Prof. Dr. Hj. Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara dan Sekretaris Komisi Etik Senat UINSA Surabaya
Ada 3 (tiga) momen kemenangan di hari kemenangan Jum’at 6 Juni 2025, yaitu kemenangan spiritual, kemenangan emosional, dan kemenangan historikal. Kemenangan spriritual, Indonesia sebagai salah satu negara yang berpenduduk muslim paling banyak di dunia menyambut datangnya Idul Adha sebagai momen kemenangan terbesar umat Islam. Idul Adha memberikan semangat rela berkorban sebagaimana di contohkan oleh Nabi Ibrahim a.s. Penantian yang panjang untuk memperoleh seorang putra, tetapi begitu saja Allah memerintahkan untuk dikorbankan. Tetapi itulah ujian, Ibrahim dan sang putra Ismail menerima dengan keihkalasan dan ketawadhu’an. Gema Takbir (Allahu Akbar), Tahlil (Laa ilaaha illallah), dan Tahmid (Alhamdulillah) berkumandang di seluruh pelosok tanah air.
Idul Adha merupakan hari kemenangan yang memiliki makna dan hikmah yang mendalam bagi umat Islam. Kemenangan yang dirayakan bukanlah kemenangan fisik, tetapi kemenangan spiritual dan keimanan bagi umat islam. Hari raya ini memperingati kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang rela berkorban demi perintah Allah. Hari kemenangan spiritual karena: (1) Idul Adha adalah simbol ketaatan dan pengorbanan kepada Allah SWT; (2) Perayaan ini mengingatkan umat Islam tentang pentingnya keikhlasan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup; (3) Idul Adha juga mengajarkan tentang pentingnya berbagi dan kepedulian sosial, di mana daging kurban dibagikan kepada fakir miskin. Sedangkan Kemenagan Keimanan memiliki makna: (1) Idul Adha memperingati peristiwa penting dalam sejarah agama Islam, yaitu ujian keimanan Nabi Ibrahim dan kesediaannya untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail, atas perintah Allah SWT; (2) Kisah ini menjadi teladan bagi umat Islam untuk selalu taat dan berkorban demi kebaikan; (3) Idul Adha juga mengingatkan tentang pentingnya rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah
Gema takbir pun melantun indah di Stadion Utama Gelora Bung Karno mendukung Timnas yang sedang berjibaku melawan tim raksasa China. Takbir terus mengalun sampai Indonesia mampu menjebol gawang Timnas Negeri Tirai Bambu tersebut melalui kaki dingin Ole Romeny. Kemenangan 1 : 0 atas China setelah kurun waktu 38 tahun, sebuah penantian panjang bagi timnas Indonesia. Kemengan atas Timnas China ini membawa Timnas masuk dalam putaran ke-4 piala Asia (AFC) yang berpulang juga masuk dalam piala Dunia 2026.
Support masyarakat Indonesia terhadap pagelaran AFC 2025 di malam Idul Adha, menggugah Pimpinan NU Rembang untuk mengirim 35 armadu Bus berisi para santri pondok pesantren yang ada di Rembang menuju Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) untuk bertakbir dalam rangka mendukung Timnas Indonesia. Tidak kalah pula Pondok Pesantren Riyadhul Mustofa Kota Malang pun mengirim para santri untuk mendukung Timnas ke SUGBK. Sungguh atmosfer spiritual dan emosional bangsa bersatu dalam lingkaran nasionalisme. Ini pula yang menandai kemenangan emosional bangsa Indonesia, setelah 38 tahun mampu mengalahkan negara raksasa China di dunia sepak bola. Apalagi, kemenngan tersebut ditutup dengan lagu ‘Tanah Airku’, tetes air matu pun menumpah dari siapa saja yang hadir maupun mendengar lantunan tersebut. Mereka terbawa emosi dalam gema lagu yang lahir dari dasar hati yang tulus, yaitu rasa kebanggaan terhadap Tanah Air Indonesia. Terlebih lagu gema lagu ‘Tanah Airku’ dibarengi dengan koreografi berbentuk raden Gathotkaca membawa pedang dan perisai yang mengancurkan tembok raksasa. Suatu simbolisasi bagaimana Timnas Garuda mampu menmghancurkan tembok kokoh Timnas China.
Emosional supporter Indonesia ini benar-benar mengguncang dunia, dan viral – bahkan koreografi yang dibuat oleh para supporter Indonesia yang bertema Gathotkaca sang Kesatria Baja diminta menjadi simbol dalam Piala Dunia 2026. Sungguh luar biasa, dan patut diapresiasi – belum lagi sambutan bangsa Indonesia yang dikenal ramah tamah – semakin menambah nama Indonesia semakin di kenal dunia.
Sejarah seolah terulang, persepakbolaan Indonesia yang mulai bangkit layaknya awal berdirinya kerajaan Majapahit. Heroik para kesatria utama seperti Ranggalawe, Lembu Sora, dan Kebo Anabrang mampu mengusir pasukan Kekaisaran Tar Tar (Tiongkok di masa lalu) kembali ke negaranya. Tar-Tar saat itu merupakan negara raksasa yang pasukannya dikenal mampu melumpuhkan kerajaan-kerajaan besar dunia, termasuk di dunia Arab.
Tercatat pada tahun 1240-an, bangsa Mongol melakukan invasi berulang kali ke Suriah. Meskipun sebagian besar invasi gagal, mereka berhasil pada tahun 1260 dan 1300, merebut Aleppo dan Damaskus, serta menghancurkan dinasti Ayyubiyah. Kedua, Pertempuran Ain Jalut. Pertempuran ini terjadi pada tahun 1260 antara pasukan Mamluk Mesir dan bangsa Mongol. Pertempuran ini menandai puncak jangkauan penaklukan Mongol dan merupakan pertama kalinya pasukan Mongol dipukul mundur secara permanen dalam pertempuran langsung di medan perang. Ketiga, Kehancuran Baghdad. Pada tahun 1258, pasukan Mongol menghancurkan Baghdad, yang merupakan pusat peradaban Islam pada waktu itu, dan melakukan pembantaian terhadap penduduknya. Keempat, Invasi ke Mesir. Meskipun bangsa Mongol gagal dalam menguasai Mesir, mereka melakukan beberapa invasi ke wilayah tersebut. Kelima, Perang Mamluk–Ilkhanid. Konflik antara Mamluk Mesir dan pasukan Mongol (Ilkhanat) berlangsung setelah tahun 1260, yang sering digambarkan sebagai perang di antara dua kekuatan tersebut
Meski tercatat memiliki armada yang begitu tangguh, tapi pasukan Tar-Tar dua kali datang ke Nusantara (Tanah Jawa) mereka harus menanggung malu. Terakhir mereka melakukan invasi ke wilayah Jawa pada akhir abad ke-13. Invasi ini dipicu oleh keinginan Kaisar Kubilai Khan untuk memperluas kekuasaan Mongol ke wilayah Nusantara, dengan alasan hendak menghukum raja Singasari Kertanegara yang pernah menghukum utusan Kekaisaran Mongol tersebut. Kedatangan pasukan Tartar tersebut dipimpin oleh tiga jenderal, Ike Mese, Shi Bi, dan Gao Xing. Namun, serangan ini tidak berhasil dan pasukan Tartar akhirnya kalah oleh Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit
Meski demikian secara kronologis, dapat dicatat: Pertama, tahun 1289 M pengiriman utusan Mongol ke Kerajaan Keling (Singasari), Jawa, untuk menyampaikan tuntutan menyerahkan diri kepada Kaisar Kubilai Khan. Kedua, tahun 1292 M. Pasukan Mongol, yang dipimpin oleh Ike Mese dan Gao Xing, tiba di Tuban, Jawa. Mereka menjarah desa-desa di pesisir pantai. Ketiga, tahun 1293 M. Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Raden Wijaya menyerang tentara Mongol di Tuban. Raden Wijaya berhasil mengalahkan pasukan Tartar dan memaksa mereka untuk meninggalkan Jawa. Keempat, tahun 1293 M (akhir). Pasukan Mongol meninggalkan Jawa dan membawa lebih dari 100 tawanan, peta, daftar penduduk, dan surat bertulis dari Bali. Kelima, tahun 1294 M. Kaisar Kubilai Khan meninggal dunia setelah ambisinya di Jawa tidak terwujud.
Kisah itu seolah-olah hadir di SUGBK, Emilio Audero Mulyadi sang penjaga Gawang berdiri kokoh di palang pintu, Trio Back Timnas Jay Izes, Rizki Ridho, dan Justin Hubner benar-benar mampu memberikan rasa aman bagi pertahahan Timnas. Ole Romeny, Riki Kambuaya dan Egi Maulana Fikri mampu memporak-porandakan lini belakang Timnas China sehingga membuahkan pinalti dan membawa kemenangan 1:0 untuk Timnads Garuda.
Timnas China benar-benar pupus harapan karena harus tersingkir dan mengubur mimpi mereka untuk tampil di panggung piala dunia 2026. Sedangkan Timnas Garuda melenggang masuk dalam putran ke-4 AFC, dan jika lolos akan masuk dalam piala dunia, sebuah torehan manis sebagai satu-satunya wakil dari Asia Tenggara.