Suasana Aula B3 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel tampak lebih hidup dari biasanya. Puluhan mahasiswa dari berbagai semester Program Studi Agama-Agama berkumpul mengikuti talk show bertema “Dari Konflik ke Harmoni”, yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Agama-Agama (HMP SAA). Acara ini menjadi wadah refleksi bersama mengenai pentingnya dialog antaragama dalam membangun masyarakat yang damai dan toleran.
Talk show yang dimoderatori oleh Tazkiyya Zuyin Naila ini menghadirkan Moh. Aan Anshori, S.H., M.H., seorang aktivis dialog antaragama yang juga menjabat sebagai Koordinator Jaringan Intelektual Antaragama dan Dialog (JIAD) Jawa Timur. Kehadirannya membawa nuansa inspiratif, sekaligus membuka cakrawala berpikir peserta mengenai pentingnya komunikasi lintas iman, tidak hanya sebagai konsep ideal, tetapi sebagai kebutuhan nyata dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia.
Dalam paparannya, Aan Anshori menekankan bahwa dialog antaragama bukanlah sekadar pertemuan seremonial, melainkan upaya tulus untuk memahami perbedaan dan menemukan titik temu dalam kehidupan bersama. Ia menyebutkan bahwa sikap intoleran sering kali lahir dari dua hal: bias kognitif dan budaya negatif yang diwariskan tanpa disadari. Oleh karena itu, menurutnya, penting bagi generasi muda untuk melatih keterbukaan berpikir dan aktif menyuarakan toleransi, baik di ruang-ruang pendidikan maupun media sosial.
Aan juga membagikan beberapa pengalaman pribadinya dalam menjalankan misi dialog di berbagai wilayah, mulai dari Indonesia hingga luar negeri. Ia mengangkat contoh-contoh model dialog komunitas di Eropa, program perdamaian di Timur Tengah, serta gerakan sosial berbasis agama di Amerika Latin. Semua kisah itu memberi gambaran bahwa dialog, jika dilakukan secara jujur dan inklusif, mampu mengubah konflik menjadi jembatan menuju harmoni.

Sharing Session Talkshow. (Sumber: Dokumentasi Primadi)
Salah satu hal menarik dari sesi ini adalah saat Aan mengingatkan kembali tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW pernah membangun dasar kehidupan harmonis lewat Piagam Madinah, yang kala itu mampu menyatukan umat Yahudi, Nasrani, dan Muslim dalam satu komunitas. Pesan sejarah ini menjadi penguat bahwa nilai-nilai dialog dan toleransi sejatinya telah menjadi bagian dari tradisi keislaman sejak awal.
Antusiasme peserta semakin terasa saat sesi tanya jawab dibuka. Mahasiswa aktif mengajukan pertanyaan seputar isu-isu global seperti konflik sosial, keadilan gender, hingga ketimpangan sosial, semua dalam bingkai pentingnya dialog lintas agama. Suasana diskusi pun berlangsung hangat dan penuh semangat.
Arya, mahasiswa semester dua yang juga menjadi ketua pelaksana acara, dalam sambutannya menyampaikan harapan besar dari terselenggaranya talk show ini. Ia berharap kegiatan semacam ini tidak berhenti pada diskusi semata, tetapi bisa berlanjut menjadi gerakan nyata dalam kehidupan kampus dan masyarakat luas. “Kami ingin menjadikan ini sebagai langkah awal dari banyak aksi nyata yang akan kami lakukan ke depan,” ujarnya penuh semangat.
Acara yang dimulai pukul 09.00 pagi ini ditutup dengan pesan reflektif bahwa menciptakan harmoni tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi dari berbagai unsur – mulai dari pemerintah, akademisi, hingga masyarakat sipil. Peserta juga diajak untuk terlibat dalam program lanjutan seperti diskusi rutin dan kegiatan pengabdian masyarakat yang digagas oleh HMP SAA.
Dengan terselenggaranya acara ini, UIN Sunan Ampel sekali lagi menunjukkan komitmennya dalam merawat nilai-nilai inklusivitas dan perdamaian. Talk show “Dari Konflik ke Harmoni” bukan hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menyalakan semangat mahasiswa untuk menjadi agen perdamaian di tengah masyarakat yang kian beragam. Sebuah langkah kecil, namun bermakna, menuju kehidupan yang lebih harmonis bagi semua.
Penulis: A. Gaus Rafsanjani
Editor: Sulthan Rake Anjaz