Dr. Slamet Muliono Redjosari
Ketika keimanan seorang hamba belum kokoh, maka akan mudah berubah dan berpotensi besar untuk meninggalkan keimanannya. Apalagi godaan dunia yang mendekat, maka keimananya akan mudah digadaikan atau dijual. Apa yang dialami oleh Bani Israil bisa dijadikan contoh betapa rapuhnya keimanannya. Didampingi Nabi Musa, dan melihat mukjizat secara langsung dan merasakan pertolongan langsung dari Allah yang telah menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Namun begitu lepas dari pertolongan Allah, karena melihat kaum yang menyembah berhala, maka mereka langsung meminta kepada Nabi Musa agar dibuatkan tuhan.
Karunia Allah
Karunia Allah senantiasa mengiringi perjalanan hidup manusia. Namun kesadaran atas karunia Allah, dan keharusan untuk berpegang teguh serta beriman kepada-Nya, seringkali hilang dan tak membekas. Hal inilah yang membuat seorang hamba seringkali tergoncangkan dan meminta pihak lain yang mampu memberi karunia yang mereka impikan. Bani Israil merupakan bangsa yang memperoleh karunia dari Allah terus menerus. Namun hal itu tidak menggerakkan hatinya untuk berpegang teguh dan mengakui kebesaran Allah.
Bani Israil didampingi Nabi Musa dan seringkali melihat mukjizatnya yang mereka lihat dengan mata kepala secara langsung. Mulai dari pemberian mata air, perlindungan awan, makanan (Manna) dan minuman madu (Salwa) yang tidak berhenti. Mereka juga mendapatkan kenikmatan berupa keterbebasan dari musibah yang menimpa Fir’aun dan kaumnya, seperi wabah belalang, kutu, katak, dan darah.
Puncak pertolongan Allah yang dilihat dan dirasakan Bani Israil berupa pembebasan dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya yang ingin menghabisinya. Allah menenggelamkan manusia paling sombong itu di tengah laut Nil. Dengan tenggelamnya Fir’aun itu maka hilangnya penderitaan yang selama berabad-aba berlangsung.
Namun setelah dibebaskan dan menjadi masyarakat yang merdeka, Bani Israil justru meminta dibuatkan tuhan kepada Nabi Musa, tidak lama setelah Allah membebaskannya. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَجَٰوَزۡنَا بِبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱلۡبَحۡرَ فَأَتَوۡاْ عَلَىٰ قَوۡمٖ يَعۡكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصۡنَامٖ لَّهُمۡ ۚ قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞ ۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ
Dan Kami seberangkan Bani Isra’il ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Isra’il berkata, “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab, “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS. Al-‘A`rāf :138)
Permintaan untuk dbuatkan tuhan (berhala) menunjukkan rapuhnya keimanan dan pengenalan terhadap Allah. Mereka sudah menyaksikan kekuasaan Allah yng bisa membebaskan mereka dari cengkeraman Fir’aun yang telah memperbudaknya sekian lama. Bukti kekuasaan Allah sudah mereka saksikan, dan hal itu seharusnya mengokohkan keimanan yang mengarahkan segala bentuk kesulitan untuk diserahakan kepada Allah.
Namun kerapuhan iman mereka, membuatnya cepat berubah menuju kekafiran. Betapa tidak, semua melihat mukjizat, tetapi tak seberapa lama, mereka melompat menjadi kafir. Mereka seolah-olah meniadakan pertolongan Allah dan keberadaan Nabi Musa yang mendampingi perjalanan dan pembebasan mereka.
Pentingnya Kesabaran
Kesabaran dalam menjalankan iman merupakan kunci utama untuk mendatangkan pertolongan Allah. Betapa banyak Al-Qur’an menyandingkan kesabaran dan pertolongan Allah. Dengan kata lain, kesabaran merupakan puncak penghambaan yang membuka pintu pertolongan Allah.
Apa yang dialami oleh pasukan Thalut sehingga meraih kemenangan yang gemilang setelah menjalani proses kesabaran. Mereka bisa menaklukkan pasukan Jalut yang jauh lebih besar dan berpengalaman. Sementara pasukan Thalut di samping tak berpengalaman, juga berjumlah sedkiti. Namun mereka berhasil mengalahkan pasukan Jalut. Mereka melewati sungai yang luas dan tidak boleh meminum airnya kecuali segenggam tangan. Kebanyakan mereka minum melebihi apa yang digariskan, kecuali sedikit.
Kesabaran kelompok kecil yang mematuhi perintah untuk minum kecuali sedikit telah membuat mereka kuat dan mengalahkan pasukan Jalut. Al-Qur’an menarasikan kesabaran kelompok kecil ini hingga keberhasilannya meruntuhkan kekuasaan Jalut. Hal ini termaktub sebagaimana firman-Nya :
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِٱلۡجُنُودِ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ مُبۡتَلِيكُم بِنَهَرٖ فَمَن شَرِبَ مِنۡهُ فَلَيۡسَ مِنِّي وَمَن لَّمۡ يَطۡعَمۡهُ فَإِنَّهُۥ مِنِّيٓ إِلَّا مَنِ ٱغۡتَرَفَ غُرۡفَةَۢ بِيَدِهِۦ ۚ فَشَرِبُواْ مِنۡهُ إِلَّا قَلِيلٗا مِّنۡهُمۡ ۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُۥ هُوَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ قَالُواْ لَا طَاقَةَ لَنَا ٱلۡيَوۡمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦ ۚ قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ ٱللَّهِ كَم مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Maka tatkala Ṭalūt keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku”. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Ṭalūt dan orang-orang yang beriman bersama ia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalūt dan tentaranya”. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah :249)
Kokohnya keimanan pasukan Thalut membuat mereka menjalani peperangan dengan penuh kesabaran. Mereka sabar dalam berjihad, dan bersabar tidak meminum air sungai dalam jumlah yang banyak. Aqidah mereka yang kokoh dan memasrahkan diri kepada Allah, sehingga mendatangkan pertolongannya. Allah mengabadikan doa pasukan Thalut yang memasrahkan nasibnya pada Allah dengan menjalani kesabaran, sebagaimana firman-Nya :
وَلَمَّا بَرَزُواْ لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦ قَالُواْ رَبَّنَآ أَفۡرِغۡ عَلَيۡنَا صَبۡرٗا وَثَبِّتۡ أَقۡدَامَنَا وَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ
Tatkala mereka nampak oleh Jalūt dan tentaranya, mereka pun (Ṭalūt dan tentaranya) berdoa, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah : 250)
Memasrahkan diri pada Tuhan yang satu menunjukkan akidah yang kokoh, dan sabar menjalaninya akan mendatangkan pertolongan-Nya. Sebaliknya, meminta dibuatkan tuhan (berhala) menunjukkan rapuhnya iman. Rapuhnya iman ini sekian rusak dan akan menjual agamanya ketika muncul godaan dunia yang akan menjauhkan dari Allah.
Surabaya, 1 Desember 2024