Surabaya, 22 Mei 2025 — Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya mempertegas peran strategisnya dalam pengembangan wakaf nasional melalui penyelenggaraan seminar bertema “Wakaf, Potensi Ekonomi, dan Problem Legalnya”, yang digelar di Amphitheater Lantai 3, Tower Ismail Yakub, Kampus A. Yani. Kegiatan ini menghadirkan tokoh-tokoh penting dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Wilayah Jawa Timur serta akademisi internal kampus. Seminar ini sekaligus menjadi tonggak kolaborasi antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan organisasi wakaf dalam membangun sistem perwakafan yang tertib, modern, dan berdampak bagi pembangunan umat.

Acara dibuka pukul 07.30 WIB dengan registrasi peserta dan dilanjutkan pembukaan resmi pada pukul 08.30 WIB. Rangkaian pembukaan berlangsung khidmat dengan menyanyikan lagu kebangsaan, pembacaan ayat suci Al-Qur’an, doa bersama, serta sambutan keynote speech oleh Rektor UINSA, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa keberadaan UINSA hari ini tidak lepas dari peran wakaf. “Tahun 2022, UINSA telah tercatat memiliki aset dengan valuasi mencapai Rp4 triliun. Namun lebih dari itu, kita tidak bisa melupakan bahwa seluruh proses awal berdirinya kampus ini adalah buah dari semangat wakaf para kiai. Maka, memahami dan mengelola wakaf secara legal dan strategis adalah keharusan moral dan historis,” ujar Prof. Muzakki.

Ia menambahkan bahwa kerja sama yang terstruktur dan berkelanjutan merupakan kunci untuk mengembangkan pengelolaan aset wakaf ke depan, dan hari ini menjadi titik awal langkah strategis tersebut. Rektor Prof. Muzakki menutup sambutannya dengan pesan tegas, “Kepercayaan dari para wakif, masyarakat, dan stakeholder harus kita lunasi. Kerja sama tidak boleh sporadis. Harus terstruktur, masif, dan berkelanjutan. Di sinilah letak peran strategis perguruan tinggi Islam.”
Puncak seremoni awal ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara UINSA dengan BPN dan BWI Jawa Timur, disaksikan oleh para wakil rektor dan dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Proses ini diikuti dokumentasi resmi oleh panitia dan para pemangku kepentingan yang hadir.

Sesi pemaparan pertama menghadirkan Dr. Asep Heri, SH., MH., QRMP, Kepala Kantor Wilayah BPN Jawa Timur, yang membawakan materi bertajuk “Sertifikasi Tanah Wakaf: Perkuat Status dan Reduksi Konflik Pengelolaan.” Dalam paparannya, Dr. Asep mengangkat paradoks antara nilai spiritual dalam konsep wakaf dengan kebutuhan administratif dan hukum dalam praktik modern. “Wakaf memang pada asalnya bersifat lillahi ta’ala—tangan kanan memberi, tangan kiri tak tahu. Namun dalam konteks sekarang, semua harus teradministrasi, terbaca, dan terukur. Inilah tantangan terbesar kita,” tegasnya.

Ia menyoroti bahwa hingga kini, sebagian besar tanah wakaf di Indonesia masih belum memiliki status legal yang jelas. Ketidakjelasan ini membuka peluang konflik, baik antar pengelola maupun dengan pihak eksternal. “Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 mengamanatkan pentingnya sertifikasi tanah wakaf. Namun, karena dua kutub yang berbeda antara nilai religius dan tuntutan administratif, proses ini seringkali stagnan,” tambahnya. Dr. Asep menekankan pentingnya langkah awal berupa pendataan dan inventarisasi aset wakaf, terutama masjid, pesantren, dan lembaga keagamaan lain, sebagai pondasi tata kelola wakaf yang modern dan akuntabel.

Memasuki sesi kedua, Dr. H. Mustain, M.M., Ketua BWI Jawa Timur, memaparkan materi bertajuk “Potensi Ekonomi Wakaf Uang”. Dalam paparannya, beliau menjelaskan arah kebijakan wakaf nasional melalui Roadmap Perwakafan 2024–2029, yang secara eksplisit mendorong wakaf uang sebagai instrumen baru dalam pembangunan ekonomi berbasis syariah. “Potensi wakaf uang sangat besar, namun masih belum tergarap secara optimal. Di Jawa Timur sendiri, tantangan kita adalah menyatukan data, meningkatkan literasi, dan menguatkan regulasi,” ujarnya. Ia membeberkan bahwa wakaf uang bisa menjadi tulang punggung pembiayaan pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat, bila dikelola secara profesional dan transparan. Strategi yang ditawarkan BWI mencakup peningkatan kapasitas nazhir, sinergi dengan sektor keuangan syariah, dan digitalisasi manajemen wakaf agar lebih mudah dijangkau oleh generasi muda muslim.
Sesi diskusi tanya jawab yang dipandu oleh moderator Lian Fuad, Lc., M.A., menghadirkan antusiasme tinggi dari para peserta, yang berasal dari kalangan akademisi, mahasiswa, pengelola wakaf, dan tokoh masyarakat. Diskusi berlangsung dinamis, membahas berbagai persoalan riil yang terjadi dalam pengelolaan wakaf di lapangan. Sebagai penutup, penampilan musik dari Musdemics menghadirkan nuansa santai namun tetap sarat makna, menjadi penyeimbang dari padatnya rangkaian diskusi ilmiah. [mij]