Column UINSA

HAUL AKADEMIK KANJENG SUNAN AMPEL*

Oleh: Dr. Muhammad Khodafi, M.Si., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Adab dan Humaniora UINSA Surabaya

*Catatan Kegiatan ‘Halaqah: Menuju Haul Akademik Kanjeng Sunan Ampel’ dengan tema ‘Merawat Warisan Intelektual Sunan Ampel’

*Kegiatan digelar di Ruang Amphitheater Kampus A. Yani UINSA Surabaya, Rabu, 29 Maret 2023

***

Diakui atau tidak, nama besar Kanjeng Sunan Ampel sudah memberikan keberkahan dan kemanfaatan yang sangat besar bagi UINSA. Namun kami belum sepenuhnya bisa memberikan “royalti” kepada beliau secara maksimal. Meskipun kami telah menulis sebuah “ringkasan” jejak perjuangan dan dakwah Kanjeng Sunan Ampel. Namun kami merasa itu belum ada makna yang benar-benar mencerminkan apresiasi kami kepada Kanjeng Sunan Ampel.

Saya yakin kami juga tak akan mampu membayar keberkahan kanjeng Sunan Ampel secara penuh. Tetapi paling tidak kami berusaha untuk tidak melupakan dan terus berkomitmen meneruskan perjuangan beliau dalam ranah akademik. Sebagai civitas akademik UIN Sunan Ampel, kami harus membuktikan diri sebagai santri Kanjeng Sunan Ampel yang setia pada ajaran dan jalan perjuangan yang beliau lakoni.

Dalam pengantar singkat, Prof. Dr. KH. Ghazali Said, M.A., menceritakan, bahwa IAIN Sunan Ampel dalam sejarah awalnya dulu dirintis oleh para ulama yang rektornya saja tidak mendapatkan bisyarah (tidak digaji). Karena itulah spirit keikhlasan perjuangan Sunan Ampel yang pantang menyerah, harus ditumbuhkan kembali di seluruh komponen civitas akademika UINSA sebagai spirit perjuangan akademik dan spiritual dalam meraih visi dan misi UINSA.

Sementara itu, Prof. Waryono Abdul Ghofur, menekankan betapa pentingnya mengaktualisasikan kembali peran-peran sosial, intelektual, dan spiritual yang pernah dicontohkan oleh para wali dalam kehidupan akademik dan keseharian umat.

Di sisi lain, Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa menjelaskan, betapa sosok Kanjeng Sunan Ampel adalah sosok pemimpin yang bukan saja berperan sebagai tokoh intelektual (ulama), tetapi sekaligus tokoh politik dan tokoh spiritual yang memilih untuk menjalani kehidupan sederhana yang terbuka dan mengakar di masyarakat. Sehingga sampai sekarang, makam beliau pun dikenal sebagai makam yang “merakyat” terbuka dan tidak tertutup sebagaimana makam orang suci lainnya. Dimana banyak makam orang suci  yang bahkan tidak bisa dilihat karena tertutup bangunan atau kain selubung yang sengaja dipasang agar tidak bisa diakses semua kalangan. 

Kondisi semacam ini pula yang menghadirkan kritik dari Dr. Mahrus el Mawa yang menilai perlu adanya ketegasan agar semua pengurus makam tidak semena-mena dalam melakukan rehab situs makam kuno pada tokoh sejarah. Paling tidak, Universitas sebagai rumah para sarjana dan peneliti harus melakukan aksi kongkrit untuk mencegah rusaknya situs. Disamping melakukan riset untuk menjaga keberlanjutan informasi sejarah seobyektif mungkin kepada generasi mendatang.

Ustadz Syaukani Ong juga menyoroti gejala makin lemahnya implementasi ajaran Kanjeng Sunan Ampel dan para wali lainnya dalam praktek beragama dan bermasyarakat dewasa ini. Padahal Islam memiliki ajaran mulia yang sangat kongkrit dalam membangkitkan kehidupan peradaban yang lebih bermartabat secara sosial, ekonomi dan spritual. Semua wali memiliki spirit ajaran yang sama, yakni menjadi pendakwah yang dermawan dan tidak sibuk mengejar uang semata.

Dengan menceritakan pengalaman pribadinya, Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia Surabaya ini merasa sedih karena banyak generasi muda Islam yang cerdas tidak bisa mengakses pendidikan tinggi hanya karena persoalan dana. Padahal Umat Islam di Indonesia adalah mayoritas, tetapi kesadaran untuk mendukung generasi muda yang berpotensi dalam berkarya masih sangat kurang dibandingkan umat beragama lainnya di Indonesia. “Kita harus membangkitkan kembali warisan spritual Kanjeng Sunan Ampel yang tidak cinta dunia, tetapi menjadikan dunia sebagai wasilah perjuangan menuju cita-cita mulia Rahmatan Lil Alaamin.”

Diakhir sesi, Dr. Wasid menegaskan, bahwa perjuangan para wali terutama Kanjeng Sunan Ampel dalam menebarkan ajaran Islam bukan saja bersifat kultural tetapi juga struktural. Dengan memanfaatkan jejaring sosial politik, Kanjeng Sunan Ampel bisa dengan sangat efektif mengislamkan wilayah pesisir Utara Jawa dengan jalan damai. Tanpa harus berkonfrontasi dengan pusat kekuasaan Majapahit, Kanjeng Sunan Ampel terus bergerak dan mengkader para santri sebagai penerus dan pejuang dakwah Islam di Tanah Jawa dan bahkan di seluruh wilayah Nusantara.

Inilah catatan ringkas dari apa yang disampaikan oleh para narasumber. Tentu catatan ini mengandung unsur subjektif, karena ada interprestasi yang bisa jadi berbeda dari apa yang dimaksudkan oleh para narasumber tersebut. Namun ikhtiar untuk menghidupkan kembali nilai ajaran Kanjeng Sunan Ampel disepakati oleh semua narasumber sangat penting dilakukan, dan UIN Sunan Ampel Surabaya adalah salah satu lembaga yang paling bertanggungjawab untuk melakukan pekerjaan mulia ini.