Pada Kamis (08/5), Himpunan Mahasiswa Progam Studi Ilmu Hadis (HMPS Ilha) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) sukses menggelarkan acara Simposium yang bertema “Urgensi dan Relevansi Studi Hadis dalam Dinamika Kehipan di Era Kontemporer”. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan berpikir kritis di era kontemporer ini. Acara ini dihadiri sekitar 156 peserta, serta dihadiri oleh mahasiswa perwakilan kampus UIN Madura dan UIN Malik Malang yang diadakan di Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya.
Acara diawali dengan pembacaan tilawah oleh Aida Hidayatul. Sebelum memasuki rangkaian acara inti, seluruh peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars UINSA. Selanjutnya, sambutan dari Raihan Ramadan, selaku ketua pelaksana. Dalam sambutannya, ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam menyukseskan acara ini. Ia juga berharap kegiatan ini dapat memotivasi generasi muda untuk terus mempelajari hadis di era kontemporer. “Semoga semangat mencintai hadis tetap menyala, di mana pun bumi kita pijak,” ujarnya.
Tema ini dipilih karena melihat adanya penurunan minat terhadap studi hadis, yang kini mulai tergeser oleh dominasi disiplin ilmu lain. Melalui simposium ini, diharapkan semangat pengkajian hadis dapat kembali dibangkitkan agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Selanjutnya, sambutan dari Ketua Jurusan Ilha yakni Dr. Ida Rochmawati, M.Fil.l. Beliau menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini sebagai bentuk kontribusi nyata mahasiswa dalam pengembangan keilmuan hadis. Hal senada juga disampaikan Dr. Andi Suwarko, S.Ag, M.si selaku Wakil Dekan III FUF. Beliau turut menyampaikan rasa bangganya terhadap mahasiswa Ilha yang berhasil menggelar kegiatan berskala nasional dengan penuh semangat dan dedikasi. Keduanya menekankan pentingnya peran aktif mahasiswa dalam menghidupkan kajian keislaman, khususnya hadis, di tengah dinamika zaman yang terus berkembang.

Sesi pemaparan materi oleh narasumber (Sumber: Dokumentasi Tim Media Center FUF)
Acara ini menghadirkan dua narasumber hebat, yakni Prof. Dr. K.H. Nasrullah, Lc., M.Th.I., Guru Besar Ilmu Hadis UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Dr. K.H. Muhid, M.Ag., seorang cendekiawan muslim. Diskusi dipandu oleh Ananda Prayogi, S.Ag. sebagai moderator. Dalam sesi pemaparan materi, Prof. Dr. K.H. Nasrullah, Lc., M.Th.I., menyampaikan pentingnya pendekatan keilmuan dalam memahami hadis di era kontemporer. Menurutnya, relevansi hadis tidak terletak pada perubahan teks, melainkan pada cara memahami dan mengkontekstualisasikannya dengan tantangan zaman. Ia menegaskan bahwa tidak ada agama tanpa hadis, dan keberadaan hadis tidak bisa dipisahkan dari peran ilmu.
Lebih lanjut, Prof. Nasrullah menjelaskan bahwa kajian hadis kontemporer mencakup beberapa aspek penting, antara lain: pendekatan tekstual yang umum digunakan di pesantren salaf, pemaknaan kontekstual terhadap hadis, dan fenomena living hadis atau praktik hidup masyarakat terhadap hadis. Ia juga menyoroti banyaknya hadis palsu yang beredar di tengah masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah, seperti ungkapan populer an-nazhāfatu minal īmān yang kerap disampaikan tanpa kejelasan sumber.
Prof. Nasrullah juga menekankan pentingnya perhatian terhadap transmisi hadis di era digital. Dalam ruang digital, terjadi perebutan otoritas keilmuan, di mana banyak pihak mengklaim keabsahan dan memberikan tafsiran yang beragam terhadap hadis. Oleh karena itu, diperlukan sikap kritis dan pemahaman yang mendalam agar hadis tetap terjaga otoritasnya dan relevan dengan kehidupan umat saat ini. otoritas hadis terjadi di ruang digital, memunculkan klaim keabsahan dan tafsirraan yang beragam.
Pemateri kedua, Prof. Dr. K.H. Muhid, M.Ag., menegaskan bahwa dakwah harus adaptif terhadap perkembangan zaman. Ia menyampaikan bahwa tanpa kepedulian terhadap era digital, pesan keagamaan akan sulit diterima masyarakat. Era digital, menurutnya, justru menjadi sarana yang aman untuk melestarikan karya ulama salaf. Ia juga menyoroti pentingnya peran mahasiswa Ilmu Hadis dalam menyaring informasi keagamaan yang beredar di media sosial. “Dakwah kita tidak boleh kalah oleh teknologi,” jelasnya.
Dari pemaparan kedua narasumber, dapat disimpulkan bahwa kajian hadis di era kontemporer menuntut pendekatan yang integratif antara keilmuan, konteks sosial, dan pemanfaatan teknologi. Hadis tidak cukup dipahami secara tekstual semata, tetapi juga perlu dikontekstualisasikan agar tetap relevan dan tidak kehilangan otoritasnya di tengah derasnya arus informasi digital. Peran mahasiswa Ilmu Hadis sangat penting dalam menjaga otentisitas dan nilai-nilai luhur hadis, sekaligus menjadi agen dakwah yang mampu menjawab tantangan zaman.
Setelah pemaparan materi dari kedua narasumber, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung secara interaktif. Para peserta tampak antusias mengajukan pertanyaan, terutama terkait tantangan menyebarkan hadis sahih di tengah maraknya informasi keagamaan yang simpang siur di media sosial. Serta menjadi ajang diskusi yang memperkaya wawasan peserta, sekaligus memperkuat kesadaran akan pentingnya literasi keislaman yang bertanggung jawab di tengah derasnya arus digital.
Penulis: Nadia Dina Azkiya
Editor: Siti Uswatun Khasanah