Column

Siti Musfiqoh*

(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”.

(QS Ibrahim [14]:7).

 “Siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, ia tidak dapat mensyukuri yang banyak. Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia maka ia belum berterima kasih kepada Allah. Menceritakan nikmat Allah adalah termasuk syukur dan meninggalkannya termasuk kufur. Kebersamaan itu adalah rahmat dan perpecahan itu adalah adzab…”

 (al-Hadits: HR Ahmad dan dihasankan oleh Syaikh al-Bani).

Terima kasih terjemahan dari kata syukur merupakan salah satu ajaran dasar di hampir setiap agama dan memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan manusia, baik dalam hubungan dengan Tuhan Sang Pencipta maupun sesama makhluk. Dalam perspektif ekonomi, syukur dapat dipahami sebagai sebuah ekspresi yang tidak hanya melibatkan perasaan atau ungkapan, tetapi juga menjadi dasar tindakan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial, ekonomi, dan spiritual. Dalam konteks ini, ekspresi syukur dapat dilihat sebagai bentuk investasi individu dan dalam hubungan sosial-ekonomi yang lebih luas. Islam, sebagai agama yang sangat menekankan pentingnya syukur, memandang ekspresi syukur tidak hanya sebagai suatu kewajiban spiritual, tetapi juga sebagai suatu nilai yang harus diwujudkan dalam tindakan sosial-ekonomi. Syukur, dalam perspektif Islam, menjadi penggerak untuk berbagi dengan sesama, mengurangi ketimpangan sosial, dan menciptakan keadilan ekonomi, bagaimana ekspresi syukur dapat berfungsi sebagai investasi untuk kesejahteraan ekonomi, baik dalam skala individu, sosial, maupun masyarakat secara keseluruhan.

Sebagaimana tersurat secara langsung dalam ayat ke tujuh surat al-Hasyr, Allah menegaskan atas pembagian harta (rampasan) yang harus didistribusikan secara merata kepada semua golongan, dan secara khusus disebutkan supaya harta tidak beredar di antara orang-orang kaya saja. Ayat ini menginspirasi manusia untuk selalu berbagi.

Terima kasih dalam konteks Islam dan Ekonomi

Syukur (الشكر) dalam bahasa Arab berarti penghargaan atau terima kasih, yang mengandung makna rasa puas dan pengakuan terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah. Berterima kasih memiliki peran penting dalam membangun hubungan sosial yang positif dan harmonis, meskipun tampak sederhana, cara berterima kasih yang efektif mencerminkan rasa hormat dan pengakuan terhadap bantuan, kebaikan, dan atau dukungan yang diberikan oleh orang lain. Dalam berbagai budaya, ungkapan terima kasih dapat disampaikan dengan beragam cara, baik secara lisan, tulisan, maupun melalui tindakan nyata. Cara berterima kasih yang baik tidak hanya melibatkan kata-kata, tetapi juga harus disertai dengan sikap tulus, empati, dan kesadaran akan pentingnya hubungan timbal balik. berterima kasih dapat memperkuat ikatan emosional, meningkatkan kesejahteraan mental, serta menciptakan lingkungan sosial yang lebih saling mendukung dan penuh rasa syukur. Dengan memahami dan menerapkan cara berterima kasih yang tepat, individu dapat memperkaya kualitas hubungan interpersonal dan membangun budaya saling menghargai dalam masyarakat.

Dalam konteks ekonomi, syukur dapat dipahami sebagai pengakuan terhadap karunia dan sumber daya yang Allah berikan, dan kemudian diterjemahkan dalam tindakan yang tidak hanya bertujuan untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kebaikan orang lain dan masyarakat. Rasa syukur memiliki efek berganda—syukur terhadap nikmat Allah akan mendatangkan keberkahan lebih dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Dengan demikian, syukur tidak hanya memberi manfaat secara spiritual, tetapi juga memiliki dimensi praktis dalam memperbaiki kondisi ekonomi. Dalam kajian Antropologi Ekonomi Islam, cara berterima kasih memiliki dimensi yang lebih luas dan mendalam, terkait dengan prinsip-prinsip ekonomi dan sosial yang diajarkan dalam Islam. Berterima kasih dalam konteks ini tidak hanya dipahami sebagai ungkapan rasa syukur secara pribadi, tetapi juga sebagai bagian integral dari hubungan ekonomi yang berlandaskan pada keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan bersama. Islam menekankan pentingnya rasa syukur terhadap segala pemberian Allah, baik dalam bentuk materi maupun non-materi, yang berimplikasi pada bagaimana individu atau kelompok berinteraksi secara ekonomi. Konsep berterima kasih dalam Islam membentuk pola perilaku ekonomi, memperkuat solidaritas sosial, serta menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Berterima kasih dapat berkontribusi pada pembentukan nilai-nilai ekonomi yang berbasis pada keberkahan, kerjasama, dan keberlanjutan sosial dalam masyarakat. Cara berterima kasih ini merupakan refleksi dari komitmen moral dan sosial dalam membangun kesejahteraan kolektif.

Ekspresi Syukur dalam Bentuk Tindakan Ekonomi

Dalam ekonomi Islam, syukur diwujudkan dalam berbagai bentuk tindakan melalui berbagai instrumen infaq, sedekah, wakaf, zakat, dan muamalah yang adil, yang tidak hanya berfokus pada pencapaian materi tetapi juga pada kesejahteraan, dengan ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang mendukung kesejahteraan sosial masyarakat secara luas. Islam mengajarkan bahwa kekayaan yang dimiliki seseorang bukan semata-mata milik individu, tetapi amanah yang harus dibagikan kepada orang yang membutuhkan, sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat-Nya.

Rasa syukur dalam Islam sangat berkaitan dengan kesejahteraan ekonomi. Allah berjanji dalam Al-Qur’an, sebagaimana dalam Surah Ibrahim (14:7), bahwa jika umat-Nya bersyukur, maka nikmat-Nya akan ditambahkan. Hal ini dapat diterjemahkan dalam konteks ekonomi bahwa keberkahan dalam rezeki dan sumber daya akan datang kepada mereka yang bersyukur dan berbagi dengan orang lain. Interaksi ekonomi sangat memperhatikan dimensi sosial dan moral. Dalam transaksi jual beli, misalnya, berterima kasih diartikan sebagai saling menghormati dan menjaga hak-hak sesama, seperti tercermin dalam Hadis: “Sesungguhnya perdagangan yang baik adalah yang dilakukan dengan niat ikhlas, tanpa penipuan, dan dengan rasa terima kasih atas transaksi yang terjadi.” Hal ini menunjukkan bahwa etika berterima kasih dalam Islam mengarah pada praktik ekonomi yang etis dan berlandaskan pada keadilan. Berterima kasih juga berfungsi untuk mempererat solidaritas sosial. Konsep ini mengajarkan bahwa kesejahteraan sosial dan ekonomi hanya dapat tercapai jika ada saling menghargai dan membantu di antara anggota masyarakat. Sistem ekonomi Islam, melalui instrument infaq, sedekah, dll. mendorong terbentuknya rasa syukur kolektif yang memperkuat solidaritas dan meminimalkan kesenjangan sosial. Dalam pandangan ekonomi Islam, berterima kasih dapat dipandang sebagai bentuk investasi sosial yang mendatangkan manfaat jangka panjang. Membantu sesama dan berterima kasih dengan cara yang tulus akan memperkuat jaringan sosial yang bermanfaat bagi semua pihak. Ini merupakan bagian dari prinsip maslahah yang sesuai dengan maqasid al-syariah dalam ekonomi Islam, di mana setiap individu berusaha mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan.

Rumah bagi mimpi besar

Tempat bersatu dalam visi yang terang

Setiap huruf, kata, kalimat,  angka toex belajar

Ada semangat juang yang tak pernah padam dan selalu terundang

Dari setiap sudut ruang penuh dengan ide

Bersama membangun, dan tumbuh berkembang

Kekuatan tim yang solid menembus lanjut batas episode

Menyusun strategi tundukkan tantangan dalam perjalanan panjang

Menanam dedikasi nilai-nilai luhur

Dibimbing prinsip integritas yang penuh inovasi

Keberlanjutan, keadilan, kerjasama tersusun teratur

Bertekad menyatu memberi kontribusi terbaik berbentuk aksi

Terima kasih Indonesia

Di sanalah aku berdiri

Terima kasih UINSA tercinta

Harum namamu nan abadi

لاَ تَحْتَقِرْ مَنْ دُوْنَكَ فَلِكُلِّ شَيْئٍ مَزِيَّةٌ  ……  

Smoga bermanfaat,

# dari lower menuju middle hingga high class

# senyumlahtandasyukur&bahagia

# istiqomahdalambekerja

#SalamSehatwalAfiyah

# اللهم بحسن الخاتمة