Menjelang sore dini hari (25/11), beberapa mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) menggelar kajian yang mereka namakan “Teras Tafsir”, sebuah kajian yang diadakan sebulan sekali pada sore hari dengan pembekalan materi selingkup permasalahan tafsir yang diampu oleh pemateri yang mumpuni, mulai dari kajian turats, hingga kajian kontemporer guna menjadi wadah bagi para mahasiswa IAT agar bisa menjamah wawasan baru yang barangkali belum pernah disinggung di dalam kelas atau hanya hadir selayang pandang dan tidak berujung tuntas.
Uniknya lagi kajian ini bersifat gratis tanpa memungut biaya dan bisa diakses oleh siapa saja dari kalangan mahasiswa. Semula kajian “Teras Tafsir” diadakan di gedung B2 FUF lantai satu, namun dikarenakan membludaknya para partisipan kala itu, maka kajian ini dialihkan di beranda gedung B1 FUF lantai pertama yang dinilai lebih luas dan mampu menampung banyaknya partisipan yang hadir. Adapun materi yang akan disuguhkan pada kajian kali ini ialah “Telaah Tafsir Maqashidi, Perspektif Abdul Mustaqim” yang dinahkodai oleh Ibu Wildah Nurul Islami, M. Th.I didampingi dengan Saudari Qurrotul Aini, Mahasiswa IAT Semester 3 selaku sebagai moderator.
Suasana Teras Tafsir. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Pada kajian ini, setiap partisipan mendapat PPT gratis dari pemateri guna lebih maksimal dalam menyimak jalannya materi sembari mengamati kiranya apa saja yang akan dikaji sore dini hari, selain itu mereka juga mendapat cemilan gratis dan air putih dari pihak penyelenggara selama kajian berlangsung sebagai bumbu penyedap untuk merajut rasa nyaman selama kajian. Adapun secara garis besar materi kali ini dibuka dengan pengenalan Tafsir Kontemporer beserta paradigmanya yang akan mengantar pada poin utama yaitu pengenalan Tafsir Maqasidi melalui kaca mata Abdul Mustaqim, selaku pemikir tafsir yang dinilai berhasil memantapkan konsep-konsep Tafsir Maqasidi terdahulu sehingga bisa hadir dengan wajah baru yang lebih kekinian yang mampu menghadapi isu-isu terbaru.
Selepas materi selesai disampaikan oleh pemateri, moderator mengambil alih sebentar untuk menyimpulkan dan mengambil poin inti untuk disampaikan kepada para hadirin, yang kemudian dibuka sesi tanya jawab untuk para partisipan sebagai hidangan penutup kajian sore ini.
Satu hal penting yang disampaikan oleh pemateri pada kajian sore ini ialah, “Untuk menentukan seorang mufasir, perlulah kita telaah terlebih dahulu dari biografinya yang mehimpun hal ihwal dari seseorang agar dapat dinilai layak atau tidak melalui pertimbangan secara objektif apakah ia sudah menguasai perangkat-perangkat tafsir atau tidak, sehingga seseorang yang mampu menginterpretasi ayat namun masih belum memenuhi standarisasi seorang mufasir, maka ia hanya disebut interpreter saja” tutur pemateri menjelang akhir diskusi.
Penulis: Abdullah
Editor: Khalimatu Nisa