TIDURLAH DAN MAKSIMALKAN SEMANGAT
Oleh: Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
اِذْ يُغَشِّيْكُمُ النُّعَاسَ اَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطٰنِ وَلِيَرْبِطَ عَلٰى قُلُوْبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الْاَقْدَامَۗ
“(Ingatlah,) ketika Allah membuatmu mengantuk agar engkau merasakan ketenangan dari-Nya, dan Dia menurunkan hujan dari langit untuk menyucikanmu dengannya, menghilangkan darimu kotoran setan, serta untuk menguatkan hatimu, dan memperkokoh telapak kami(mu),” (QS. Al Anfal [8]: 11).
Pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan, Allah menurunkan 1.000 malaikat dari langit untuk memperkuat pasukan Islam dalam perang Badar, sesuai dengan doa Nabi SAW. Sebelumnya, Nabi gelisah, sebab pasukannya yang hanya 300 orang harus berhadapan dengan musuh berkekuatan 1.000 pasukan terlatih dan mendapat dukungan semua tokoh terkemuka Makkah. Sebagai kelanjutan, ayat yang dikutip di atas menjelaskan, kegembiraan Nabi dengan datangnya pasukan malaikat itu, ditambah lagi kegembiraan lain berupa tidur nyenyak dan turunnya hujan yang lebat, sehingga pasukan Nabi bisa minum dan bersuci dari hadas. Hujan itu juga membuat gurun yang berdebu menjadi padat, tak berdebu, sehingga memudahkan pasukan dan kuda untuk menjelajahi medan, dan tidak takut terperosok ke dalam pasir.
Nabi SAW mengetahui jumlah pasukan musuh berdasar laporan mata-mata mereka yang tertangkap. Mereka menceritakan, “Sekitar sembilan atau sepuluh ekor unta yang disembelih setiap hari.” Nabi menyimpulkan, jumlah tentara mereka 1.000 orang, dengan asumsi, setiap ekor unta biasanya dimakan 70-100 orang. Tawanan itu juga menjelaskan, ‘Amr bin Hisyam, yang terkenal dengan panggilan Abu Jahal juga ikut memimpin pasukan mereka.
Di tengah kecemasan Nabi dan pasukannya, Nabi SAW mengadu, “Wahai Allah, jika pasukan kami kalah dalam perang ini, maka terkuburlah agama-Mu.” Apalagi, ini perang besar pertama yang dialami Nabi SAW. Dari sorot mata Nabi, Abu Bakar, r.a memahami beban berat di atas pundak Nabi. Maka, ia berusaha meyakinkan dan menyemangati Nabi, bahwa semua pasukan tetap setia kepadanya. Ali bin Abi Thalib, r.a menceritakan, semua pasukan Islam pada saat itu mengantuk, lalu banyak di antara mereka tidur nyenyak. Hanya Nabi yang terjaga dan terus shalat. Pada saat mereka tidur itulah, hujan turun deras sampai memenuhi galian penampungan air. Usai doa itu, Umar bin Khattab, r.a berkata, “Sungguh, saya merasakan para malaikat telah turun di tengah-tengah kita.”
Tidak lama kemudian, Nabi SAW yang sedang terkantuk-kantuk di bawah tenda, tiba-tiba berdiri, lalu memberitahu Abu Bakar, r.a, ”Bergembiralah, wahai Abu Bakar. Sekarang, para malaikat telah datang.” Nabi SAW keluar kemah dan membaca firman Allah,
سَيُهْزَمُ ٱلْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ ٱلدُّبُرَ
“Pasukan (kafir pada perang Badar) pasti akan dilumpuhkan, dan mereka mundur (jauh) ke belakang” (QS. Al Qamar [54]: 45).
Menurut Ibnu Hisyam, semula Nabi memilih pangkalan pasukan di tempat yang tak memungkinkan dibangun penampungan air. Lalu, Al Habbab ibnul Mundzir, r.a bertanya, “Wahai Rasulullah, keputusan ini wahyu ataukah pendapat tuan sendiri?” “Pendapat pribadi” jawab Nabi. “Jika bukan wahyu, sebaiknya kita berpindah ke tempat yang lebih strategis, yang memungkinkan dibangun penampungan air hujan,” usul Ibnul Mundzir setelah mengetahui pasukan musuh berada di lokasi sumber air. Nabi SAW menjawab, “Setuju. Pendapatmu benar.”
Tidur nyenyak yang dirasakan pasukan Islam benar-benar menghilangkan kecemasan mereka menghadapi pasukan musuh yang lebih kuat, dan ketakutan kehabisan air. Air hujan yang turun deras juga menyenangkan, sebab mereka bisa bersuci, karena sebagian sahabat mimpi basah malam itu. Wudu dan mandi juga membersihkan kotoran batin, berupa takut, cemas, dan pesimis yang dihembuskan setan. Pagi harinya, mereka bangun lebih segar dan mental yang lebih tegar.
Ada tiga pelajaran berharga dari ayat ini. Pertama, jika Allah berkehendak menolong hamba-Nya, maka Ia melakukannya dengan cara-cara di luar nalar manusia, termasuk ribuan malaikat yang diturunkan dari langit. Kedua, wudu dan mandi berfungsi menyucikan manusia dari lintasan hati yang negatif, seperti kecemasan, ketakutan, dan keputusasaan, yang semua itu adalah bisikan setan yang menyesatkan. Ketiga, air yang menyegarkan dapat menambah kenikmatan tidur, yang amat dibutuhkan untuk kebugaran tubuh dan penghilang stres. Oleh sebab itu, Al Qur’an berkali-kali mengingatkan pentingnya air dan tidur yang cukup. Tidak sedikit orang sakit fisik karena kekurangan air, dan sakit mental dan fisik karena kekurangan tidur. Maka, berwudu atau mandilah sebelum tidur, agar tidur lebih berkualitas. Saya yakin, dengan cara itu, Allah akan memberi tambahan kenikmatan berupa perjumpaan dengan Nabi SAW dalam tidur itu. Dari sinilah kita baru bisa memahami firman Allah,
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦ مَنَامُكُم بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱبْتِغَآؤُكُم مِّن فَضْلِهِۦٓ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah tidurmu di waktu malam dan siang hari, dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, pada kejadian yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mau mendengar” (QS. Ar-Rum [30]: 23).
Sumber: (1) Hamka, Tafsir Al Azhar, juz 9, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985, p. 260-263, (2) Qureish Shihab, M, Tafsir Al Misbah, Vol.4, Penerbit Lentera Hati, Jakarta, 2012, p. 477-478.