Civitas akademik adalah insan yang bercimpung dalam bidang akademik yang sangat erat berhubungan dengan nalar dan keilmuan. Dengan kekuatan nalar, civitas akademik dituntut untuk berpikir secara mendalam sebelum berbicara, berbuat dan bertindak. Setiap pembicaraan, perbuatan dan tindakan harus dilandasi argumentasi yang logis dan cerdas supaya berefek positif dan menghasilkan ‘sesuatu’. Bukan nyaring tapi kosong isinya. Dengan nalar cerdas sebelum berbicara, berbuat dan bertindak, akhirnya civitas akademik dituntut berbicara, berbuat dan bertidak secara santun dan menyejukkan.
Civitas akademik pastinya harus kritis, kreatif dan inovatif yang didasari dengan keilmuan dan moral. Citra kritis, kreatif dan inovatif ini merupakan bentuk identifikasi manusia sebagai ‘al-insan’ yang harus bergerak maju, menyempurna dan positif. Bahkan civitas akademik sering kali dianggap sebagai ‘insan kamil’ yang keberadaannya dituntut untuk membawa kebaikan dan kemaslahatan, membawa ide dan solusi, di manapun dan kapanpun berada. Dengan dasar inilah, civitas akademik dituntut membangun dan mem-branding diri dan institusinya seindah, sebaik dan sepositif mungkin sehingga pantas mendapat kehormatan menjadi insan tauladan dan panutan.
Di satu sisi, gelar civitas akademik menjadi anugrah yang mulia dan keren. Namun di sisi lain, gelar tersebut menjadi amanat yang harus dibuktikan dan beban yang harus dipertanggungjawabkan. Memang berat dan luar biasa gelar civitas akademik. Namun dari sinilah, kewajiban dan tanggunjawab menjadi motivasi bagi civitas akademik untuk terus berkembang, maju dan istiqamah mempertahankan gelar akademik.
Secara hakikat, manusia terdiri dua unsur; lahir (nasut) dan batin (lahut). Unsur lahir bersifat kasat mata. Bisa didengar, dilihat, dirabah dan disentuh keberadaannya. Berbeda dengan unsur batin yang hanya bisa dirasakan, dipikirkan, direnungkan dan disadari. Demikian juga, gelar civitas akademik terdiri dari unsur lahir dan batin. Unsur lahir ini berupa logo, sarana prasarana, jas almamater, gelar akademik dll. Sedang unsur batin berupa kualitas keilmuan, akhlak, ide, solusi dll.
Kalaulah unsur batin civitas akademik terbatas dan sulit diakses oleh masyarakat umum karena memang sifatnya sangat logis dan bersifat imateri, maka hal ini berbeda dengan unsur lahir civitas akademik. Unsur lahir civitas akademik amat kentara dan mudah dilihat serta diakses oleh masyarakat umum karena memang bersifat materi dan kasat mata. Sehingga unsur lahir civitas akademik ini sering dijadikan tolak ukur penilaian masyarakat, terutama unsur lahir berupa logo, jas almater dan symbol akademik.
Bagi civitas akademik, ketika menggunakan logo, jas almamter dan simbol akademik lainnya, pada hakikatnya dia membawa dan menampakkan nama akademik dan institusinya di manapun dan kapanpun. Ketika itulah nama dan institusinya dipertaruhkan, baik dan buruknya, sesuai dengan personal civitas akademik. Kalau personal tersebut bisa berbicara, berbuat dan bertindak sesuai citra civitas akademik, maka citra diri dan akademik institusinya akan baik dan harum. Sebaliknya, jikalau personal civitas akademik tidak bisa beretika, bermoral dan berakhlak baik sesuai citra akademiknya, maka nama, harga diri dan citra akademik dan institusi akan tercoreng dan ternoda.
Berangkat dari hal ini, sepatutnya bagi seluruh civitas akademik, terutama tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan mahasiswa, harus merasa berhati-hati dalam berbicara, berbuat dan bertindak ketika menggunakan atribut logo, jas almamater dan simbol nyata akademik supaya citra civitas akademik harum dan tidak sebaliknya.
Silahkan bagi kita, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan mahasiswa ketika memakai jas almamater dan logo UINSA di jalan raya, harus bisa menjaga citra akademik UINSA dengan tidak melanggar rambu lalu lintas, tidak ugal-ugalan, ngawur dll. Demikian juga ketika kita terjun ke masyarakat, kita harus bisa berbicara, berbuat dan bersikap cerdas dengan mengedepankan akhlak baik. Sehingga citra akademik UINSA semakin baik, harum dan terjaga. InsyaAllah dengan usaha kita dalam menjaga citra baik UINS akan dicatat sebagai amal baik kita dunia dan akhirat. Aaamiiin.
[Syaifulloh Yazid; Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat]