Himpunan Mahasiswa Program Studi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) resmi memulai program kajian bulanan mereka yang bertajuk Faith Discourse. Kegiatan ini menjadi langkah awal yang bertujuan memperluas wawasan mahasiswa tentang isu-isu sosial dan keagamaan kontemporer, dengan sentuhan reflektif dan kritis terhadap perkembangan zaman.
Pada edisi perdana ini, tema yang diangkat cukup relevan dan menarik, yakni “TikTok: Pembentuk Norma Baru di Era Kontemporer”. Tema ini berhasil menarik perhatian peserta, mengingat pengaruh besar platform tersebut dalam membentuk cara berpikir generasi muda saat ini.
Diskusi yang berlangsung di Kopi Juang, Jl. Jemursari Raya, menghadirkan dua narasumber, salah satunya adalah Lia Hilyatul Masrifah, M.A. dosen Sosiologi Agama di UINSA. Dalam pemaparannya, Lia menjelaskan bahwa TikTok bukan hanya sekadar media hiburan, tetapi juga telah menjadi sarana pembentuk nilai, norma, bahkan tafsir keagamaan di kalangan generasi muda. Ia menekankan bahwa realitas sosial itu terus berubah secara cepat, dan kita dituntut untuk mampu menyesuaikan diri serta membangun pola pikir yang dinamis. Lia juga menambahkan bahwa era globalisasi menghadirkan tantangan sekaligus peluang, sehingga kemampuan beradaptasi dan berinovasi menjadi kunci utama dalam menghadapi dinamika sosial yang kian kompleks.
Diskusi ini turut mengangkat beberapa fenomena menarik di TikTok, seperti maraknya konten ceramah singkat berdurasi satu menit, tren keagamaan saat Ramadan, hingga munculnya selebritas religi yang viral. Fenomena ini mencerminkan kaburnya batas antara ruang publik dan privat, antara konten hiburan dan ekspresi keagamaan. Hal ini mengundang pertanyaan kritis dari salah satu peserta diskusi, seorang mahasiswa semester 4, tentang bagaimana menjaga diri agar tidak terbawa arus konten yang secara nilai bertentangan dengan prinsip agama dan sosial. Menjawab pertanyaan ini, Lia menekankan pentingnya literasi digital dan kemampuan berpikir kritis. “Satu-satunya cara adalah dengan mengurangi perilaku konsumtif terhadap media sosial. Konsumtif di sini tidak hanya sebatas materi, tapi juga pola pikir, prinsip hidup, dan tindakan sehari-hari,” jelasnya.

Faith Discourse Perdana (Sumber: Dokumentasi pribadi).
Meskipun jumlah peserta yang hadir masih terbatas sekitar sepuluh orang, semangat dan antusiasme peserta patut diapresiasi. Gaus, penanggung jawab kegiatan ini, menyampaikan bahwa “keterbatasan jumlah peserta kemungkinan disebabkan oleh jadwal Ma’had yang berbarengan, serta karena ini adalah edisi pertama dari kajian tersebut. Ia menuturkan bahwa pihaknya akan terus berinovasi agar kajian seperti ini bisa semakin dikenal dan diminati, terutama oleh mahasiswa semester awal,” ujarnya.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa minat mahasiswa terhadap kajian ilmiah dan keagamaan masih perlu ditumbuhkan. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi baru seperti menghadirkan dosen yang komunikatif dan membahas tema-tema yang relevan dengan kehidupan mahasiswa saat ini. Dengan begitu, kajian bukan hanya menjadi rutinitas formal, tapi juga ruang intelektual yang menyenangkan dan inspiratif.
TikTok sebagai bagian dari budaya digital hari ini tidak bisa diabaikan dalam kajian sosial dan agama. Mahasiswa sebagai agen perubahan perlu membekali diri dengan literasi media dan wawasan kritis agar tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga pelaku aktif dalam membentuk norma dan nilai sosial yang lebih sehat dan bijak.
Penulis: A. Gaus Rafsanjani
Editor: Sulthan Rake Anjaz