PLENARY SESSION 1: FIQH HARUS MASUK KE KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG DAMAI DAN TOLERAN
UINSA Newsroom, Rabu (03/05/2023); Sesi Plennary 1 Kegiatan Annual International Conference on Islam Studies (AICIS) 2023 dipandu langsung Rektor UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil, Ph.D. Menghadirkan tiga pembicara yaitu Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya); Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A.; dan Peneliti Senior di Emory University, Prof. Abdullah Ahmed An Na’im.
Plenary Session 1 mengangkat tema, “Memikirkan Kembali Fiqh Untuk Praktik Keagamaan Tanpa Kekerasan.” Sesi ini membahas persoalan teoretis dan praktis atas nama kekerasan agama dalam kerangka hukum Islam. Pembahasannya terkait Fiqh sebagai landasan normatif dari ritual dan hubungan sosial dalam Islam yang dirumuskan pada masa abad pertengahan ulama dan masih berlaku sampai sekarang. Namun, sayangnya zaman sekarang Fiqh menjadi doktrin yang kaku di tengah masyarakat. “Simple saja, Islam untuk kemanusiaan,” ujar Gus Yahya-panggilan akrab Ketua PBNU.
Pembenaran atas terjadinya kekerasan atas nama agama sering terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan reinterpretasi dan rekontekstualisasi agar fiqh masuk harmoni dengan perubahan yang mendukung masyarakat yang damai dan toleran. “Fiqh harus tetap ada dan biarkan di dalam diri tiap individu. Hal itu bisa menjadi rasa respect apabila ada perbedaan yang ada di masyarakat,” ucap Prof. Siti.
Banyaknya perbedaan seperti agama bahkan aliran keagamaan di Indonesia, contohnya seperti Islam terdapat Nadhlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dll. Menjadikan Islam di Indonesia seperti acuan rekontekstualisasi Fiqh dari penjuru negara dunia.
Seperti yang ada kita lihat sekarang, Prof. Siti merupakan orang Muhammadiyah sementara disamping saya juga ada Ketua PBNU, Gus Yahya. Hal itu menjadi pandangan kita bahwa apapun alirannya kita tetap bisa berdiskusi dan memunculkan ide dari setiap masalah atau fenomena yang terjadi di masyarakat,” tegas Prof. Muzakki.
Plenary Session merupakan Forum para pakar dan akademisi untuk diskusi intensif dengan tidak hanya berbasis pengetahuan akademik. Namun juga berangkat dari kasus-kasus di lapangan terkait dengan isu-isu fiqh dan hukum Islam. Perdebatan dalam isu-isu Fiqh kekinian akan dikaji dan paparkan dalam konteks perkembangan umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman. (All/Humas)