Berita

Surabaya, 29 Oktober 2024 – Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya kembali menghadirkan diskusi ilmiah dalam rangkaian Sharia Forum yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Fiqh dan Masyarakat Muslim (FIQHUNA). Episode kedua forum ini mengangkat tema “Reinterpretasi Hukum Pidana Islam: Kesetaraan Gender dan Hak Perempuan,” yang relevan dengan berbagai persoalan sosial kontemporer, terutama dalam memperjuangkan keadilan bagi perempuan dalam hukum Islam. Forum yang berlangsung dari pukul 15.00 hingga 17.00 WIB ini bertempat di Ruang 201, Lantai 2, Gedung A FSH, dan menghadirkan Dr. Imroatul Azizah, M.Ag., dosen sekaligus pakar hukum Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, sebagai pembicara utama.

Bapak Wadek I FSH UINSA

Tema yang diangkat ini menjadi upaya FIQHUNA untuk menjawab berbagai tantangan yang muncul dalam implementasi hukum pidana Islam di era modern. Dr. Imroatul Azizah memulai presentasinya dengan menggambarkan bagaimana hukum pidana Islam kerap dipahami secara tekstual tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan budaya yang berubah. Hal ini, menurutnya, sering kali memunculkan pandangan bahwa hukum Islam kurang berpihak pada perempuan. Ia menjelaskan bahwa Islam sebenarnya memiliki nilai-nilai universal yang mendukung kesetaraan gender dan keadilan substantif. Oleh karena itu, reinterpretasi hukum menjadi penting untuk menjaga relevansi syariat dalam menghadapi kebutuhan masyarakat masa kini.

Peserta Forum Fiqhuna

Lebih lanjut, Dr. Imroatul menjelaskan pentingnya maqashid al-syariah (tujuan utama syariat) sebagai landasan dalam membangun sistem hukum yang adil dan inklusif. Ia menekankan bahwa hukum Islam tidak hanya berbicara tentang keadilan formal yang berlandaskan pada teks hukum, tetapi juga keadilan substantif yang berorientasi pada perlindungan dan kesejahteraan semua pihak, termasuk perempuan. Dalam konteks kekerasan berbasis gender, misalnya, hukum pidana Islam perlu diinterpretasikan ulang agar dapat memberikan perlindungan yang maksimal bagi korban, termasuk hak-hak mereka untuk mendapatkan keadilan dalam proses peradilan.

Moderator dan Narasumber Forum 2 Fiqhuna

Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan humanis dalam menafsirkan hukum Islam, terutama yang berkaitan dengan isu-isu yang sering menempatkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan. Menurutnya, tafsir hukum yang inklusif tidak hanya mencerminkan semangat keadilan Islam tetapi juga menjadi bentuk adaptasi terhadap tantangan zaman. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin selalu relevan di setiap masa dan tempat, sehingga setiap tafsir hukum harus mencerminkan nilai-nilai tersebut. Dalam hal ini, peran ulama, akademisi, dan pembuat kebijakan menjadi sangat penting untuk menciptakan sinergi dalam membangun hukum Islam yang lebih adil dan relevan.  

Sesi diskusi berjalan dinamis dengan berbagai pandangan dari peserta yang memberikan masukan penting terkait implementasi hukum pidana Islam di Indonesia. Beberapa peserta menyoroti bahwa sering kali masyarakat memahami hukum Islam secara kaku, sehingga resistensi terhadap perubahan atau reinterpretasi menjadi sangat kuat. Peserta lain menekankan perlunya literasi hukum yang lebih baik agar masyarakat tidak hanya memahami hukum Islam dari aspek legalistik semata, tetapi juga dari nilai-nilai maqashid al-syariah yang mendasarinya. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa hukum Islam tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menegakkan aturan tetapi juga membawa kemaslahatan bagi seluruh umat.  

Acara ini diakhiri dengan beberapa kesimpulan penting yang menjadi bahan refleksi bersama. Pertama, hukum pidana Islam harus terus dikaji secara kontekstual untuk menjawab kebutuhan zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar syariat. Kedua, pendekatan yang inklusif harus dikembangkan agar hukum Islam mampu melindungi hak-hak perempuan secara maksimal, terutama dalam menghadapi tantangan sosial seperti kekerasan berbasis gender. Ketiga, reinterpretasi hukum pidana Islam tidak boleh dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap teks Al-Qur’an dan Hadis, tetapi justru sebagai bentuk usaha menjaga relevansi syariat di era modern.  

Sharia Forum episode kedua ini diharapkan menjadi pemantik untuk diskusi lebih lanjut tentang pentingnya pembaruan hukum Islam dalam berbagai bidang. Melalui forum ini, FIQHUNA berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan wacana hukum Islam yang lebih relevan, inklusif, dan berkeadilan, sehingga mampu menjadi solusi nyata bagi tantangan sosial di Indonesia dan dunia Islam secara umum.

Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany
Desain Foto: Challista Zahra Zahirah