Nur Lailatul Musyafaah
Dakwah Islam merupakan suatu usaha yang penuh dengan perjuangan dan tantangan. Setiap tempat memiliki karakteristik dan problematika tersendiri, tergantung pada kondisi sosial, budaya, politik, dan agama masyarakatnya. Di negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia, aktivitas dakwah relatif lebih mudah karena didukung oleh sistem, masyarakat, dan regulasi negara yang cenderung sejalan dengan ajaran Islam. Namun, bagaimana jika dakwah dilakukan di negara di mana Muslim merupakan minoritas, seperti di Thailand?

Thailand adalah sebuah negara yang dikenal sebagai Negeri Gajah Putih, dengan mayoritas penduduknya beragama Buddha. Islam di Thailand merupakan agama minoritas, dengan sekitar 18% yaitu 7,5 juta muslim dari 62,5 juta penduduk Thailand. Meski merupakan bagian kecil dari masyarakat, komunitas Muslim di Thailand aktif menjalankan kegiatan keagamaan dan dakwah, meski harus menghadapi sejumlah tantangan besar yang tidak mudah diatasi.
Dalam sebuah wawancara dengan Ustadz Dr. Adul Meatam, Ketua Yayasan Wakaf Al-Hidayah Thailand, pada 8 Juli 2025, beliau memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh para dai dan pegiat dakwah di sana. Ada tiga tantangan utama yang menjadi sorotan penting dalam dakwah Islam di Thailand, yaitu legalisasi ganja, pengesahan pernikahan sejenis, dan legalisasi alkohol.
- Legalisasi Ganja: Ancaman bagi Generasi Muda
Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam dakwah di Thailand adalah legalisasi ganja. Pemerintah Thailand melegalkan ganja untuk berbagai keperluan, baik medis maupun rekreasional. Ganja kini beredar luas di masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti rokok, minuman, hingga makanan. Kebijakan ini diambil untuk meningkatkan pemasukan negara dari sektor pariwisata dan industri ganja medis. Namun, efek sosialnya sangat mengkhawatirkan.
Menurut Dr. Adul, banyak generasi muda yang terjebak dalam gaya hidup bebas dan penggunaan ganja secara berlebihan, hingga kehilangan arah dan semangat hidup. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya kecanduan dan mengalami gangguan mental. Selain itu, Thailand juga menjadi destinasi wisata bagi mereka yang ingin menikmati ganja secara legal. Hal ini menambah kerusakan moral yang terjadi di kalangan remaja dan masyarakat luas.
Bagi para dai, situasi ini menjadi tantangan besar. Mereka tidak hanya harus menyampaikan ajaran Islam tentang larangan narkotika dan zat adiktif, tetapi juga harus menghadapi realita bahwa apa yang dilarang dalam Islam justru dilegalkan oleh negara. Dibutuhkan strategi dakwah yang lebih bijak, edukatif, dan menyentuh hati agar masyarakat Muslim, khususnya generasi muda, tidak ikut terjerumus dalam arus negatif ini.
- Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis: Normalisasi yang Membingungkan
Tantangan kedua yang sangat signifikan adalah disahkannya undang-undang tentang pernikahan sesama jenis. Thailand kini menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang paling terbuka terhadap komunitas LGBT. Bahkan, negara ini dikenal luas sebagai destinasi favorit bagi wisatawan LGBT dari seluruh dunia. Operasi pergantian kelamin banyak dilakukan di Thailand, dan pasangan sesama jenis yang menikah kini memiliki hak yang sama dengan pasangan heteroseksual, termasuk hak adopsi anak.
Dalam pandangan Islam, praktik homoseksual adalah hal yang bertentangan dengan fitrah dan syariat. Namun di Thailand, nilai-nilai tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan sosial yang mulai dianggap normal. Ini menimbulkan kebingungan dan tantangan tersendiri bagi para dai. Mereka harus tetap menyuarakan nilai-nilai Islam dengan penuh hikmah tanpa menciptakan konflik sosial, terutama di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi kebebasan individu.
Dr. Adul menyampaikan keprihatinannya terhadap hal ini, karena normalisasi LGBT dapat memengaruhi moral generasi muda dan menurunkan angka kelahiran penduduk. Para dai di Thailand tidak hanya menyampaikan dakwah secara lisan, tetapi juga harus menunjukkan keteladanan dalam keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial agar ajaran Islam bisa menjadi solusi dan rujukan moral bagi masyarakat sekitar.
- Alkohol yang Legal: Budaya Mabuk yang Dianggap Biasa
Tantangan ketiga adalah legalisasi alkohol. Di Thailand, tidak ada larangan terhadap produksi, distribusi, maupun konsumsi alkohol, baik yang tradisional maupun yang diproduksi secara massal oleh industri besar. Alkohol tersedia dengan bebas di toko-toko, restoran, dan tempat hiburan. Budaya minum alkohol bahkan menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat.
Bagi umat Islam, larangan mengonsumsi minuman keras adalah hal yang sangat jelas dalam Al-Qur’an dan hadis. Namun, ketika tinggal di lingkungan yang menganggap minuman keras sebagai hal biasa, tekanan sosial terhadap Muslim untuk ikut dalam budaya tersebut sangat tinggi, terutama bagi yang bekerja di sektor pariwisata atau perhotelan.
Dai dan pegiat dakwah harus berjuang keras membangun kesadaran akan bahaya alkohol bagi kesehatan, akhlak, dan spiritualitas. Mereka juga harus memberikan alternatif gaya hidup sehat dan Islami yang tetap relevan dan bisa diterima oleh masyarakat.
Meski tantangan dakwah di Thailand sangat besar, bukan berarti tidak ada harapan. Justru, di tengah arus deras sekularisme dan liberalisme tersebut, aktivitas dakwah semakin menunjukkan urgensinya. Yayasan Wakaf Al-Hidayah, di bawah kepemimpinan Dr. Adul Meatam, terus melakukan berbagai kegiatan dakwah dan pendidikan Islam di berbagai wilayah Thailand, termasuk wilayah pedesaan dan minoritas Muslim.
Salah satu strategi penting yang dilakukan yayasan adalah memberikan beasiswa kepada para pelajar Muslim untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri, termasuk ke negara-negara Muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah. Harapannya, ketika mereka kembali ke Thailand, mereka bisa menjadi dai yang berilmu, berwawasan luas, dan mampu berdakwah dengan pendekatan yang sesuai dengan kondisi lokal.
Selain itu, yayasan ini juga aktif mendirikan masjid, pusat pendidikan Islam, dan pelatihan keterampilan untuk pemuda Muslim. Dengan membekali umat dengan ilmu dan akhlak, diharapkan mereka mampu menjadi benteng dari arus globalisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Dakwah di Thailand memang penuh tantangan, mulai dari legalisasi ganja, pernikahan sesama jenis, hingga alkohol yang bebas dikonsumsi. Namun, di balik tantangan itu, terdapat peluang besar untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Dengan pendekatan yang bijak, strategi yang tepat, dan dukungan pendidikan yang kuat, umat Islam di Thailand mampu menjadi komunitas yang kokoh dan berpengaruh positif bagi masyarakat luas.
Semoga semangat dakwah para dai di Thailand menjadi inspirasi bagi kita semua di Indonesia, agar lebih mensyukuri nikmat sebagai umat mayoritas dan terus berkontribusi dalam menyebarkan Islam dengan cinta, hikmah, dan keteladanan.