Berita

Judul: Hidayatul Qur’an fi Tafsiril Qur’an bil Qur’an

Penulis: Dr. Muhammad Afifuddin Dimyathi, Lc., MA.

Penerbit: Dar al-Nibras

Kota Terbit: Kairo, Mesir

Tahun Terbit: 2023

Jumlah Volume, halaman, dan isi:

  • Volume 1, 488 hal (al-Fatihah – al-An’am)
  • Volume 2, 467 hal (al-A’raf – Maryam)
  • Volume 3, 487 hal (Taha – Sad)
  • Volume 4, 546 hal (al-Zumar – an-Nas)

Potret Kitab Tafsir Hidayatul Qur’an

Tafsir Hidayatul Qur’an. (Sumber: istimewa.)

Hidayatul Qur’an fi Tafsir al-Qur’an bil Qur’an, sebuah maestro dari sosok jundu tafsir (pejuang tafsir) asal bumi santri. Sosok tersebut bernama Dr. KH. Muhammad Afifuddin Dimyathi, Lc, MA. atau yang kerap disapa “Gus Awis”. Ulama asal Jombang ini merupakan pemilik sekaligus pengasuh Ribath Hidayatul Qur’an, Peterongan, Jombang. Berangkat dari nama ribath-nya inilah, Gus Awis terinspirasi untuk meresmikan kitab tafsirnya dengan nama “Hidayatul Qur’an”.    

Tercatat bahwa beliau telah menghabiskan waktu selama 1 tahun 5 bulan untuk menyelesaikan kitab tafsirnya dan dicetak oleh percetakan internasional, Dar al-Nibras yang berada di Kairo, Mesir. Inilah yang membuktikan bahwa karya monumental Gus Awis telah mencapai pada skala internasional.

Untuk dapat menulis dalam waktu yang terbilang cepat, pastilah dibutuhkan adanya sebuah motivasi. Adapun motivasi beliau dalam menulis tafsir adalah karena ingin mewujudkan keinginannya yang terpendam sejak lama (himmah) untuk menghasilkan karya tafsir, tepatnya sejak duduk di bangku Aliyah.

Sesuai dengan nama kitabnya, Hidayatul Qur’an fi Tafsir al-Qur’an bil Qur’an, penulisan tafsir bertujuan untuk menghimpun Tafsir al-Qur’an bil Qur’an secara komprehensif. Di samping itu, tafsir ini membantu para huffadz untuk mengingat-ingat hafalannya, karena yang ditampilkan di dalamnya adalah keterkaitan suatu ayat dengan ayat lainnya yang beredaksi mirip, sehingga bagi mereka tidak hanya menelaah, tetapi juga sambil muroja’ah.

Berdasarkan tujuan yang pertama, dapat diketahui bahwa karya Gus Awis cenderung menonjol pada manhaj al-qur’ani. Sebagaimana yang tercantum dalam muqaddimahnya, beliau memberikan ulasan mengenai urgensi manhaj al-qur’anipada praktik penafsiran al-Qur’an.

KH. Miftachul Akhyar selaku Rais ‘Am (ketua umum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ (PBNU) dan Prof. Dr. Muhammad Salim Abu ‘Ashi selaku Guru Besar beliau di bidang Tafsir dan Ilmu al-Qur’an Universitas al-Azhar, Kairo juga turut mewarnai muqaddimah (pembukaan) tafsir Gus Awis dengan memberikan cuplikan kata pengantar.

Setelah bagian muqaddimah, dilanjut dengan bagian inti yang berisikan penafsiran al-Qur’an secara runtut mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas (tartib mushafi) dengan mengambil sumber dari Al-Qur’an, hadis, qaul sahabat, qaultabi’in, aqwal mufassirin (pendapat para mufasir) dan ijtihad beliau sendiri. 

Mengenai aqwal mufassirin, Gus Awis merujuk pada empat mufasir terdahulu. Diantaranya, pertama, Imam ath-Thabari dengan tafsirnyanya Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ay al-Qur’an. Kedua, Ibn Katsir dengan maestronya Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. Ketiga, Tsana’ullah al-Amritsari dengan masterpiece-nya Tafsir al-Qur’an bi Kalam ar-Rahman. Dan keempat, Imam asy-Syinqithi dengan karyanya Adhwa’ al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an.

Dapat digaris bawahi bahwa tidak semua penafsiran keempat mufasir tersebut diambil oleh beliau sebagai rujukan, akan tetapi hanya yang bersinggungan dengan al-Qur’an saja. Artinya Gus Awis dalam tafsirnya tersebut berusaha untuk mem-filter keterangan-keterangan tambahan dalam praktik penafsiran al-Qur’an yang keluar dari konteks manhaj al-qur’ani, sehingga yang ditampilkan adalah materi tafsir yang berkaitan dengan manhaj al-qur’ani saja.

Inilah yang menjadi kebaharuan (novelty/tajdid) dari tafsir Gus Awis yang telah disampaikan oleh Khobirul Amru, M.Ag selaku dosen Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) UINSA Surabaya (sekaligus santri beliau) dalam artikelnya yang berjudul “Wajah Baru Tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an: Membaca Novelty Tafsir Hidayat al-Qur’an”. 

Selanjutnya penulis akan menampilkan sedikit cuplikan penafsiran ayat dalam Tafsir Hidayat al-Qur’an. Disini penulis memberikan contoh penafsiran surat al-Fatihah [1]: 1.

Cuplikan penafsiran kalimat basmalah. (Sumber: dokumen pribadi.)

Gambar di atas merupakan penafsiran kalimat basmalah yang berbunyi “bismillaahirrahmaanirrahiim”. Ketika menafsirkan ayat tersebut, Gus Awis menghubungkannya dengan banyak ayat al-Qur’an dari surat-surat lain. Sebagai contoh, ketika menjelaskan nama ‘Allah’ beliau mengaitkannya dengan surat al-Hadid [57]: 3 yang berbunyi, “huwal awwalu wal aakhiru wa dzahiru wal baathin, wa huwa bi kulli syai’in ‘aliim”.

Sementara kalimat ‘bismillaah‘ dikaitkan dengan ayat “bismillaahi majreehaa wa mursaahaa” yang tercantum dalam surat Hud [11]: 41. Dan ketika menjelaskan kalimat ‘bismillahirrahmaanirrahiim‘, beliau menghubungkannya dengan ayat “innahuu min sulaimaana wa innahuu bismillaahirrahmaanirrahiim” yang tedapat pada surat al-Naml [27]: 30. Penjelasan ayat ini dapat ditemukan di jilid satu, tepatnya di halaman 23.

Di akhir penulisan kitab, Gus Awis memberikan informasi terkait awal dan akhir penulisan. Dimulai dari hari Senin, 4 Sya’ban 1443 H (7 Maret 2022) dan berakhir pada hari Kamis, 30 Muharram 1445 H (17 Agustus 2023). Ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan dan penerbitan kitab tafsir juga disampaikan oleh beliau di bagian ini.

Sebagai closing, penulis berharap karya Gus Awis ini bisa menjadi rujukan bagi semua kalangan dalam khazanah ilmu al-Qur’an dan Tafsir, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) prodi IAT, sehingga dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam menghilangkan dahaga informasi. (Nadya Sa’adatur Rohmah – Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat)