Berita

Egik Rastra Yudha, mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam, FAH UIN Sunan Ampel Surabaya, berhasil meriset jejak sejarah dakwah Islam di Lamongan Kota dari situs musala atau langgar sepuh yang didirikan sekitar tahun 1919-an. Langgar ini merupakan peninggalan seorang kiai kharismatik, yaitu K.H. Mastur Asnawi. Beliau dikenal sebagai sosok kiai yang pemberani, tegas, berilmu, bersahaja dan bijaksana. Lahir di Lamongan, Rabu Wage 10 Muharram 1313 H atau 3 Juli 1895 M, Kiai Mastur wafat di usia 87 tahun pada Senin Kliwon, 2 Agustus 1982 M. Beliau dimakamkan di area kompleks Masjid Agung Lamongan.

Pada masa beliau, sebagian besar masyarakat Lamongan Kota telah memeluk agama Islam. Namun realita kehidupan keseharian mereka dinilai masih melanggengkan tradisi yang mengandung unsur-unsur praktik aliran kebatinan. Berawal dari hal tersebut, dengan pengetahuan keagamaannya yang menyelaraskan antara keilmuan syariat dan tasawuf, K.H. Mastur Asnawi tergugah untuk mensyiarkan agama Islam secara lebih intens. Diawali dengan mendirikan sebuah langgar yang cukup sederhana. Bentuknya yang menyerupai sebuah rumah panggung sehingga menjadikannya lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Langgar Dhuwur, yang dalam bahasa Jawa artinya tinggi.

Melalui Langgar Dhuwur ini berbagai majelis dan kajian keagamaan dilakukan, selain tentunya difungsikan sebagai tempat ibadah shalat. Di antaranya: Majelis Ta’lim Tahfidhul Qur’an, Majelis Rutinan Malam Sabtu, Majelis Burdah Malam Rabu, Majelis Rutinan Malam Senin, dan Majelis Rutinan Malam Jum’at. Berdirinya Langgar Dhuwur ini bisa dipandang sebagai upaya untuk memberikan akses pendidikan kepada masyarakat dan sekaligus menjadi langkah awal dalam menciptakan perubahan positif dalam membangun potensi sumber daya manusia setempat.

Sekarang, kepengurusan dan pemeliharaan Langgar Dhuwur masih dipegang oleh K.H. Faqih Arifin beserta keluarga sebagai pewaris dan keturunan dari K.H. Mastur Asnawi. Penjagaan dan perawatan Langgar Dhuwur juga melibatkan partisipasi masyarakat sekitar dan mereka yang kerap berkunjung ke situs ini. Beberapa kali pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan datang dan mengusulkan untuk menjadikan Langgar Dhuwur sebagai Cagar Budaya. Keluarga Ndalem menanggapinya secara positif selama nilai-nilai otentisitas dan orisinalitasnya tidak dirubah.