Column

Enam dekade perjalanan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) merupakan bukti konsistensi, ketangguhan, dan komitmen terhadap cita-cita luhur pendidikan Islam di Indonesia. Dalam dinamika global yang semakin kompleks, peran perguruan tinggi tidak lagi sebatas institusi penghasil ijazah atau pemilik bangunan megah. Masyarakat kini menaruh harapan besar pada kampus sebagai agen transformasi: penghubung antara ilmu pengetahuan, industri, dan solusi atas beragam persoalan sosial. Namun, di tengah tantangan tersebut, UINSA justru menemukan momentumnya untuk memantapkan langkah menjadi another premier Islamic higher education institution — universitas Islam unggulan yang berkontribusi nyata dalam peradaban dunia.

Salah satu tantangan krusial adalah memutus mata rantai stagnasi akademik. Banyak hasil penelitian mahasiswa dan dosen yang terjebak sebagai artefak pustaka — hanya dibaca untuk sidang dan kemudian dilupakan. Skripsi masih didominasi pendekatan metodologis kaku yang kurang memberikan ruang pada kreativitas dan kebermanfaatan langsung. Padahal, 60 tahun UINSA seharusnya menjadi tonggak untuk membebaskan diri dari tradisi administratif semata, dan berani memberi ruang bagi karya ilmiah berbentuk produk aplikatif, seperti prototipe sosial, inovasi teknologi, dan model pemberdayaan masyarakat berbasis nilai-nilai Islam.

Sebagai kampus yang berakar pada nilai keislaman dan kebangsaan, UINSA memiliki kekuatan unik untuk mereposisi perannya sebagai center of excellence dalam riset yang terintegrasi dengan pengabdian dan pembelajaran. Empat kluster riset unggulan — kajian sosial-politik dan kemasyarakatan, pemberdayaan ekonomi, studi pesisir dan energi terbarukan, serta turats keislaman — menjadi fondasi utama yang merefleksikan identitas sekaligus kebutuhan zaman. Fokus ini sejalan dengan perintah Al-Qur’an untuk membangun masyarakat madani yang adil dan berpengetahuan (‘ilmiyah wa ‘adilah).

Langkah konkret menuju universitas Islam unggulan adalah menyusun roadmap riset dan publikasi yang berorientasi global. Target pencapaian jurnal bereputasi seperti indeksasi Scopus, penguatan jurnal internal, serta kolaborasi riset internasional dapat menjadi tolok ukur keberhasilan. UINSA telah memiliki bekal kuat melalui Jurnal Teosofi dan Jurnal Studi Islam Indonesia (JIIS) sebagai cikal bakal pencapaian tersebut. Capaian ini harus direplikasi oleh fakultas-fakultas lain sebagai bagian dari budaya akademik unggul.

Salah satu strategi utama ialah integrasi mahasiswa ke dalam ekosistem riset unggulan. Mahasiswa bukan hanya penerima ilmu, tetapi produsen pengetahuan. Melalui model project-based thesis, hasil penelitian dapat diwujudkan dalam bentuk produk publik, seperti publikasi ilmiah, video dokumenter, karya desain, atau prototipe kewirausahaan sosial. Seperti model yang diterapkan di UGM, pendekatan ini dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik serta memperkuat ikatan antara kampus dan masyarakat.

Dalam usia 60 tahun ini, UINSA juga perlu mereformasi sistem manajerial dan administratif menuju universitas modern. Transformasi digital layanan akademik dan alumni tidak hanya soal efisiensi, tetapi juga tentang membangun sistem yang transparan dan akuntabel. Konsep e-legalization, layanan akademik berbasis AI, hingga platform alumni berbasis blockchain dapat menjadi terobosan jangka panjang. Bahkan ide inovatif seperti bank sampah digital sebagai skema alternatif pembiayaan UKT bukanlah hal yang mustahil jika dikelola secara sistematis dan profesional.

Seluruh upaya inovatif tersebut dapat dirangkum dalam semangat frugal innovation — berinovasi secara hemat dan efisien, tanpa kehilangan kualitas. Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, pendekatan ini sangat relevan. Dengan keterbatasan sumber daya, UINSA tetap dapat menunjukkan bahwa kampus Islam pun mampu memimpin inovasi, pendidikan, dan transformasi sosial. Hal ini senada dengan pemikiran Radjou & Prabhu (2015), bahwa inovasi terbesar lahir bukan dari kelimpahan, melainkan dari keterbatasan yang dikelola secara cerdas dan kolaboratif.

Momentum 60 tahun ini seharusnya menjadi titik tolak untuk membangun UINSA Baru: universitas Islam unggulan yang berpikir global, bertindak lokal, dan berakar spiritual. Sebuah institusi yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan etika, memperkuat spiritualitas, dan membangun kapasitas peradaban. Visi ini bukanlah sekadar slogan, melainkan tekad kolektif untuk membuktikan bahwa Indonesia mampu melahirkan lebih dari satu universitas Islam berkelas dunia.

Penutup: Meretas Jalan Menuju Peradaban

Peringatan 60 tahun bukan hanya ajang nostalgia, tetapi panggilan sejarah. UIN Sunan Ampel Surabaya telah membuktikan eksistensinya selama enam dekade sebagai lembaga pendidikan Islam yang progresif. Kini saatnya melangkah lebih jauh — membangun another premier Islamic university yang menjadi rujukan dalam ilmu, integritas, dan inovasi. Dengan sinergi civitas akademika, dukungan masyarakat, dan keberanian untuk berubah, UINSA dapat menjadi cahaya peradaban baru dari Timur Jawa, bagi Indonesia, dan dunia Islam.

Oleh: Achmad Room Fitrianto, Ph.D.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya