(Refleksi Hari Kebangkitan Nasional)

Dosen Saintek UINSA
Hari ini tepatnya tanggal 20 Mei 2025, kita Bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Momen ini mengingatkan kita pada peristiwa monumental: berdirinya Boedi Oetomo pada 1908, simbol awal kesadaran kolektif bangsa Indonesia untuk bangkit dari ketertinggalan.
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) bukan sekadar perayaan sejarah, tetapi refleksi terhadap arah masa depan. Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) tahun ini tidak berlangsung dalam suasana normal. Dunia sedang menghadapi kompleksitas krisis: perubahan iklim yang semakin nyata, konflik bersenjata di Asia Selatan antara India dan Pakistan, serta peningkatan tensi dagang global.
Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat di bawah presiden Trump yang kembali menjabat, menaikkan tarif bea masuk barang hingga 32%, telah memukul ekspor sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, khususnya sektor pertanian dan perikanan. Kondisi ekonomi Indonesia pun mengalami tekanan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal I tahun 2025 menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi ke level 4,5%, salah satunya dipengaruhi pelemahan permintaan ekspor, melemahnya nilai tukar, dan penurunan daya beli masyarakat.
Di tengah situasi inilah, peringatan Harkitnas 2025 harus dimaknai sebagai panggilan untuk kebangkitan berbasis ilmu pengetahuan, kemandirian ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan. Dalam kondisi dunia penuh embargo dan proteksionisme, ketahanan biologis adalah bagian integral dari ketahanan ekonomi nasional yang sangat penting.
Adanya perang India–Pakistan dan ketegangan di Timur Tengah dapat menyebabkan gangguan pasokan bahan pangan dan energi di berbagai negara. Bank Dunia (2025) melaporkan harga pangan dunia naik 18% dibanding tahun sebelumnya. Krisis pangan dan energi global ini dapat memicu instabilitas sosial jika tidak diantisipasi dengan baik dan terstruktur. Studi oleh The Lancet Planetary Health (2023) menunjukkan bahwa konflik geopolitik cenderung meningkatkan kerusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya, dan migrasi spesies.
Salah satu ilmu yang sangat relevan untuk mendukung kebangkitan Indonesia sebagai negara agraris sekaligus maritim adalah Biologi. Biologi dapat dijadikan landasan dalam pengembangan bagi berbagai sektor yang strategis seperti pertanian, pangan, perikanan, kesehatan, konservasi, dan bioindustri. Adanya integrasi konsep Green Economy dan Blue Economy dengan pendekatan biologis juga dirasa sangat penting untuk menjawab berbagai tantangan global saat ini.
Oleh karena itu, penguatan ilmu biologi dalam tata kelola sumber daya sangat penting bagi Indonesia yang berada di jalur strategis Indo-Pasifik. Green Economy (ekonomi hijau) adalah pendekatan pembangunan yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan. Sementara Blue Economy mengacu pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian, dan pelestarian ekosistem laut.Biologi merupakan peran kunci dalam Green Economy dan Blue Economy ini.
Peran Biologi dalam Green Economy (ekonomi hijau) misalnya peran bioteknologi pertanian, konservasi keanekaragaman hayati, bioenergi, serta teknologi mikroorganisme untuk pengolahan limbah merupakan instrumen utama dalam konsep ini. Contohmya adalah, penelitian oleh Suharjo et al. (2022) dari IPB menunjukkan bahwa pupuk hayati berbasis mikroba endofit dapat meningkatkan hasil panen padi hingga 30% tanpa merusak tanah. Dalam Konsep ekonomi hijau dan rendah karbon inilah ilmu Biologi dapat dijadikan pionir dalam masa transisi energi ini, misalnya tentang pengembangan biodiesel generasi kedua dan ketiga berasal dari mikroalga dan lignoselulosa. Disamping itu juga adanya pengembangan bioplastik dari pati singkong, kulit udang, dan limbah rumput laut serta adanya teknik Bioremediasi dan fitoremediasi adalah penting untuk membersihkan tanah dan air dari kontaminasi/pencemaran yang banyak diakibatkan oleh kegiatan industri yang semakin berkembang pesat saat ini
Peran Biologi dalam konsep Blue Economy seperti biologi laut, mikrobiologi kelautan, dan akuakultur berkelanjutan juga dapat dijadikan motor penggerak ekonomi. Penelitian oleh Nurhidayati et al. (2023) dalam Marine Biotechnology Journal menunjukkan potensi mikroalga lokal untuk biofuel dan produk kosmetik alami, menciptakan peluang industri bernilai tinggi. Senada dengan studi yang dilakukan oleh Firmansyah et al. (2023) dalam Jurnal Bioteknologi Tropis menyebutkan bahwa pengembangan bioindustri rumput laut dapat meningkatkan nilai ekonomi hingga 300% dibanding ekspor mentah.
Di tengah krisis ekonomi serta lingkungan dan tarif dagang global saat ini, penguatan ekonomi dalam negeri berbasis biologi — baik di darat maupun laut — dapat dijadikan alternatif jawaban yang cukup strategis. Indonesia sebagai negara megabiodiversitas diharapkan dapat bangkit menjadi produsen berbasis inovasi hayati, bukan hanya eksportir bahan mentah saja.
Solusi lain yang dapat diberikan oleh Biologi adalah dengan pemanfaatan mikroorganisme lokal untuk meningkatkan produktivitas lahan marginal, Pengembangan pertanian organik dan agroekologi berbasis keanekaragaman lokal yang tahan terhadap perubahan iklim serta program Pemuliaan tanaman pangan yang adaptif dan kaya nutrisi (biofortifikasi) seperti jagung kaya vitamin A dan padi tahan salin.
Menurut Laporan IEA 2024, kontribusi bioenergi terhadap energi global akan meningkat hingga 30% pada 2040. Hal ini menjadi harapan sekaligus tantangan bagi generasi muda saat ini, dimana Indonesia diharapkan bersiap menjadi pemimpin dengan memberdayakan kekayaan hayati melalui ilmu Biologi dan rekayasa genetika.
Generasi Z dan Alpha yang ada saat ini adalah tulang punggung Indonesia Emas 2045. Namun yang menjadi tantangan saat ini adalah mereka tumbuh di tengah era disinformasi, krisis lingkungan, dan ketidakpastian pekerjaan. Tentu adanya generasi melek Biologi diharapkan bahwa generasi yang ada saat ini akan mampu tampil sebagai generasi Emas yang memiliki karakter sadar lingkungan, berpikir ilmiah, dan berorientasi pada solusi.
Adanya Kasus Pandemi COVID-19 beberapa tahun yang lalu juga menyadarkan kita bahwa riset biologi, terutama mikrobiologi dan genetika hingga ditemukannya vaksin covid-19, sangat vital bagi keamanan nasional. Indonesia diharapkan juga akan terus ikut serta dalam memperkuat riset vaksin, genomik, mikrobioma, dan bioteknologi kesehatan seperti halnya Program vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh ilmuwan di Indonesia.
Dorongan dalam studi genetik populasi Indonesia juga sangat penting agar kita dan generasi muda memahami kerentanan terhadap penyakit dan potensi terapi personal. Hal ini selaras denga Penelitian BRIN (2024) yang menyebutkan bahwa variasi gen HLA pada populasi Indonesia sangat unik, sehingga vaksin dan obat-obatan perlu disesuaikan. Penguatan laboratorium biologis BSL-3 dan BSL-4 menjadi bagian dari keamanan hayati nasional.
Ilmu Biologi tidak akan berkembang tanpa dukungan negara. Saat ini, alokasi APBN untuk riset masih <1% dari PDB. Padahal menurut studi UNESCO (2022) menunjukkan bahwa negara yang menempatkan sains sebagai prioritas kebijakan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap krisis. Adanya fakta ini tentu menjadi dapat menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia saat ini. Indonesia sebagai negara mega-biodiversity diharapkan dapat menjadi pemimpin diplomasi biologi dunia. Dengan cadangan biodiversitas laut dan darat terbesar kedua di dunia, kedaulatan hayati dapat menjadi bagian yang strategis dalam upaya kebangkitan nasional Indonesia.
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei 2025 adalah saat yang tepat untuk memperluas makna kebangkitan, tidak hanya politis, tetapi juga ekologis, ilmiah, dan berdaulat secara biologis. Makna Harkitnas dalam konteks ilmu Biologi dapat diartikan sebagai tonggak kebangkitan dari ketergantungan terhadap bahan baku dan teknologi luar negeri menuju kemandirian bioindustri lokal dan Kebangkitan dari eksploitasi sumber daya ke arah konservasi dan regenerasi ekosistem serta Kebangkitan dari sistem pangan berbasis impor menuju produksi pangan lokal berbasis kearifan hayati nusantara.
Semangat Harkitnas dalam dimensi etika biologis dapat diartikan bahwa pembangunan saat ini dan ke depan diharapkan dapat menghormati kehidupan, keberlanjutan, dan keadilan ekologis. Dalam agama kita Islam, tentu ini sejalan dengan prinsip rahmatan lil ‘alamin — bahwa manusia sebagai khalifah harus menjaga bumi dan seluruh kehidupan di dalamnya (QS Al-Baqarah: 30, QS Al-A’raf: 56).
Biologi adalah ilmu tentang kehidupan. Dalam konteks Indonesia modern, ilmu ini diharapakan bukan hanya untuk memahami makhluk hidup, tapi juga dapat dijadikan semangat untuk membangkitkan kemandirian, kedaulatan, dan keberlanjutan bangsa.
Hari Kebangkitan Nasional 2025 diharapkan dapat dijadikan titik tolak perubahan paradigma: dari pembangunan yang eksploitatif menjadi pembangunan yang berbasis ilmu, nilai, dan keberlanjutan. Menyambut kebangkitan Indonesia bukan hanya dengan semangat, tapi juga dengan sains kehidupan yang membebaskan. Biologi adalah jalan sunyi namun pasti menuju kemerdekaan hakiki: merdeka dalam pangan, kesehatan, energi, dan ilmu pengetahuan. Wallohu a’lam bishowab.