Selasa (25/6) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menggelar acara pembukaan International Conference on Muslim Society and Toughts (ICMUST) 2024. Acara ini digelar selama dua hari, yakni pada tanggal 25 dan 26 Juni 2024. Terdapat 24 paralel discussion dan 3 plenary session.
Dalam plenary session para peserta dapat mendengarkan pemikiran dari beberapa tokoh utama di dunia di antaranya Prof. Syed Farid Alatas dari National University of Singapore; Prof. Ronald Lukens-Bull dari University of North Florida, USA; Prof. Muhammad Ali dari University of California Riverside, USA; Michael Quinlan, Ph.D. dari Baylor University, USA; Dr. Mohamed Shahid Mathee dari University of Johannesburg, South Africa; dan Prof. Nur Hidayah dari UIN Alauddin Makassar, Indonesia.
Plenary session pertama diisi oleh Prof. Syed Farid Alatas dari National University of Singapore dan Prof. Ronald Lukens-Bull dari University of North Florida dengan topik pembahasan “Wacana Alternatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial ASEAN dalam Menanggapi Erosentrisme.” Sesi ini dimoderatori oleh Ketua Program Studi Studi Agama-Agama Dr. Akhmad Siddiq, M.A.
Prof Syed Farid Alatas dalam fokus pembahasannya membicarakan mengenai “Rethinking the Teaching of Social Sciences”. Menurutnya, erosentrisme atau ajaran yang berpusat (berwawasan) ke Eropa dalam permasalahan ilmu-ilmu kemasyarakatan atau sosial disebabkan oleh penjajahan orang Eropa kurang lebih 400 tahun.
Pada masa itu, tradisi ilmu mulai disingkirkan dan mengalami kemerosotan, keadaan ini pun masih berlanjut hingga sekarang. Walaupun sudah mengalami kemerdekaan, namun masih mengalami penjajahan secara tidak langsung dalam proses menghasilkan ilmu.
Setidaknya terdapat tiga ciri erosentrisme dalam penghasilan ilmu menurut Prof. Syed Farid Alatas:
1. Universalisme palsu
2. Pemutarbalikkan fakta
3. Penepian tradisi ilmu
Namun Prof. Syed Farid Alatas memberikan pernyataan bahwa, walaupun erosentrisme merupakan satu orientasi yang berkuasa dan membawa kesan yang buruk atas proses penghasilam ilmu, ia bukan merupakan satu-satunya orientasi yang dominan atau berkuasa, terdapat orientasi yang lain daripada erosentrisme.
Potret Prof. Syed Farid Alatas dan Prof. Ronald Lukens Bull di Plenary Session 1 ICMUST.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Kemudian Prof. Syed Farid Alatas memberikan statement, “Ada orientasi yang lain dari erosentrisme bahwa di nusantara pada tahun sekitar 1950-1960 an telah muncul satu tradisi penghasil ilmu di nusantara yang mengatakan bahwa tujuan kita di nusantara ini bukan hanya untuk membebaskan diri dari erosentrisme, tetapi dari semua orientasi yang berukuasa ini dan disebut dengan ilmu mandiri. Oleh karena itu, kita dituntut untuk kemandirian ilmu tersebut.”
Sedangkan Prof. Ronald Lukens Bull membahas “Integrating Religious Studies and Islamic Studies”. Prof. Ronald Lukens Bull memulai pembahasannya dengan menjelaskan beberapa makna religious studies dalam berbagai bahasa. Menurutnya, religious studies sebutan dalam bahasa Inggris, sedangkan dalam bahasa Arab disebut “dirasat diniyah” dan dalam bahasa Indonesia adalah “kajian agama”. Namun menurutnya memang dalam 3 bahasa tersebut secara harfiah sama, tapi tidak sama.
Prof. Ronald Lukens Bull juga menegaskan bahwa ia tidak mengkaji islam, namun ia mengkaji orang muslim dan mengkaji apakah mereka melakukan kehidupannya atas dasar kepahaman agama mereka. Prof. Ronald juga menegaskan bahwa ia tidak peduli apakah sesuatu benar atau tidak, atas kebenaran Tuhan.
Salah satu problem menurut Prof. Ronald dalam jurnal scopus, tulisan tentang kenyataan yang bersifat gaib atau kebenaran atas ketuhanan susah untuk diterima oleh reviewer. Scopus juga menjadi salah satu contoh tentang kolonisasi dalam konteks akademis. Di akhir penjelasannya, ia juga menegaskan bahwa ia setuju dengn statement dari Prof. Syed Farid bahwa perlunya kemandirian ilmu, seperti memulai prosesnya dengan membuat jurnal yang terindeks scopus.
Adapun kesimpulan yang terdapat dari pembahasan kedua narasumber dapat ditarik benang merah mengenai cara menghadapi erosentrisme yakni dengn kepercayaan diri terhadap locality perlu dikembangkan
Penulis: Mumtaza Nur Annisa
Editor : Khalimatu Nisa