Column UINSA

PEDOMAN IDUL FITRI

A. Arti Idul Fitri dan Hukum Salat Idul Fitri

    Idul fitriartinya hari kembali kepada kesucian jiwa. Perintah salat idul fitri turun pada tahun 1 H. Hukumnya: sunnah muakkadah (sangat dianjurkan, bukan kewajiban). Waktu: tanggal 1 Syawal ketika matahari telah naik setinggi 3 m (+- 28 menit setelah terbit) sampai waktu zuhur.

    B. Cara Pelaksanaan Salat Idul Fitri

    Tempat: masjid atau lapangan; Cara: tanpa azan dan iqamah; tidak ada salat sunah sebelum dan sesudahnya.

    Beberapa anjuran (bukan kewajiban): (1) khutbah dilaksanakan setelah salat: 2 kali khutbah, dengan duduk sebentar di antara keduanya (HR. Al-Bazzaar dari Sa’d bin Abi Waqqash, r.a), atau sekali khutbah (Imam An-Nawawi), (2) mendengarkan khutbah, (3) 7 kali takbir selain takbir pembuka salat pada rakaat pertama sebelum al-Fatihah, dan 5 kali takbir pada rakaat kedua sebelum al-Fatihah, (4) di sela-sela takbir, membaca “subahanallah, wal hamdu lillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar” (Imam Ahmad dan As-Syafi’i).

    C. Beberapa Anjuran Terkait Idul Fitri

    (1) mandi sempurna, berbusana terbaik, dan berwewangian, (2) makan kurma (bilangan ganjil), atau  makanan lainnya, sebagai tanda bahwa hari itu tidak berpuasa, (3) mengajak salat anggota keluarga, termasuk wanita haid, anak-anak, dan lansia. Wanita haid hanya mendengarkan khutbah, bukan ikut salat, dan bukan memasuki masjid, (4) bertakbir dengan setengah nyaring selama perjalanan ke tempat salat, sekaligus menyambut doa para malaikat yang berbaris sepanjang jalan. Takbir dikumandangkan mulai malam Idul fitri sampai pelaksanaan salat (QS. 2: 185) agar hati kita terus hidup dan bercahaya, tidak beku dan mati, (5) pulang melalui jalan yang berbeda, (6) pastikan telah membayar zakat fitrah sebelum salat, (7) jangan lupa infak atau sedekah untuk masjid atau fakir miskin.

    D. Lain-lain

    (1) Salat idul fitri boleh dikerjakan sendirian, tapi lebih baik berjamaah di masjid atau tanah lapang. Sedapat mungkin tidak menutup jalan, agar tidak menggangu kepentingan publik, (2) jika salat idul fitri tidak memungkinkan dilaksanakan, maka bisa dilaksanakan pada hari berikutnya, (3) untuk kemeriahan, boleh diadakan permainan, lomba, atau acara lain yang menggembirakan bersama keluarga atau teman, dengan cara yang tidak melanggar agama. Dalam hal ini, Nabi SAW bersabda, “..agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa agama kita memberi kelonggaran. Sungguh, aku diutus untuk mengajarkan agama yang lurus dan memberi kesenangan” (HR. An-Nasai, Ibnu Hibban dari Anas r.a), (4) dianjurkan saling mengucapkan, “Taqabalallahu minna wa minkum” (semoga Allah menerima ibadah kita semua). Boleh juga ditambahkan, “ied mubarak” (semoga mendapat berkah Allah pada idul fitri ini), atau “minal ‘aidin wal fa-izin” (semoga jiwa kita kembali suci, dan sukses dunia akhirat), (5) jika hari Jumat dan idul fitri bersamaan, maka kita boleh meninggalkan salat jum’at (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah r.a), atau tetap melakukan salat Jum’at (Malik dan Abu Hanifah)

    Moh. Ali Aziz, penulis buku Terapi Shalat Bahagia, email: ali.aziz@uinsa.ac.id; fb: moh ali aziz, Youtube: moh ali aziz channel. Referensi: (1) Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, (2) Ibnu Rusyd Al-Hafid, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid, Juz 1, penerbit Dar Al Fikr, tt, p. 159, (3) Al Mundziri, At Atrghib Wat Tarhiib, Pustaka Amani, Jakarta, 1995, Cet. I, p. 61. (Surabaya, 11-6-2018)