UIN Sunan Ampel Surabaya
Friday, 14 October 2022
oleh: Syarif Thayib (Dosen FEBI UINSA)
Meski tidak 100% persis benar, masjid yang makmur (kegiatannya, uang kasnya dll) adalah masjid yang bersih, rapi, asri, wangi dst, tak terkecuali di area toiletnya. Setidaknya itulah kesimpulan sementara saya setelah beberapa kali mengunjungi masjid di sepanjang Pantura Surabaya-Cirebon.
Kebetulan saya pernah i’tiqaf di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Masjid KH Ahmad Dahlan Banjarsari-Gresik, Masjid Agung Tuban, Masjid Raya Baiturrahman Simpang Lima-Semarang, Masjid Agung Al Jami’ Pekalongan, Masjid Agung Kota Tegal, Masjid Raya Attaqwa Cirebon, termasuk Masjid yang di Jogjakarta: Jogokariyan.
Di antara masjid-masjid di atas, Masjid Jogokariyan yang paling atraktif. Saya pernah bermalam disana 2 hari 2 malam, sekalian mengikuti kegiatan-kegiatannya dan memastikan apakah kebersihan dan keharuman toiletnya konsisten di jam-jam shalat rawatib maupun di luar jam tersebut (buka 24 jam).
Ternyata memang konsisten harumnya, tidak pesing, dan selalu bersih, termasuk di daerah paling rawan, seperti tempat wudlu dan toilet, yang letaknya di samping kantor takmir, sebelah timur Masjid Jogokariyan.
Jumlah funtastis kas Masjid Jogokariyan selain dari pengelolaan unit usaha penginapan, merchandise dll, juga diperoleh dari Jamaah, donatur, dan simpatisan yang kagum dengan kegiatan Masjid yang super kreatif, “Trusted” dengan program saldo di-Nol rupiahkan tiap akhir bulan dst.
Berbeda dengan Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS). Jumlah kasnya funtastis karena statusnya diuntungkan sebagai Masjid “plat merah” yang memiliki manajemen aset yang sangat profesional, terutama perolehan dari “jasa” tempat akad nikah di ruang utama MAS, dan persewaan gedung resepsi di ruang Asshofa dan Al Marwa lantai 2 (dua) MAS.
Selain itu, lokasi kedua Masjid tersebut juga mendukung sebagai tempat transit musafir, destinasi wisata dan lain-lain.
Lalu bagaimana dengan potensi Masjid Ulul Albab UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya agar bisa memiliki kas yang funtastik dan mandiri sebagai konsekuensi dari Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum nanti?
Pertama, harus sering menggelar event yang mengundang tokoh nasional dan internasional untuk berbicara di Masjid. Berkolaborasilah dengan “institusi” Prodi hingga Rektorat agar berkenan mengantarkan tamu agungnya shalat berjamaah di Masjid, sekaligus memberi pencerahan pada jamaah. Dengan begitu branding Masjid Ulul Albab menguat lagi.
Kedua, lingkungan masjid wajib bersih, rapih, indah, wangi, dan nyaman untuk beribadah, juga belajar. Siapapun tidak takut kehilangan sepatu, sandal, dll jika berlama-lama di masjid. Jadikan semua ruas Masjid ramah selfie. Pemugaran area paving selatan Masjid semoga menghasilkan pemandangan indah-artistik, disusul teras timur, juga utara dan barat.
Ketiga, jangan lelah untuk menggelorakan berinfak-sedekah melalui Da’i/pembicara di Masjid. Buatlah kotak-kotak infak yang unik, misal dibuat seperti miniatur Ka’bah, dipadu tulisan doa, bahwa menaruh uang di kotak Ka’bah selalu didoakan rezekinya berlimpah, bisa beribadah ke tanah suci dst.
Keempat, bentuk tim kreatif agar aktifitas masjid langganan viral di media sosial. Kasih target mereka agar selalu ada saja kegiatan di masjid yang terpublikasi di media mainstream minimal dua kali sebulan, sehingga stake holder masjid (pengguna jasa akad nikah dll) merasakan unmemorable experience.
Kelima, optimalkan ruas utara dan barat masjid untuk gerai Masjidpreneur, seperti kedai coffee VVIP, display merchandise, layanan bank-infak, aqiqah, manasik haji-umrah, wedding organizer, EO tasyakuran, dll. Semuanya bisa dikerjakan Duta Masjidpreneur dan Pejuang Masjid, yaitu mahasiswa/i super smart dan berpenampilan menarik.
Sponsorship, Tenant dll akan berebut back up Masjid Ulul Albab jika semuanya dimulai dengan “nawaitu” yang luhur, positive thinking, dan optimistic. Wallahu a’lam..