Column
Oleh: Syarif Thayib, Dosen UINSA, abdi Masjid Jami’ Peneleh Surabaya

Peneleh adalah nama kampung tertua di Surabaya. Semua tahu, bahwa di kampung inilah para tokoh pergerakan lahir dan berkumpul merancang strategi perang kemerdekaan Indonesia. Mereka antara lain: Hos Tjokroaminoto, Bung Karno, Tan Malaka, dan lain-lain.

Jauh sebelum mereka lahir pun, Peneleh sudah menjadi pusat “pergerakan”. Raden Ahmad Rahmatullah atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel pernah tinggal di kampung ini, hingga membangun Musholla (sekarang Masjid) dan Pesantren Peneleh sekitar tahun 1430 masehi.

Puluhan rumah berarsitektur kuno, termasuk rumah kelahiran Bung Karno, rumah Hos Tjokroaminoto, Langgar Dukur Kayu, Sumur Jobong Majapahit, Makam Eropa Peneleh dan lain-lain terawat sampai hari ini. Tak terkecuali Masjid Jami’ Peneleh yang 85% bangunannya masih orsinil tempo doeloe.

Pesona kampung Peneleh ini kemudian mengundang lembaga donor Southeast Asia Neighborhoods Network (SEANNET) mensponsori beberapa dosen dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR untuk melakukan penelitian dan pengajaran panjang dan mendalam sejak 2017 hingga sekarang.

Reputasi Masjid Iconic dan Classic

Keyakinan penulis bahwa bangunan Masjid Peneleh 85% orsinil tempo doeloe antara lain karena 10 tiang penyangga Masjid dari kayu jati masih kokoh tinggi menjulang. Bentuk plafon seperti perahu terbalik Nabi Nuh nyaris tidak ada bekas bocor meski diguyur hujan lebat 7 hari 7 malam.

Tampak luar, masjid ini dikelilingi 25 ventilasi, tiap ventilasinya terukir aksara Arab indah nama-nama 25 para Nabi. Belum lagi bedug tiban dan sumur “keramat” bertahan di posisi awal.

Masjid Peneleh benar-benar punya nama besar, paling iconic dan classic, apalagi secara faktual Masjid Peneleh relatif “lebih orsinil” dibandingkan dua masjid peninggalan Sunan Ampel yang ada di Kembang Kuning maupun kampung Ampel Denta.

Wajar, kalau kemudian Yayasan Masjid Peneleh sebagai pengelola Masjid tertua di Surabaya sekarang all out menjaga warisan, sekaligus kehormatan Sunan Ampel. Salah satu ikhtiarnya adalah memberikan service excellent (layanan prima) kepada stakeholder, pemberi amanah donasi dan lain-lain.

Amanah Qurban 6 sapi dan 13 kambing dari 25 dermawan tahun ini misalnya, benar-benar diapresiasi Panitia dengan service excellent, yang oleh Rachmawata (2022) didefinisikan sebagai “the art of creating value for others.” Pelayanan yang mampu memberikan nilai tambah dan mengubah layanan biasa menjadi pengalaman menyenangkan, yang kemudian menjadi pembeda dan identitas unik bagi si pemberi jasa.

Barata (2016) menegaskan, bahwa berbagai unsur yang dimaksudkan dalam service excellent di atas adalah 6A: Attitude (sikap), Attention (perhatian), Action (tindakan), Ability (kemampuan), Appearance (penampilan), dan Accountability (tanggung jawab).

Keenam unsur itu harus ada dalam pelayanan Qurban Iedul Adha kemarin. Maka tidak cukup kalau Panitia Qurban hanya memberi sebagian daging Qurban yang menjadi hak pe-Qurban dan/ atau kiriman ucapan terima kasih via WhatsApp saja untuk mereka.

Panitia Qurban sebagai pihak pemberi jasa sejak awal sosialisasi penggalangan hewan Qurban hingga ke distribusi daging Qurban harus menunjukkan sikap (attitude) positif dan perhatian (attention) kepada khalayak tentang “keunggulan” atau add value “beda” dengan yang lain.

Tunjukkan tindakan (action) gerak cepat dalam merespon kebutuhan pe-Qurban, juga kemampuan (ability) terkait syariat berqurban dan seterusnya. Sedangkan penampilan (appearance) panitia dalam melayani, merefleksikan kepercayaan diri serta kredibilitas sebagai pihak pemberi jasa.

Khusus pertanggungjawaban (accountability) yang diberikan oleh pemberi jasa bisa dengan memberikan dokumentasi dalam bentuk foto ataupun video sebagai unmemorable experience yang menginspirasi panitia Qurban lainnya, sehingga menjadi gulungan bola salju fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.

Dokumentasi Qurban yang diberikan panitia kepada pe-Qurban seringkali luput dari perhatian. Padahal, setidaknya menurut pengalaman penulis, bahwa dokumentasi adalah bukti trust (kepercayaan) kepada user (pengguna jasa).

Pe-Qurban akan kembali menitipkan Qurbannya di tempat yang sama apabila pertanggungjawaban berupa dokumentasi foto atau videonya bagus dan jelas. Syukur kalau dibuat seperti Panitia Qurban Masjid Peneleh Surabaya. Mereka membuat dokumentasi video pendek “berbasis” hewan. Artinya, ada dokumentasi masing-masing hewan dan detail.

Misalnya kambing milik Fulan, dokumentasi foto dan video serah terima sudah disusun bersama dokumentasi lainnya, seperti saat kambing Fulan sedang terikat sehat di area Masjid Peneleh. Kemudian saat kambing yang sama berbaring pasrah jelang disembelih, dilanjut dokumentasi kegiatan menguliti, potong daging, hingga distribusi terkumpul lengkap.

Kumpulan dokumentasi itu dibuatkan Video Reels kreatif layanan Qurban kambing Fulan, kemudian diunggah di Tik-Tok @masjidpeneleh sebelum link-nya dikirim ke keluarga Fulan. Pe-Qurban lainnya pun dibuatkan sama, eksklusif.

Bayangkan, jika link Tik-Tok itu “diviralkan” oleh masing-masing pe-Qurban, maka syiar Masjid Jami’ Peneleh makin mendunia, hingga pada gilirannya tidak hanya terjadi lonjakan jumlah hewan Qurban di 2026, tetapi destinasi Heritage Peneleh bakal terkena dampaknya, wisatawan domestik dan mancanegara deras mengalir datang. Let see.