Berita

Pada Senin (27/5) banyak orang berbondong-bondong menuju gedung auditorium untuk mengikuti kuliah umum yang berjudul “Abrahamic Forum: Respon Agama Agama Ibrahim Terhadap Problem dan Krisis Kemanusiaan” yang diadakan oleh Prodi Studi Agama Agama (SAA). Kuliah umum ini terbuka untuk seluruh mahasiswa FUF dan wajib untuk mahasiswa Prodi Studi Agama Agama. Acara kali ini menghadirkan narasumber dari representasi agama abrahamik yakni Romo Martinus Joko Lelono, Pr., dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta; Rabi Yaakov Baruch, pemimpin Sinagoga Sha’ar Hashamayim, Minahasa, Sulawesi Utara, dan Prof. Abdul Kadir Riyadi, Ph.D., dekan FUF, serta Muhammad Afdillah, M.A, M.Si., dosen prodi SAA, sebagai moderator.

Acara tersebut dibuka oleh Prof. Dr. Mukhammad Zamzami, LC., M.Fil.l. Dalam sambutannya beliau mengatakan, “diskusi terkait krisis kemanusiaan yang akhir-akhir ini terjadi sangat penting, bagaimana respon agama Abrahamik terkait masalah tersebut. Diskusi kali ini menarik dapat mendatangkan langsung representasi dari tiap agama abrahamik.”

Krisis kemanusiaan sering kali menguji tatanan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan yang dipegang teguh oleh berbagai agama abrahamik, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi. Dalam menghadapi tantangan ini, para pemimpin agama dan pengikutnya telah memberikan tanggapan yang beragam, akan tetapi dengan fokus pada nilai-nilai bersama seperti kasih sayang, belas kasihan, serta solidaritas.

Topik dari acara ini terkait musibah yang memiliki ragam jenis, ada yang dirasakan secara natural seperti bencana alam, bahkan ada musibah yang tercipta dari kesalahan manusia, misalnya genosida, pembantaian massal, perang-perang yang marak terjadi, dan lain-lain. Agama-agama abrahamik memiliki aneka respon terkait musibah tersebut.

Situasi Kuliah Umum Abrahamic Forum. (Sumber: Dokumentasi Media Center FUF)

Romo Martinus Joko Lelono, Pr., sebagai materi pertama menjelaskan, “Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II merupakan gereja yang bergandeng tangan dengan dunia serta melihat agama lain sebagai teman seperjalanan dalam menanggapi panggilan zaman.” Romo Joko juga mengutip salah satu pernyataan dari Romo Mangunwijaya yakni ketika mereka berpikir bahwa masyarakat hari ini adalah masyarakat yang sulit, tantangannya berat karena relasi antar agama yang tidak baik, beliau mengatakan, “Jangan didramatisasi, setiap generasi memiliki medan juang dan pahlawannya masing-masing”.

Selanjutnya, Prof. Abdul Kadir Riyadi, Ph.D., dalam pemaparannya memulai pada definisi krisis kemanusiaan, karena Aristoteles mengajarkan bahwa dalam berpikir itu dimulai dari definisi kemudian klasifikasi. Prof. Abdul Kadir menyampaikan bahwa “Krisis kemanusiaan merupakan suatu konflik dan lemahnya ilmu pengetahuan.”

Islam hari ini, menurut Prof. Kadir, ada dalam posisi krisis sehingga memerlukan otoritik. “Krisis kemanusiaan perlu disikapi dengan mengedepankan paradigma Islam sebagai agama cinta,” gagas Prof. Kadir.

Di sisi lain, Rabi Yaakov Baruch menyitir ayat dalam Taurat yang memerintahkan umat Yahudi bersikap baik kepada siapa saja, termasuk orang asing. “Orang asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti dari antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri. Karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir.”

Dari sesi pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memandang krisis kemanusiaan, setiap agama telah menunjukkan beragam pendekatan untuk menanggapinya. Sesi diskusi di penghujung acara berlangsung cukup menarik, karena salah satu peserta melontarkan pertanyaan terkait genosida yang terjadi di Gaza. Para narasumber memaparkan berbagai sudut pandang untuk melihat berbagai dimensi dalam tragedi tersebut.

Acara selanjutnya diakhiri dengan penyerahan seritifikat kepada representasi tiap agama oleh Dr. Akhmad Siddiq, M.A., selaku Kaprodi SAAtudi Agama Agama, kemudian dilanjut dengan sesi foto bersama.

Penulis: Siti Uswatun Khasanah
Editor: Mumtaza Nur Anisa