Column UINSA

RAMADAN PERTAMA DENGAN PEMIMPIN TERTINGGI MUSLIM PERTAMA DI SKOTLANDIA

TOUR DAKWAH DI LONDON (13)

Humza Haroon Yousaf (https://en.wikipedia.org/wiki/Humza_Yousaf)

Ia juga muslim pertama yang berhasil menjadi Menteri Utama Skotlandia, sebuah jabatan tertinggi di wilayah itu. Prestasinya menambah rekor keberhasilan kelompok minoritas dalam jabatan-jabatan penting di Inggris raya”.

Oleh: Moh. Ali Aziz

Dalam perjalanan ke Islamic Centre Indonesia London untuk buka bersama dan kajian Islam, saya mendapat berita yang menggembirakan dunia Islam.

Humza Haroon Yousaf (baca: Hamza Harun Yosef) dilantik sebagai First Minister di Skotlandia, sebuah jabatan itu setingkat gubernur di Indonesia.

“Alhamdulillah, alhamdulillah, Allahu Akbar,” kata saya sambil menikmati kursi empuk di lantai atas bus kota.

Amat senang, sebab, itu berarti saya penceramah Indonesia pertama, yang diundang untuk mengisi kegiatan Ramadan pertama, dalam kepemimpinan muslim tertinggi pertama di Skotlandia.

Juga persis bersamaan dengan kegiatan saya sebagai pengisi kegiatan Ramadan pertama kali di gedung bekas sinagog dan gereja, yang berhasil dibeli muslim Indonesia pertama kali di Inggris Raya untuk masjid dan pusat kegiatan Islam.

Keberhasilan Humza Haroon Yousaf itu bukan main-main.

Mantan menteri kesehatan itu adalah muslim pertama yang memimpin Partai Nasionalis Skotlandia (NSP), partai terbesar di Inggris Raya.

Ia juga muslim pertama yang berhasil menjadi Menteri Utama Skotlandia, sebuah jabatan tertinggi di wilayah itu.

Prestasinya menambah rekor keberhasilan kelompok minoritas dalam jabatan-jabatan penting di Inggris raya.

Ketika pelantikan Humza Yousaf itu dilakukan, masyarakat muslim London sedang bersuka-cita merayakan Ramadan dengan 3.000 lampu bertuliskan “Happy Ramadan” di jantung kota.

Sebuah pemandangan langka yang didesain oleh walikota muslim pertama di London, Shidiq Khan.

Depan Universitas Glasgow Skotlandia (DOK)

Saya tak sabar. Ingin segera mengunjungi University of Glasgow Skotlandia, tempat kuliah Humza Yousaf.

Sebagai dosen Public Speaking, saya ingin tahu, bagaimana ia belajar di kampus ini, sehingga menjadi orator yang hebat.

Bagaimana pula, pria muda dan tampan (37 tahun) yang dilahirkan oleh ayah berdarah Pakistan dan ibu berdarah Kenya Afrika itu tumbuh menjadi politikus yang tangguh dalam melawan pelecehan rasisme dan diskrimasi.

Termasuk yang dirasakan orang tuanya yang miskin sejak memasuki Inggris 60 tahun silam.

Tak kalah pentingnya, bagaimana ia menghadapi dengan percaya diri ancaman pembunuhan pada saat-saat berkampanye.

Semua rasa ingin tahu saya itu tak terjawab. Sebab, waktu berkunjung hanya 60 menit. Saya harus mengatur jadwal kegiatan dakwah selanjutnya.

Tak perlu menyesal. “Hidup Masih Koma, Belum Titik,” judul buku saya yang saya ingat untuk menumbuhkan keyakinan, suatu saat akan saya temukan jawabannya.

Patung Adam Smith dalam kampus (DOK)

“Lho mas Toriq, itu patung siapa?,” tanya saya.

Toriqul Hajjil Akbar pasti lelah, telah sekian lama mengantar saya.

Demikian juga saya,  sama-sama berpuasa lima belas jam dengan cuaca amat dingin.

Apalagi, sebelumnya kami menjumpai anak-anak muda yang menyeruput kopi panas di sebuah restoran. “Huw.. baunya amat menggoda,” batin saya.

“Itu patung Adam Smith ustad,” jawabnya.

“Kapan kampus UINSA bisa mendunia dan bersejarah seperti ini,” tanya istri saya.

“Insya-Allah suatu saat bisa,” kata saya optimis.

Dalam mobil, Mas Toriq menjelaskan panjang lebar tentang riwayat ilmuwan yang terwakili dalam patung itu.

Saya yang semula agak mengantuk, bangun lagi tertarik mendengarkannya.

“Adam Smith yang lahir di kota Skotlandia adalah pelopor ekonomi modern melalui karya besarnya, The Wealth of Nations. Ia memasuki kampus U of G ketika berusia 13 tahun,” jelasnya.

“Apa mas U of G itu?” tanya saya.

“Itu singkatan yang umum untuk University of Glasgow.” Ia lalu berkelakar, “Kajian ekonomi tanpa mengutip karya-karya besar Ketua Dewan Logika University of Glasgow ini rasanya tidak sah.”  

Sekarang, ganti saya yang memancing tawa, “Mas, apa Adam Smith sudah meninggal dunia, dan di mana makamnya? Saya mau nyekar, mumpung Ramadan” Ha ha ha.

Lorong kampus yang unik, yang pernah dijadikan lokasi shooting film “Ayat-ayat Cinta” (DOK)

Ketika menyusuri lorong-lorong yang amat klasik keluar dari kampus, saya juga berpikir, bagaimana cara belajar, pola hidup dan pola makan ilmuwan besar pada abad 18, seperti Adam Smith ini.

Tiba-tiba, di lorong-lorong unik tempat shooting film yang terkenal di Indonesia,“Ayat-ayat Cinta” itu, saya menerima WA dari saudara saya di Sidoarjo, Subiakto,

“Pak, selamat menikmati kota surga dan pusat ilmu, ya.”

Maka, teringatlah saya nama James Watt yang juga lahir di Skotlandia dan terkenal dengan temuan mesin uapnya.

Ia mendirikan 18 pabrik mesin uap di kota tempat Universitas Glasgow ini berdiri. Sebelum bersekolah, ia banyak belajar dari ibunya di rumah, sebab fisiknya lemah dan mudah sakit kepala.

Benar sekali kata orang bijak,

“Sentuhan ibu penentu kebesaran nama anak di kemudian hari.”

Benar pula pesan motivator, “Jangan menyerah menatap masa depan hanya karena kondisi fisik.”

(Bersambung).