Prof. Dr. Hj. Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara/Sekretaris Komisi Etik Senat UINSA Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya adalah salah satu fakultas tertua di lingkungan universitas tersebut yang dewasa mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan perkembnagan UIN Sunan Ampel Surabaya sendiri tentunya.
Awalnya bernama Fakultas Syariah, fakultas ini didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 1965, yang juga meresmikan pembukaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel di Surabaya. Fakultas ini kemudian berkembang dan kini dikenal sebagai Fakultas Syariah dan Hukum, yang mempelajari ilmu hukum dan Syariah Islam.
Fakultas Syariah didirikan pada tahun 1965 sebagai salah satu dari tiga fakultas pertama di IAIN Sunan Ampel. Seiring waktu, fakultas ini mengalami perkembangan dan perubahan nama menjadi Fakultas Syariah dan Hukum, yang mencerminkan cakupan studinya yang lebih luas.
Pada tahun 1975, beberapa jurusan mulai dibuka di Fakultas Syariah, antara lain Jurusan Qodlo’ (Q), Jurusan Muamalah Jinayah (MJ) dan Tafsir Hadits (TH) dengan SK. No. 147/SK/IAIN/P/75 pada tanggal 1 Juli 1975. Saat ini, Fakultas Syariah dan Hukum memiliki 7 (tujuh) program studi yaitu Prodi Hukum Keluarga Islam, Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Prodi Hukum Pidana Islam, Prodi Hukum Tata Negara, Prodi Perbandingan Mazhab, Prodi Ilmu Falak, dan Prodi Hukum. Selain itu juga berdiri Program studi Magister Hukum Tata Negara.
Fakultas ini berperan penting dalam pengembangan ilmu hukum dan syariah Islam, serta berkontribusi pada peradaban masyarakat dan bangsa. Sungguh perjuangan yang luar biasa.
Melihat cakupan studi yang bervariasi tersebut, pada Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya dikenal berbagai variasi metodologi penelitian yang digunakan. Meski demikian sebagai karakter Fakultas Syariah dan Hukum yang mengkaji ilmu hukum, maka tidak dapat melepaskan diri dari karakter sue generis ilmu hukum sendiri – termasuk juga dengan metodologi penelitian yang digunakan. Dua hal inilah yang akan penulis paparkan dalam kesempatan ini, yaitu penelitian dogmatik ilmu hukum. Mengapa? Karena penulis menemui hasil penelitian mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya yang luar biasa tetapi ada yang mis, karena seharusnya yang diteliti menggunakan penelitian dogmatik (normatif), tetapi analisis yang digunakan penelitian empiris – bahkan cenderung ulasan politis. Bagi yang paham tentang tipologi metodologi penelitian tentunya akan bertanya-tanya, penelatian luar biasa – tetrapi ada yang kurang nyambung dalam metodologi dan analisisnya. Yang menjadi pertanyaan apakah peneltiian hukum tidak boleh menggunakan peneltiian empiris? Jawabannya sangat boleh. Hanya saja memang dari awal di metode penelitiannya harus dinyatakan sebagai penelitian empiris dan/atau penelitian lapangan (field research), bukan penelitian normatif (dogmatik). Jika metode yang digunakan adalah penelitian dogmatik ya harus konsekuen dengan bagaimana penelitian dogmatik tersebut (keistiqomahan).
Penelitian Domatik Ilmu Hukum
Penilitian normatif (dogmatik), yang ditujukan untuk menemukan atau merumuskan argumentasi hukum, melalui analisis terhadap pokok permasalahan. Jadi kajian dogmatik hukum berfokus pada hukum positif, antara lain: (1) mempelajari aturan hukum dari segi teknis; (2) berbicara tentang hukum; (3) bicara hukum dari segi hukum; dan (4) bicara problem yang konkret.
Memang harus diakui bahwa di sisi lain juris Indonesia berusaha mengangkat derajat keilmuan hukum dengan mengempiriskan ilmu hukum melalui kajian-kajian sosiologik. Ini merupakan salah satu sebab terjadinya berbagai kerancuan dalam usaha pengembangan ilmu hukum [seolah-olah ilmu hukum termasuk cabang ilmu sosial – padangan ini adalah salah kaprah]. Melalui kajian ini sebagian juris Indonesia menjadi kehilangan kepribadian dan konsekuensi. Usaha ke empirisasi ilmu hukum diantaranya dilakukan dengan menerapkan metode-metode penelitian sosial dalam kajian hukum normative. Langkah ini dilakukan dengan merumuskan format-format penelitian hukum yang dilatarbelakangi oleh metode penelitian sosial [penelitian empirik], sehingga timbul kejanggalan-kejanggalan dengan pemaksaan format penelitian ilmu social dalam penelitian hukum nirmatif, seperti: (1) perumusan masalah dengan kata bagaimana – seberapa jauh, dan lain-lain; (2) sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data; dan (3) populasi dan sampling.
Dalam penelitian hukum normatif tidak dikenal pengumpulan data (yang ada [pengumulan bahan hukum), selain itu seorang penelitian hukum normatif tidak boleh membatasi kajiannya hanya pada satu undang-undang saja. Dia harus melihat keterkaitan undang-undang tersebut dengan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian populasi dan sampling tidak dikenal dalam penelitian hukum normatif.
Menetapkan metode penelitian hukum dalam cakupan yang lebih luas [pengkajian ilmu hukum], seharusnya beranjak dari hakekat kelilmuwan hukum. Ada 2 (dua) pendekatan yang dapat dilakukan untuk menjelaskan keilmuwan hukum dan dengan sendirinya membawa konsekuensi pada metode kajiannya, yaitu: Pertama, pendekatan dari sudut falsafah ilmu. Dari sudut ini ilmu hukum memiliki dua sisi tersebut. Pada satu sisi ilmu hukum dengan karakter aslinya sebagai ilmu normatif dan pada sisi lain ilmu hukum memiliki segi-segi empiris. Sisi empiris tersebut yang menjadi kajian ilmu hukum empiris seperti sociological jurisprudence, dan socio legal jurisprudence. Dengan demikian dari sudut pandang ini, ilmu hukum normatif metode kajiannya khas, sedangkan ilmu hukum empiris dapat dikaji melalui penelitian kuantitatif atau kualitatif, tergantung sifat datanya.
Kedua, pendekatan dari sudut pandang teori hukum. Pendekatan dari sudut pandang teori hukum, ilmu hukum dibagi atas 3 (tiga) lapisan utama, yaitu dogmatik hukum, teori hukum [dalam arti sempit], dan filsafat hukum. Ketiga lapisan tersebut pada akhirnya memberi dukungan pada praktek hukum, yang masing-masing mempunyai karakter yang khas, sehingga dengan sendirinya juga memiliki metode yang khas. Persoalan tentang metode dalam ilmu hukum merupakan bidang kajian teori hukum [dalam arti sempit]. Dengan pendekatan yang obyektif seperti tersebut di atas dapatlah ditetapkan metode mana yang paling tepat dalam pengkajian ilmu hukum.
Berdasarkan paparan tersebut menjadi jelas, bahwa metode penelitian dalam hukum merupakan suatu pilihan. Artinya apakah peneliti hukum akan mengambil metode empiris atau metode normatif dalam peneltian hukumnya. Meski demikian yang terpenting adalah, bahwa saat menentukan pilihan tersebut seorang penelitian sudah paham benar karakater dari masing-masing metodologi tersebut. Contoh dari judul penelitian berikut dapat membedakan antara penelitian Nomraif dan penelitian Empiris
Penelitian Normatif | Penelitian Empiris |
Penetapan Masa Jabatan Jaksa Agung Menurut UU Kejaksaan dalam Sistem Penetapan Masa Jabatan pejabat Negara Berdasarkan UUDNRI 1945 | Urgensi Reformasi Pilkada dalam Meminimalisasi Money Politic Perspektif Negara Hukum Pancasila |
Ratio Decidendi Hakim Mahkamah Konstitusi Tentang Pemilu Serentak di Indonesia | Pengaruh Koalisi Partai Politik di Parlemen Terhadap Pembentukan Undang-undang |
Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Pasca Berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 TentangAdministrasi Pemerintahan | Implementasi Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2021 Tentang PPKM Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa-Bali Dalam Hal Pembatasanusaha Event Plannerdi Kota Surabaya |
Konflik Norma dalam Penyelenggaraan Pemilu di NAD | Problematika Rangkap Jabatan Pegawai ASN sebagai Komisaris BUMD |
Catatan: dalam penelitian Normatif tidak dikenal kata-kata ’urgensi, pengaruh, dampak, implementasi, problematika, dan lain-lain.”
Sistematisasi Penelitian Normatif
Dalam penelitian normatif, dikenal beberapa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Pertama, Pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan menjadi yang utama karena kajian penelitian hukum ini bersifat yuridis normatif. Penelitian hukum yang dilakukan merupakan penelitian dengan mencari bahan-bahan dari Undang-Undang Dasar maupun undang-undang yang berkaitan pokok permasalahan. Misalnya seorang penelitian akan mengkaji tentang Kedudukan Wakil Presiden Yang Mandiri selaku Lembaga Negara Konstitusional, maka peneliti tersebut harus mencari aturan hukum yang terkait dengan Kedudukan Wakil Presiden, dan juga peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewenangan Wakil Presiden Yang Mandiri selaku Lembaga Negara Konstitusional dari aturan hukum yang ada sekarang dan aturan hukum pernah berlaku.
Kedua, pendekatan komparatif (comparative approach) digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan aturan-aturan hukum terkait dengan kedudukan, fungsi, dan kewenangan lembaga Wakil Presiden. Pendekatan komparatif ini akan membandingan dengan beberapa negara dengan sistem presidensiil yang perlu dikomparasi dengan negara Indonesia, miaalnya: Amerika Serikat, Filipina, dan lainnya.
Ketiga, pendekaan historis (historical approach) nantinya akan ditelaah dari sudut pandang sejarahnya, dengan tujuan untuk mencari sejarah kedudukan, tugas dan wewenang Wakil Presiden. Adapun pendekatan historis ini akan mengulas tentang sejarah yang pernah dilakukan oleh Wakil Presiden Yang Mandiri selaku Lembaga Negara Konstitusional yang pernah terjadi di Indonesia.
Keempat, pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus (case approach) dalam penelitian hukum adalah pendekatan yang digunakan dengan menelaah kasus-kasus yang relevan dengan isu hukum yang sedang diteliti. Kasus-kasus tersebut harus memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), artinya sudah menjadi putusan pengadilan yang sah. Dengan mempelajari kasus-kasus ini, peneliti dapat memahami bagaimana penerapan norma dan kaidah hukum dalam praktik, serta bagaimana pengadilan menerapkan hukum dalam berbagai kasus
Kelima, pendekatan konsep (concept approach). Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) adalah pendekatan yang beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandang doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Misal pada kajian di atas, pendekatan ini digunakan untuk mencermati dan melakukan kajian konsep atau gagasan hukum tentang pengaturan doktrin seperti konsep lembaga negara, lembaga negara konstitusional, dan lain-lain.
Selain pendekatran dimaksud, yang tidak kalah poentingnya dalam penelitian normatif adalah pengumpulan bahan hukum. Bahan hukum ini bersumber dari: Pertama, Bahan Hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, meliputi: norma atau kaidah dasar, peraturan Dasar, dan peraturan perundang-undangan. Kedua, Bahan Hukum Sekunder yang digunakan adalah kajian Pustaka yang bersumber dari karya ilmiah berupa buku-buku teks, kamus hukum, jurnal ilmiah di bidang hukum, hasil penelitian dan lain-lain yangh berkaitan dengan permasalahan dalam tesis ini.
Bahan hukum yang telah dikumpulkan dan dihimpun (diinventarisasi), selanjutnya disistematisasi (diidentifikasi dan diklasifikasi) dengan menggunakan sistem kartu catatan, yang terdiri dari kartu abstrak, kartu kutipan, dan kartu analisis (atau dijadikan satu kartu catatan) untuk dijadikan alat dalam proses pemecahan masalah hukum (legal problem solving).
Analisi bahan hukum dilakukan untuk menilai hukum positif dan fakta hukum dengan menggunakan ilmu hukum. Pada penelitian normatif, analisis bahan hukum hakekatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis bahan hukum, yaitu: (1) memilih pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah kedudukan, fungsi, dan wewenang Wakil Presiden Yang Mandiri selaku Lembaga Negara Konstitusional; (2) membuat sistematisasi dari pasak-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu; dan (3) bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan ini kemudian dianalisis.
Sebagai alat bantu analisis, dipergunakan metode interpretasi hukum. Pengunaan metode interpretasi yang tepat diperlukan untuk menjawab setiap isu hukum dengan menganalisis bahan hukum yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Metode interpretasi hukum yang digunakan adalah interpretasi sistematika (kaitan ketentuan perundang-undangan dalam keseluruhan aturan dan/atau pasal-pasal secara utuh), dan metode interpretasi gramatikal (dari segi Bahasa),
Interpretasi sistematika digunakan untuk menjelaskan hubungan dan kaitan antara pasal-pasal dalam UUDNRI 1945 maupun UU terkait. Misal pada contoh kajian di atas adalah pasal-pasal dalam UUDNRI 1945 maupun UU terkait dengan lembaga kepresidenan khususnya Kedudukan, Tugas dan Wewenang Wakil Presiden. Sedangkan interpretasi gramatikal digunakan untuk memahami konsep-konsep dan pengertian-pengertian hukum, baik yang digunakan dalam UUDNRI 1945 maupun yang digunakan dalam UU terkait Kedudukan, Tugas dan Wewenang Wakil Presiden.