Column UINSA

PROFESOR ITU BERTANYA SOAL BEKAS HITAM DI DAHI

TOUR DAKWAH DI LONDON (10)

Menikmati Buka Puasa KBRI ke 2 (DOK)

Bagi yang sekarang pada dahinya terdapat bekas sujud, sebaiknya berhati-hati menata hati. Jangan sampai ketika ditanya orang tentang bekas hitam di dahi itu, lalu dijawab, “Inilah tanda orang yang banyak bersujud.”

Oleh: (Moh. Ali Aziz)

ACARA berbuka kedua yang diadakan KBRI London pada hari ini (1/4/2023) lebih membludak daripada Sabtu pertama.

“Nanti kita mulai lebih awal pak. Sayang sekali jika materi tidak bisa tuntas,”

Kata panitia ketika melewati depan istana Buckingham dalam perjalanan menuju KBRI.

“Oh, ini to mas yang sering kita lihat di TV itu,” kata istri saya senang.

Acara pelatihan shalat bahagia dilaksanakan setiap Sabtu menjelang berbuka dengan durasi 45 menit.

Sebab, panitia harus menunggu sebagian peserta yang datang dari jauh. Bahkan ada yang harus oper KA tiga kali.

“Wah sakit. Sakit benar pak,”

Teriak beberapa peserta sambil tertawa kecil ketika saya minta mereka praktik rukuk dengan menarik pundak ke depan dan mengangkat pantat sekuatnya.

Lalu, mereka yang tidak kuat itu duduk kembali.

“Tidak mengapa. Hanya karena bapak ibu belum terbiasa,” jawab saya menyemangati.

“Tapi, bagi saya, punggung terasa lega. Hati ini plong, beban hidup terasa lebih ringan, ketika dalam rukuk itu kita ikhlas, dan yakin, yakin, yakin bahwa Allah mengasihi kita, lalu kita berpasrah kepada-Nya,”

Sahut ketua Bank Mandiri London sambil memegang dadanya. Ia memang satu-satunya peserta yang saya minta naik panggung untuk praktik rukuk dengan posisi yang benar dan perenungan yang panjang.

“Pak, benarkah bekas hitam di dahi yang disebabkan bersujud menjadi penyelamat kita dari neraka? Jika ya, berarti kita harus menghitamkan dahi kita?”

Tanya Prof. Dr. Khairul Munadi, atase Pendidikan dan kebudayaan KBRI London.

“Bekas sujud di dahi yang disebut dalam Al Qur’an itu bukan dahi ini pak Prof. Dahi merupakan simbol kepribadian. Artinya, semua ucapan dan tingkah laku kita harus mencerminkan bahwa kita penyandang kemuliaan berkat kekhusyukan sujud kita kepada Allah,”

Jawab saya singkat sambil melepas kopyah dan menunjuk dahi.

“Oh, begitu,” kata para pelajar dari beberapa perguruan ternama di Inggris yang duduk paling depan. 

Saya juga menambahkan, bagi yang sekarang pada dahinya terdapat bekas sujud sebaiknya berhati-hati menata hati.

Jangan sampai ketika ditanya orang tentang bekas hitam di dahi itu, lalu dijawab,

“Inilah tanda orang yang banyak bersujud.”

Hadirin terpingkal-pingkal, termasuk Prof. Dr. Fitri Arnia, istri atase dikbud KBRI yang berada di barisan ibu-ibu.

“Pamer kesalehan termasuk perusak iman yang paling membahayakan,” kata saya.

350 peserta yang terdiri dari wakil Dubes, staff KBRI, pelajar, dan pekerja berdesakan, lebih-lebih ketika pengaturan lingkaran lesehan untuk menikmati hidangan.

Saya pun terjepit di pojok. Tapi, tak terasa bagi saya, karena terharu melihat masyarakat Indonesia berakrab-ria, bersemangat mengaji, dan beribadah di London.

“Mana soto dan krupuknya?,”

Kata salah satu pelajar sambil berdiri menghampiri temannya.

Buka Bersama KBRI ke 2 (DOK)

Di tengah-tengah kemeriahan buka puasa itu, saya dikejutkan dengan kedatangan dua mahasiswi,

“Om, kami berdua adalah putri Papa Asfar. Doakan ya om, studi kami lancar,” pintanya.

“Alhamdulillah, ketemu di sini mbak,” jawab saya dengan senang bertemu keluarga sendiri.

 Mereka adalah putri Dr. Muhammad Asfar, Direktur Pusdeham (Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia).

Dua putri Dr. Mohammad Asfar (DOK)

“Malam ini, hanya ada shalat Maghrib dan Isyak. Tanpa tarawih. Sebab, isyak kita sekarang cukup malam,” kata panitia.

Muazin dengan suara merdu

Ketika azan Isyak dikumandangkan, saya terkejut.

Ternyata, yang mengumandangkan adzan dengan suara dan lagu Madinah itu adalah pemuda dengan celana jeans dan berambut pirang.

“Great. Your azan is excellent,”

Kata saya sambil merangkul pundak pelajar asal Sulawesi itu sebelum saya memimpin shalat isyak.