Column

Oleh: Dr. Iksan, M. Pd

Kalimat yang menjadi judul ini adalah kalimat yang diucapkan oleh seorang kawan mahasiswa asli Australia di ANU kepada saya. Tatkala kalimat tersebut diucapkan pertama kali dan saya dengar pertama kalinya, sentak membuat saya tertegun. Saya yang melalui jenjang pendidikan strata satu hingga strata tiga saya di Indonesia yang sudah terbiasa beranggapan dan menemui kenyataan adanya peraturan tidak tertulis yang menyatakan bahwa suara pembimbing adalah suara ‘tuhan’ seperti menemukan kenyataan adanya “dunia” lain. Ya, perkataan para dosen pembimbing bagi mahasiswanya di Indonesia adalah bak firman-firman Tuhan yang harus direspons dengan kata sami’na wa ata’na, sendiko dawuh, atau setidaknya direspons dengan gaya prajurit militer, “siap, ndan!”. Perkataan pembimbing atau promotor tak bisa ditentang karena mereka punya kuasa “tanda tangan sakti”, tanpa tanda tangan mereka, skripsi, tesis, dan disertasi tak dapat diajukan untuk diuji dan tak dapat diajukan untuk disahkan, walau sebagus apapun naskah tersebut.

Di Indonesia, ada semacam saran psikologis bahwa kalau ingin lancar hendaklah ikuti apa kata dosen pembimbing atau promotor “tanpa tapi”. Jangan harap kita bisa berkata, “tapi maksud saya begini, tapi ingin saya begini, tapi ini lho yang saya ingin saya jelaskan” semua itu hampir tidak ada dalam kamus bimbingan mahasiswa di kampus Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) tempat saya melalui jenjang kesarjanaan saya. Banyak para mahasiswa di Indonesia, datang ke dosen pembimbingnya dengan draf, dan mereka menerima coretan-coretan dosen pembimbing yang meliuk-liuk bagaikan ular di halaman-halaman draf karya tulis ilmiah mereka tanpa menerima penjelasan kenapa hal tersebut dicoret. Hal yang ia tahu, saat pembimbing mencoret-coret drafnya maka kewajibannya adalah memenuhi saran coretan-coretan tersebut. Jadi jangan harapkan ada diskusi setara antara mahasiswa dan dosennya.

Memang tidak semua dosen pembimbing di Indonesia melakukan hal seperti itu. Ada pula dosen-dosen yang sudah memperlakukan mahasiswanya dengan manusiawi dan mendudukkan mereka sebagai kawan sharing pengetahuan, cuma ya begitu, harus diakui bahwa dosen yang hal itu kebanyakan adalah mereka yang lulusan luar negeri atau mereka yang punya pengalaman studi di luar negeri. Walau tidak semua dosen lulusan luar negeri melakukan hal seperti itu karena banyak pula yang masih kolotan dan kembali ke habitat psikologi akademis di kampus-kampus di Indonesia.

Menjadi Dosen Yang Subtantif

Setelah kepulangan saya ke Indonesia, saya memilih untuk rehat sejenak dari perjalanan mencari ilmu. Saya putuskan untuk mengajar kembali di Surabaya. Satu tahun di Australia telah memberikan saya perspektif baru tentang bagaimana menjadi dosen yang baik. Lebih tepatnya mungkin adalah saya mulai menemukan bagaimana sebenarnya menerapkan adult learning dengan lebih bijak dan sesuai. Saya menghargai para mahasiswa sebagaimana saya dihargai oleh para profesor saya di Australia. Salah satu teknik dalam adult leaning yang sering dilupakan orang adalah seni mendengar dan mencoba berpikir dalam perspektif mereka.

Saya menjadi orang yang relatif tidak rewel terkait urusan pakaian dan alas kaki mahasiswa saya karena menurut hemat saya hal itu bukanlah sesuatu yang esensial. Bagi saya jika mereka bisa menikmati kelas dengan style mereka, kenapa tidak?! Bukankah salah satu cara agar transformasi pengetahuan dan penggalian pengetahuan baru itu hadir adalah para mahasiswa haruslah merasa nyaman dengan suasana kampus dan dengan suasana kelas. Dengan begitu saya berharap mereka dapat mengeluarkan potensi optimal mereka. Saya juga selalu bilang pada mahasiswa, “saya ingin memberikan kalian nilai A bahkan A+ tapi berikan saya bukti bahwa kalian memang pantas mendapatkannya”. Saya tidak segan-segan memberikan bimbingan secara pribadi pada mahasiswa yang berada di bawah performance dan nasehat bagaimana cara dia agar dapat meningkatkan performance-nya.

Hanya selalu satu yang saya tekankan tatkala dalam sebuah riset dirimu setuju dengan apa yang disampaikan oleh dosen penguji ataupun oleh dosen pembimbing, maka janganlah saat terdesak, Anda melakukan defense dengan berkata, “Ini disuruh dosen saya”. Apa yang Anda tulis adalah tulisan Anda, kami para dosen hanya asisten riset Anda, Anda lah pemilik tulisan Anda.

(tulisan ini adalah versi singkat dari book chapter saya di Buku “Terobosan Akademik Australia-Indonesia)