Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya menyelenggarakan kuliah tamu yang berjudul “Women, Gender, and Politics in Contemporary Indonesia”. Kuliah tamu kali ini hadir atas kerja sama Prodi Ilmu Politik UINSA dengan Prodi Ilmu Politik UIN Ar-Raniry, ada tiga narasumber ahli yang dihadirkan dalam kuliah tamu tersebut. Tiga narasumber tersebut yaitu, Ulya Niami Efrina Jamson, S.I.P., M.A. (Ph. D Student-The University of Melbourne, Australia), Noor Rohman, M.A. dari department of Political Science, Sunan Ampel State Islamic University, Indonesia, dan Rizkika Lhena Darwin, S.I.P., M.A. dari department of Political Science, Ar-Raniry State Islamic University, Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui zoom pukul 13.30 – 16.30 WIB pada Selasa (29/11/22).
Acara dibuka oleh Azwinda Oktaviani Lubis selaku moderator, dilanjut dengan Ulya Niami Efrina Jamson atau biasa disapa Pipin yang memberikan materi tentang konteks sejarah tahun 1965-1966 yang mana kekerasan seksual terhadap perempuan terus memengaruhi politik seksual dan kewarganegaraan di Indonesia modern (Pohlman, 2016). Demonisasi dan penghancuran Gerwani menciptakan stigmatisasi terhadap perempuan yang aktif secara politik sebagai ‘liyan’ berdasarkan gender dan seksual di Indonesia (Wieringa, 2010).
Materi terus berlanjut dengan membahas keterwakilan perempuan dalam politik saat rezim orde baru. Capaian Gerakan Perempuan di Indonesia selama dan pasca reformasi 1998, kebijakan afirmatif dan keterwakilan perempuan di parlemen pada saat 1999-2019, Neo-Ibuism dalam politik di Indonesia, komnas perempuan, dan kekerasan seksual juga dibahas oleh mbak Pipin, semua materi tersebut dikemas rapi dengan judul Membangun (Kembali) Gerakan Perempuan di Indonesia.
Materi dibahas lebih mendalam oleh narasumber kedua yaitu Noor Rohman, beliau membahas materi yang berjudul Women, Gender, and Electoral Politics in Indonesia. Poin pertama membahas tentang Caleg perempuan yang ada dalam Pilkada, dimana jumlah Caleg perempuan terpilih pada tahun 2019 memiliki koneksi dinasti meningkat menjadi 41% dari tahun 2014 yang hanya 36%. Poin selanjutnya tentang rekrutmen perempuan di Partai Politik, ada dua aspek krusial yang membahas perempuan sebagai calon yaitu proses rekrutmen dan keberhasilan memenangkan Pemilu. Poin tiga menjelaskan tentang strategi perempuan untuk memenangkan Pemilu, strategi dominan untuk memenangkan Pemilu yaitu pembelian suara dan politik patronase. Poin terakhir membahas tentang dinasti politik dan kekuatan pria.
Masih tentang perempuan, Rizkika Lhena Darwin sebagai narasumber ketiga membahas tentang perempuan ke parlemen: sifat feminitas dan maskulinitas oleh perempuan non elit. Peluang dan tantangan perempuan dalam Pemilu dijelaskan secara rinci oleh narasumber ketiga ini. Beliau juga mengatakan sifat perempuan dalam arena politik memposisikan karakter yang lemah pada dirinya dalam kontestasi yang selalu dimaknai maskulin. Feminitas berfokus pada isu-isu kemiskinan, aborsi, nilai-nilai moral, isu pendidikan, isu kesehatan, jaminan sosial, dan isu lainnya yang lebih “keibuan”. Sedangkan maskulinitas berfokus pada isu pajak, bisnis, perdagangan, kejahatan, narkotika, atau obat-obatan, dan isu lainnya yang lebih berani.
Diakhir pembahasannya Rizkika Lhena Darwin memberikan kesimpulannya dengan mengatakan bahwa pemahaman tentang Pemilu adalah arena kontestasi yaitu angka sebagai dasar pertimbangan dan menyeimbangkan pendekatan feminin dan maskulin untuk menjangkau konstituen perempuan dan laki-laki.
Meskipun kuliah tamu tersebut dilakukan secara daring, proses kuliah tamu ini berlangsung dengan aktif. Hal ini terlihat dari jumlah peserta yang hadir saat zoom mencapai 92 orang dan juga diskusi antara narasumber dengan peserta yang tidak pasif, pertanyaan-pertanyaan juga dijawab secara baik dan detail oleh narasumber. (Aghnina)