Surabaya 12 Juli 2025 – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya kembali menunjukkan komitmennya dalam menciptakan ruang kolaboratif antara dunia akademik dan kerja-kerja sosial masyarakat. Pada Jumat, 11 Juli 2025, berlangsung sebuah diskusi hangat yang membahas desain program kemitraan antara Prodi Sosiologi FISIP UINSA dan NGO Hutan Cempaka. Program yang dirancang bertajuk “Sekolah Pendampingan Desa dan Socio Entrepreneur” ini akan menjadi wahana pengembangan kompetensi mahasiswa sekaligus medium pengabdian nyata di tengah masyarakat desa.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh dosen, mahasiswa, serta perwakilan dari NGO Hutan Cempaka, berbagai ide dan pengalaman mengalir begitu cair. Salah satu yang paling menarik datang dari paparan Bu Dwi Setianingsih, M.Si., dosen Sosiologi yang telah lama terlibat dalam kerja-kerja pendampingan komunitas. Ia menyampaikan inovasi yang sedang dikembangkan oleh kelompok petani kopi dampingan NGO tersebut—yaitu penggunaan barcode pada setiap pohon kopi. Barcode ini memuat informasi lengkap mulai dari jenis tanaman, usia pohon, hingga kepemilikan dan riwayat penanaman. Melalui sistem ini, transparansi dan keterlacakan produk kopi dapat dijaga, bahkan konsumen nantinya dapat mengetahui langsung siapa petani di balik secangkir kopi yang mereka nikmati.
Inovasi ini memadukan kearifan lokal dengan pendekatan digital yang cerdas, membuka peluang bagi mahasiswa untuk belajar langsung dari praktik lapangan yang relevan dengan perkembangan zaman. Selain itu, diskusi juga membahas bagaimana peran mahasiswa tidak hanya sebagai pelaksana pendampingan, tetapi juga sebagai mitra berpikir dalam membangun kewirausahaan sosial berbasis desa. Pendekatan ini tidak hanya mendekatkan mahasiswa pada masyarakat, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan problem solving, komunikasi lintas budaya, dan inovasi sosial.
Yang menarik, program ini sejatinya merupakan gagasan dan arahan langsung dari Wakil Dekan III FISIP UINSA, Dr. M. Ilyas Rolis. Beliau telah sejak awal mendorong agar kegiatan kemahasiswaan diarahkan pada proyek-proyek yang berakar kuat pada realitas sosial dan memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan. Sayangnya, pada hari pelaksanaan diskusi, Dr. Ilyas berhalangan hadir secara langsung. Hal ini pun tak luput dari perhatian peserta diskusi yang secara spontan melontarkan canda khas FISIP. “Ammmmpyuuuun nggih Pak Wadek, lagi-lagi lost dari bidikan kamera,” ujar salah satu peserta sambil tertawa. Ungkapan Jawa seperti “Allah mboten sare” pun muncul, meminjam gaya bahasa Pak Zaky, menyebut beliau sebagai sosok yang tawadlu’. Bahkan salah satu peserta berseloroh, “Kalau wali, beliau itu wali mastur”—sebuah candaan hangat yang menggambarkan kehadiran spiritual yang meskipun tak terlihat, tetap terasa dan mengarahkan.
Diskusi ini menjadi langkah awal yang menjanjikan. Semangat yang hadir tak hanya memantik optimisme, tetapi juga menegaskan bahwa kolaborasi antara kampus dan komunitas bisa menjadi ruang belajar yang saling memperkaya. FISIP UINSA kembali membuktikan bahwa pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan. Dan dari ruang diskusi sederhana itu, harapan tumbuh: bahwa mahasiswa akan hadir di desa bukan sebagai tamu, tetapi sebagai rekan seperjuangan dalam membangun perubahan dari akar rumput. (FyP)
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program FISIP UINSA, silakan kunjungi dan ikuti media sosial kami di Instagram.