Articles

Sunan Ampel, sang Wali moderat di bumi Nusantara, meninggalkan warisan berharga yang terus menginspirasi generasi berikutnya dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya pendidikan agama. Melalui strategi dakwah yang penuh toleransi, adaptif, dan inklusif, beliau menunjukkan bahwa Islam dapat disebarkan dengan cara yang damai dan menghargai keberagaman. Warisan ini menjadi panduan dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera di tengah keberagaman. Peran Sunan Ampel dalam living religious moderation adalah bukti bahwa kekuatan sejati dalam dakwah terletak pada kemampuan untuk menyentuh hati dengan kasih sayang, pengertian, dan penghormatan terhadap perbedaan. Strategi dakwah Sunan Ampel tidak hanya menunjukkan kepekaan terhadap budaya, tetapi juga kecerdasannya dalam memahami psikologi sosial masyarakat Jawa. Keberhasilan Sunan Ampel tidak hanya terletak pada kemampuannya dalam menyebarkan ajaran Islam, tetapi juga pada cara beliau menjalin harmoni bersama masyarakat yang beragam dan memelihara tradisi lokal.

Sunan Ampel sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Jawa dengan strategi dakwah berbasis living religious moderation. Hal ini tampak pada karakteristik dakwah yang berorientasi pada aktualisasi nilai-nilai moderasi beragama, di antaranya:

1. Tawassuth (moderat)

Sunan Ampel selalu menganjurkan sikap tengah atau moderat dalam segala hal, baik dalam praktik ibadah maupun interaksi sosial. Beliau menghindari sikap ekstrim, baik ekstrim dalam ketaatan maupun dalam kebebasan. Misalnya, ajaran falsafah “Moh Limo” sebagai upaya mendekatkan masyarakat dengan Islam tanpa unsur paksaan. Falsafah tersebut bertujuan mengubah tingkah laku individu yang amoral dan menyimpang dengan menyesuaikan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

2. Tasamuh (toleransi)

Sunan Ampel sangat menghormati perbedaan, baik perbedaan agama, budaya, maupun tradisi. Beliau menghormati tradisi lokal Jawa dan berusaha untuk mengintegrasikan ajaran Islam dengan budaya setempat, tanpa memaksakan perubahan secara totalitas. Misalnya, Sunan Ampel menggunakan istilah sembahyang (asalnya sembah dan hyang) untuk mengganti kata shalat, tempat ibadah disebut langgar (mirip kata sanggar) bukan musalla, dan penuntut ilmu disebut santri (asalnya shastri-orang yang tahu buku suci agama Hindu). Selain itu, beliau menggunakan bedhug dan kenthongan di masjid-masjid atau musalla agar masyarakat tertarik datang dan memeluk Islam. Sebagaimana diketahui bahwa bedhug sebagai alat bunyi-bunyian yang disukai orang Budha sedangkan kenthongan disukai orang Hindu. Hal ini merepresentasikan sikap toleran Sunan Ampel terhadap tradisi masyarakat Jawa sebelumnya dalam strategi dakwah keislaman.

3. Persaudaraan dan Persatuan

Sunan Ampel membangun jalinan kekerabatan dengan para penguasa Majapahit melalui jalur pernikahan agar memudahkan penyebaran agama Islam. Alhasil, ikatan kekeluargaan di antara umat Islam semakin kuat sehingga terwujud rasa persatuan dalam memberikan kontribusi materiil untuk perjuangan penyebaran Islam di Jawa. Hal ini berdampak pada meluasnya agama Islam di berbagai daerah lainnya. Misalnya, ketika Sunan Ampel berkunjung ke Raja Majapahit-Prabu Brawijaya-diberi hadiah tanah di kawasan Ampel Surabaya sebagai tempat berdakwah. Beliau mendirikan masjid-masjid sebagai pusat kajian Islam yang mempersatukan umat Islam.

4. Persamaan dan Inklusivitas (keterbukaan)

Sunan Ampel menganjurkan umat Islam untuk menerima dan menghormati perbedaan antar individu dan kelompok. Beliau membuka pesantren-pesantren yang ramah bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial, budaya, atau ekonomi. Dari kalangan bawah hingga kalangan atas dan dari segala penjuru daerah menimba ilmu di pesantren Ampel yang banyak mengkader para pendakwah. Pesantren-pesantren ini tidak hanya menjadi tempat pembelajaran agama, tetapi juga pusat kegiatan sosial dan budaya yang mempersatukan beragam latar belakang individu. Pendekatan pendidikan yang holistik ini menunjukkan sikap inklusif terhadap berbagai ilmu dan pengetahuan, tidak terbatas pada ajaran agama saja.

5. Keadilan

Sunan Ampel pernah mengganti nama sungai Brantas yang menuju ke Surabaya dengan sebutan Kali Emas dan mengganti pelabuhan Surabaya dari Jelangga Manik menjadi pelabuhan Tanjung Perak. Beliau berharap sebutan emas dan perak, banyak orang datang ke Surabaya untuk mencari emas dan perak sehingga mudah untuk menyebarkan ajaran Islam. Selain itu, memiliki tujuan mewujudkan keadilan dalam bidang ekonomi masyarakat. Sunan Ampel memperjuangkan prinsip keadilan sosial, terutama dalam distribusi kekayaan dan hak-hak sosial. Beliau menekankan pentingnya membantu mereka yang kurang mampu dan menciptakan keseimbangan sosial. Beliau menguasai kebutuhan pokok masyarakat dan membagikannya agar masyarakat mau memeluk Islam.

6. Kerjasama dan Musyawarah

Sunan Ampel dikenal sebagai penengah yang bijaksana dalam berbagai konflik, baik yang bersifat keagamaan, sosial, maupun suku. Beliau selalu mengedepankan dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan perbedaan, menunjukkan sikap toleran dan damai dalam menghadapi konflik. Sikap ini membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perdamaian dan kerjasama di tengah keberagaman.

Aktualisasi Living Religious Moderation Sunan Ampel seyogyanya bukan hanya sebagai konsep teoretis, tetapi sebagai praktik yang dapat mengubah kehidupan masyarakat ke arah lebih progresif. Strategi dakwah Sunan Ampel membawa implikasi terhadap berbagai bidang kehidupan di era kontemporer, di antaranya: 1. Dalam bidang pendidikan, berimplikasi pada penerapan nilai-nilai moderasi dan inklusivitas dalam kurikulum pendidikan, baik di pesantren maupun sekolah formal, 2. Dalam bidang sosial, berimplikasi pada penerapan nilai-nilai kemanusiaan yang diterapkan untuk menjaga hubungan yang harmonis dalam masyarakat, 3. Dalam bidang ekonomi, berimplikasi pada prinsip keadilan dalam distribusi kekayaan dan memperjuangkan kesejahteraan bersama, 4. Dalam bidang budaya, berimplikasi pada pelestarian budaya lokal yang beragam yang selaras dengan ajaran Islam. Mewujudkan living religious moderation sebagaimana diajarkan oleh Sunan Ampel tak semudah seperti membalikkan tangan karena selalu ada tantangan baru dalam menjaga harmoni sosial dan semangat toleransi. Sekarang ini, strategi dakwah Sunan Ampel ini menjadi inspirasi bagi UIN Sunan Ampel Surabaya dalam ajaran moralitas berbasis living religious moderation dengan membangun karakter yang smart, pious, dan honorable.

[Wildah Nurul Islami; Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat]