Column
Oleh: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sungguh Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al Isra’ [17]: 1)

Pada ayat-ayat penutup surat nomor 16 (An-Nahl), Allah SWT memuliakan Nabi Ibrahim a.s dengan pujian sebagai mukmin pilihan yang taat, beriman, dan akan bahagia dunia dan akhiratnya. Sebagai kelanjutan, ayat pembuka surat nomor 17 (Al-Isra’) yang dikutip di atas, Allah menjelaskan kemuliaan Nabi SAW, sebagai hamba-Nya yang diberi kehormatan untuk bertemu langsung dengan-Nya di langit tertinggi setelah menempuh perjalanan dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina.

Dalam ayat ini, Allah menyebutkan hanya dua masjid, yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa, tanpa menyebutkan Masjid Nabawi di Madinah. Sebab, masjid yang disebut terakhir belum ada. Tiga masjid inilah yang termulia di dunia. Allah berfirman dalam hadis qudsi,

مَنْ زَارَنِي فِي بَيْتِي اَوْ فِي مَسْجِدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَوْفِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَمَاتَ مَاتَ شَهِيْدًا (رواه الديلمي عن انس رضي الله عنه)

“Siapa yang datang ke Rumah-Ku (Masjidil Haram), atau Masjid Rasulullah SAW, atau Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa), lalu meninggal dunia, maka ia meninggal sebagai syahid” (HQR. Ad-Dailamy dari Anas r.a).

            Kemuliaan tiga masjid tersebut dipertegas Nabi SAW,

صَلَاةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ مِائَةُ اَلْفِ صَلَاةٍ ، وَ صَلَاةٌ فِى َمَسْجِدِيْ اَلْفُ صَلَاةٍ وَفِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَمْسُمِائَةِ صَلَاةٍ

“Shalat di Masjidil Haram senilai seratus ribu shalat; shalat di masjidku (Madinah) senilai seribu shalat, dan shalat di Baitul Maqdis senilai lima ratus shalat” (HR. Al-Baihaqy dari Jabir, r.a)

            Mengapa tiga masjid di atas menjadi masjid termulia? Sebab, ketiganya memiliki sejarah panjang yang menentukan perjalanan dakwah Nabi SAW. Pertama, Masjidil Haram. Kemuliaan masjid ini berada pada rangking satu, sebab di dalamnya terdapat ka’bah yang menjadi kiblat muslim sedunia untuk shalat, thawaf haji dan umrah. Shalat di masjid ini bernilai 100.000 shalat. Titik letak ka’bah ditentukan pertama kali oleh Nabi Adam, a.s atas petunjuk Allah SWT. Titik itu secara horizontal berada persis di tengah bumi, dan secara vertikal segaris lurus dengan Baitul Ma’mur (QS. At-Thur 5) yang berada di langit ketujuh. Setiap hari, 70.000 malaikat mengelilingi tempat ini secara bergantian sampai hari kiamat.

            Ketika Adam mendapat perintah thawaf di ka’bah sebagaimana dilakukan malaikat di Baitul Ma’mur, ia bertanya, “Wahai Allah, zikir apa yang sebaiknya dibaca anak cucu saya ketika mengelilingi ka’bah?” Allah menjawab, “Bacalah zikir yang dibaca malaikat di langit itu, yaitu, subhanallah, wal hamdu lillah, wa la-ilaha illallah wallahu akbar.” Senangkan hati kita ketika membaca zikir itu, sebab ketika membacanya, zikir kita tersambung secara vertikal dengan gema puluhan ribuan zikir malaikat yang sedang thawaf di langit ketujuh, dan secara horizontal tersambung dengan zikir jutaan orang yang sedang berhaji atau umrah di Makkah.

            Kedua, Masjidil Aqsa. Dalam hadis riwayat Ahmad, Nabi SAW menyebut masjid ini “al mansyar wal mahsyar.” Artinya, di lokasi inilah bibit manusia ditebarkan, dan ddi tempat itu pula kelak manusia dikumpulkan pada hari kiamat. Orang yang melakukan shalat di masjid termulia kedua ini senilai 500 shalat di masjid lainnya. Masjid ini dikuasai orang Islam sejak Umar bin Khattab, r.a, lalu direnovasi berkali-kali oleh generasi sesudahnya. Saat itu, orang Yahudi dan Nasrani juga menghormatinya. Oleh sebab itu, orang Islam, Yahudi dan Kristen melakukan ibadah di dalamnya dengan damai.

            Setelah perang dunia kedua, Inggris membantu orang Yahudi mendirikan negara Israil dengan cara mengusir penduduk muslim ke perbukitan yang tandus. Setelah itu, masjid ini dibongkar sesuai dengan desain mereka, dan orang Islam tidak diberi keleluasaan ibadah di dalamnya. Pengusiran serupa terulang lagi pada 2024 ini dengan senjata mutakhir yang menelan puluhan ribu penduduk Palestina, semata-mata demi perluasan Israil.

            Masjid inilah yang juga dijadikan Nabi SAW untuk persinggahan sejenak setelah berangkat dari Masjidil Haram di Makkah untuk selanjutnya mikraj ke langit tertinggi (sidratul muntaha). Sebelum take-off, Nabi melakukan “reuni” dengan nabi-nabi sebelumnya.

            Ketiga, Masjid Nabawi di Madinah. Titik letak masjid ini ditunjuk Allah melalu seekor unta. Ketika Nabi SAW memasuki Madinah, para tokoh di Madinah berebut agar rumahnya dijadikan tempat singgah Nabi. Nabi SAW meminta mereka untuk membiarkan unta yang dinaiki berhenti di mana pun, dan di situlah Nabi SAW akan tinggal. Di tempat inilah, Nabi membangun rumah kecil untuk tinggal, yang kemudian dijadikan masjid. Bekas tempat tinggal Nabi SAW bersama Aisyah inilah yang disebut Raudlah, tempat paling mustajab untuk semua doa, dan tempat inilah yang menjadi icon kota Madinah.

            Tulisan ini sekaligus doa agar Palestina segera merdeka, dan muslim sedunia bisa leluasa haji dan umrah di tiga masjid tersebut. Berbahagialah siapa pun yang shalat di tiga masjid ini. Jika ia wafat ketika berada di tiga masjid itu, Allah mencatatnya sebagai syuhadak.

Sumber: (1) KH. M. Ali Usman dkk, Hadis Qudsi, CV. Diponegoro, Bandung, 1979, cet V, p. 371-373 (sudah fix mhn ditambah dari Hamka) (2) Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz 15, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985, p. 7-20