjuangan yang besar. Generasi saat ini  memang tidak perlu lagi bersusah payah melakukan penyusunan kitab hadis karena  masa pen-tadwin-an hadis sudah tertutup dan hadis-hadis sudah terhimpun dalam bentuk kitab. Hal yang perlu dilakukan saat ini yaitu  melanjutkan pengkajian atau penelitian  dalam bidang  hadis ataupun ulumul hadis.  Penelitian atau  karya-karya yang berkaitan dengan ilmu hadis diroyah dan  ilmu hadis  riwayah  masih sangat dibutuhkan. Saat ini, tidak banyak ulama yang fokus menekuni Ilmu Hadis terutama di kawasan nusantara, dan semoga Allah memunculkan ulama-ulama ahli hadis dari  bumi Indonesia terutama dari UINSA.

[Latifah Anwar; Dosen Fakultas Ushuluddin dan Fisafat]