POV Kepemimpinan
Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil, Ph.D
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya
Petang itu usai shalat maghrib. Di hari pertama mengikuti Simposum Nasional Digitalisasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama. Senen, 27 November 2023. Di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara. Kuisi waktu rehat pendekku kala itu dengan membuka akun media sosialku di platform Instagram. Betul-betul kuingin bersantai ria. Sambil melihat unggahan yang lagi ramai di jagat maya. Khususnya melalui kanal media sosial yang kupunya. Semua itu kulakukan usai pagi harinya melakukan perjalanan dari Surabaya. Sesampai di hotel siangnya, aku pun langsung ikuti acara. Hingga istirahat jelang maghrib bersama. Maka, rehat pendek itu adalah kebutuhan penting yang aku asa.
Tiba-tiba saja kuterpersona dengan sebuah unggahan video. Oleh seorang pemilik akun pengagum nilai dan praktik harmoni rumah tangga. Di bagian atas video itu ada pesan tulisan begini: “Ibu ini tidak sengaja menjatuhkan gelas di meja. Kemudian suami dan anaknya datang, dan lihat perlakuan mereka.” Karena ada kalimat “lihat perlakuan mereka”, seperti terlihat pada gambar hasil screenshot di bawah, akupun terdorong untuk pingin melihatnya. Pingin tahu detil isinya. Pingin mencerna lebih dalam. Kuputarlah video pendek itu. Kuikuti setiap detik sajian adegan yang ada di video itu. Apa yang terjadi pada sang isteri hingga gelas itu terjatuh dari meja. Lalu, kuikuti apa sikap dan perlakuan sang suami kepada sang isteri itu.
Foto Hasil Screenshot Video (27/11/2023)
Bergegaslah laki-laki itu ke arah isterinya. Kontan diabaikanlah semuanya olehnya. Dia abaikan lantai yang kotor, licin, bercampur air. Dia acuhkan pecahan gelas. Dia kesampingkan semuanya. Apalagi, dia menyaksikan sang isteri tampak bengong dan gugup di tengah-tengah pecahan gelas itu. Yang lalu dia lakukan cuma satu: memastikan isterinya aman dari pecahan gelas. Memastikan tak terjadi apa-apa pada kaki sang isteri. Lalu, digandenglah sang isteri. Dituntunlah sang pujaan hati. Untuk menjauh dan beralih ke bagian ruangan yang aman dari pecahan gelas. Setelah dipastikan aman, diperiksalah kaki sang isteri. Untuk memastikan tidak terluka. Tidak terkena percikan kaca gelas yang pecah karena terjatuh dari meja. Dan, syukur tidak berdarah karenanya.
Setelah dipastikan aman betul, diambillah sehelai kain bersih. Dipergunakan untuk membersihkan kaki sang isteri. Dilaplah kaki sang isteri. Dikeringkanlah kaki sang pujaan hatinya itu dari tumpahan air yang keluar bersama gelas yang terjatuh. Semua itu disaksikan oleh anak semata wayangnya di sebelah mereka. Anak balita itu melihat secara langsung dan secara dekat pemandangan apik dari fakta sigap-sayang antara ayah dan ibunya. Atas respon sang ayah terhadap kejadian dan musibah yang menimpa sang ibu. Begitu setianya sang ayah. Begitu dalamnya cintanya pada isterinya. Hingga semua dikesampingkan. Kecuali menyelamatkan sang isteri dari musibah yang menimpanya. Hingga semua pada isterinya dipastikan baik-baik saja.
Melihat pemandangan nan mulia di atas, akupun makin bersemangat untuk pingin tahu lebih jauh dari sekadar isi video itu. Kupelototi pesan di bawah video itu. Ada keterangan berbunyi begini: “Liked by justaivy_official and 267.262 others.” Disukai oleh akun justaivy_official dan 267.262 pemilik akun lainnya. Lebih dari itu, akupun pingin tahu lebih mendalam lagi dari apa komentar para netizen yang melihat video itu. Apa isi semuanya atas unggahan itu. Terpampanglah data kala itu bahwa video tersebut telah mendapat 2.522 komentar dari para warga maya. Itu artinya, video tersebut telah menarik perhatian banyak orang.
Akhirnya, kubukalah bagian awal dari komentar-komentar atas video itu. Seperti tampak jelas di bagian bawah, komentar-komentar itu menjelaskan tingkat penerimaan warga maya ke unggahan video itu. Ada yang lemah, dan ada pula yang tinggi tingkat penerimaannya. Saat tinggi, maka tingkat penerimaan dimaksud dapat dikonversi ke dalam bentuk persetujuan. Saat rendah, maka tingkat penerimaan dimaksud mewujud dalam bentuk ketidaksetujuan, dan bahkan ketidaksukaan. Gambar hasil screenshot di bawah ini sangat ilustratif. Hanya Sebagian saja. Untuk mewakili jumlah semuanya.
Foto Hasil Screenshot Komentar-Komentar Netizen (27/11/2023)
Lepas dari tingkat penerimaan di atas, kutemukan fakta menarik. Persetujuan dibarengi dengan doa dan harapan. Biasanya yang begini ini diberikan oleh warga maya berjenis kelamin perempuan. Doa disajikan agar masing-masing dari mereka kelak bisa memiliki suami dengan karakter seperti yang tersajikan dalam unggahan video dimaksud. Disampaikan oleh perempuan yang, tampak dari kalimatnya, belum menikah. Adapun harapan disampaikan oleh para perempuan yang sudah menikah. Tidak ada pilihan lain kecuali berharap. Agar suaminya bisa meniru lelaki berkepribadian baik seperti dalam video yang diuraikan di atas.
Adapun komentar netizen laki-laki hampir seragam. Mereka melihat bahwa perilaku lelaki seperti dalam video itu hanya ada dalam video semata. Bahkan, mereka mengeluarkan sindiran kepada para netizen perempuan. Bahwa lelaki seperti dalam video itu hanya ada di video semata. Tidak mewujud sehari-hari di alam nyata. Bahkan, melihat fakta saking banyaknya doa dan harapan oleh para netizen perempuan, netizen lelaki seakan terteror dengan doa dan harapan itu. Sebagian netizen lelaki pun membalasnya dengan ungkapan sinis. Itu tampak dari komentar di antara mereka, seperti begini: “Beda cerita kalau suami yang mecahin, bisa2 ngoceh tuh bibir atas ama bibir bawah.” Akupun bergumam dalam hati: He heeee…. Ada ada aja.
Akupun berkesimpulan: Semua itu karena POV. Soal point of view. Masing-masing punya sudut pandang. Nah, sudut pandang ini tidak tumbuh dan muncul di ruang kosong. Pengalaman masa lalu adalah pembentuk di antaranya. Positif atau negatif adalah hasilnya. Dan itu dimiliki oleh setiap kita. Karena setiap kita adalah makhluk sosial ciptaan-Nya. Tak pernah bisa hidup tanpa sekelilingnya. Karena itu, lingkungan sosial terdekat juga kerap menentukan sudut pandang yang ada. Maka, tak heran silang pandangan dan selisih penilaian selalu mengiringi hidup setiap kita. Tapi apapun yang terjadi, belajar dari sengkarut pandangan atas tayangan video penting juga dilakukan.
Apa yang ada dalam video viral di atas beserta seluruh komentar yang diberikan oleh para penikmat (viewers) atasnya adalah gambaran atas kenyataan sehari-hari. Suka atau tidak suka. Setuju atau tidak setuju. Begitulah kenyataannya. Ada yang ideal. Ada yang pula yang bikin kesal. Ada yang mulia. Ada pula yang tampak hina. Ada yang terpuji. Ada yang pula yang justeru bikin ngeri. Semua itu ada dalam kehidupan manusia. Ada dalam kenyataan hidup kita. Tak perlu ada yang terheran karenanya. Karena semua menjadi bagian dari fakta. Bisa muncul di satu orang, dan menjadi pelajaran bagi lainnya. Bisa mengena pada satu kelompok individu di sana, dan menjadi bahan pembelajaran bagi kelompok sisanya.
Yang dibutuhkan hanya satu: refleksi. Proses untuk mengambil inspirasi. Proses untuk menarik makna atas semua yang terjadi. Itu semua karena masing-masing anak manusia patut menjadikan kejadian apapun, dimanapun, dan oleh siapapun sebagai bahan untuk proses perenungan diri. Sebagai materi untuk aksi ambil pelajaran untuk diri sendiri. Agar timbul proses perbaikan tanpa henti. Menuju kualitas diri yang semakin hari semakin tinggi. Itulah harapan insani. Harapan semua orang yang tahu diri. Atas kebutuhan hidup yang tak boleh dibiarkan berlalu begitu saja tanpa ada arti.
Pengalaman sesama adalah pelajaran bagi semua. Itulah semangat refleksi yang harus selalu ada. Pada setiap babakan hidup yang tak pernah sempurna. Keterbatasan menjadi penyebabnya. Setiap kita tak akan mungkin mengalami semuanya. Bahkan, yang tidak dialami jauh lebih berlimpah dibanding yang dikira. Juga, yang di sana tak selalu menjadi yang dipunya. Di luar diri kita terlalu banyak yang tidak bisa kita alami sendiri secara nyata. Dalam situasi seperti ini, menjadikan pengalaman sesama sebagai pelajaran adalah rumus hidup yang sangat mulia. Bahkan, itu merupakan keniscayaan yang tak boleh dianggap angin lalu semata. Lantas, masing-masing kita tak pernah belajar atas lainnya. Tentu, bukan itu yang kita kehendaki bersama.
Video pendek yang diuraikan di atas memang berkaitan dengan materi dan setting kehidupan rumah tangga. Terutama antara ayah dan ibu. Dan anak balita menjadi saksi langsung atas apa yang terjadi dalam hubungan orang tuanya. Tapi, pesan video di atas bisa ditarik untuk banyak kebutuhan. Termasuk untuk kepentingan di tempat kerja. Khususnya apa yang oleh orang Barat modern disebut dengan industrial relation. Hubungan kekerjaan. Tempatnya bisa mana saja. Nama tempat kerjanya juga bisa apa saja. Bisa perusahaan. Atau kantor pemerintahan. Dan, tentu bisa pula kampus yang mempekerjakan pegawai dan melayani kebutuhan mahasiswa. Pegawai dalam kaitan ini bisa bernama dosen atau tenaga kependidikan.
Lalu, pesan apa yang bisa dipetik oleh kampus? Saya mencatat tiga pelajaran penting. Pertama, tetaplah konsisen memimpin kebajikan. Jangan hanyut oleh pesan yang berseliweran. Apalagi baper pada yang penuh silang tanggapan. Pastikan diri sebagai pribadi pemimpin yang mapan. Baik pikiran, perasaan, dan tindakan. Tidak hanyut oleh arus silang pendapat dan pandangan. Tetaplah kuat dengan standar nilai yang dianut. Karena, hanyut dan baper oleh arus silang selisih berarti sebuah kelemahan. Produk sebuah ketidakmandirian sikap dan tindakan. Kecuali jika arus itu sebuah kebajikan. Tak ada cara lain kecuali ikut melaksanakan. Turut menjadi bagian dari arus kebajikan yang demikian.
Beragamnya komentar warga maya atas unggahan video di atas penting menjadi pelajaran. Bahwa apapun silang selisih dari pendapat dan pandangan yang tercermin pada komentar warga maya atasnya, tetap saja video itu memberi banyak nilai kebajikan. Walaupun komentar berseliweran penuh silang selisih antara yang suka dan tidak. Kepemimpinan tak boleh berhenti hanya karena kontroversi. Kepemimpinan tak seharusnya mandeg hanya karena banyak silang selisih. Tak baik seorang pemimpin takut mengambil langkah kebijakan hanya karena banyak sengkarut tanggapan yang mungkin akan muncul di hadapannya. Karena, kebajikan tetap harus dijunjung tinggi dan direalisasikan. Melalui kebijakan yang harus segera dilahirkan.
Kedua, jangan jauh-jauh dari keharusan untuk bisa menjadi teladan. Pemimpin memiliki tugas untuk memimpin yang di bawahnya. Fungsi kepimpinan justeru terletak dari kemampuan untuk bisa menggerakkan mereka yang berada di bawahnya untuk menuju visi dan orientasi yang disepakati bersama. Kemampuan ini akan tertawan saat tak ada keteladan padanya. Antara yang diucapkan dan dilakukan tak pernah sama. Lalu orang mendengar ketidaksingkronan itu apa adanya. Bahkan melihatnya secara kasat mata. Isyarat bahwa nirketeladanan segera muncul sebagai akibatnya.
Orang pun lalu kehilangan kepercayaan. Sebagai akibat nihilnya integritas. Dan itu adalah awal bencana. Bagi kepemimpinan yang diharapkan hadir dengan manfaat yang ada. Pada diri siapa saja yang sedang mengemban amanah bersama. Menuju impian yang didamba. Video di atas memberi pelajaran betapa tindakan ayah pada sang bunda membuat sang anak mencerna dan kelak menjadikan keduanya sebagai idola. Itu karena kepercayaan yang ada pada dirinya atas kedua orang tuanya. Dia melihat langsung perilaku ayahnya kepada sang bunda. Betapa kasih dan sayang ditumpahkan oleh sang ayah kepada sang bunda. Terutama saat sang bunda mengalami musibah. Itu semua membangun kepercayaannya kepada kedua orang tua yang dikaguminya.
Ketiga, menjadi pemimpin jangan jaim. Jangan jaga imej. Jangan jawa. Jaga wibawa. Jaga imej dan jaga wibawa biasanya cenderug ke kepentingan pencitraan. Dirinya pingin dicitrakan sebagai individu yang baik. Individu yang selalu ingin dinilai sempurna dalam ukuran penampilan. Dalam kecenderungan ini, tampilan selalu dalam dan hasil setting-an. Semua disetel seakan-akan sempurna. Bahkan seakan-akan paripurna. Padahal, pemimpin yang baik menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini untuk dilakukan. Karena karakter tidak bisa dipaksakan. Karena itu, jangan lakukan praktik “jaim” dan “jawa”. Alih-alih, lakukan yang terbaik untuk semua warga. Yakni, para penerima manfaat yang dilahirkannya. Yang berada di bawah struktur kepemimpinannya.
Video yang diulas di atas memberi pelajaran bahwa sebagai pemimpin, lelaki yang menjadi suaminya tak malu dan canggung ngelap kaki isterinya. Dia sebelumnya juga menggandengnya menjauh dari pecahan gelas yang membahayakannya. Atas nama kasih sayang, dia lakukan itu semua. Atas nama tanggung jawab, dia ambil langkah itu untuk isterinya. Sebagai laki-laki, dia ambil tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Dia tunjukkan peran dan tugasnya sebagai kepala rumah tangga. Dengan begitu, isterinya merasa aman di dekatnya. Merasa nyaman dalam lindungannya. Begitulah memang seharusnya. Pemimpin selalu hadir dengan nilai ketulusan yang ditunjukkan ke yang lainnya. Untuk sebuah kinerja yang utama.
Mengapa pemimpin harus berperforma baik? Semua orang yang berada di struktur kepemimpinanya akan mendengar, melihat dan membicarakannya. Lembaga menjadi taruhannya. Karena itu, penting untuk mengambil pelajaran dari kasus sepasang suami-isteri dan anak balitanya dalam video yang diulas di atas. Tanpa harus disuruh dan diminta, sang anak balita langsung merekam kuat dalam ingatannya apa yang dilakukan oleh ayahnya kepada ibunya saat menjumpai sang ibu sedang terkena musibah gelas jatuh dan pecah. Sang balita itu akan mengambil pelajaran kuat bahwa lelaki yang baik adalah lelaki seperti ayahnya. Yang santun dan sayang kepada perempuan yang melahirkan dirinya. Lalu sang balita itu akan mengidolakan ayahnya sebagai referensi hidup yang nyata.
Begitu pula menjadi pemimpin di ruang publik. Orang banyak akan mendengar, melihat dan membicarakan setiap yang keluar dari kita. Apakah itu perkataan. Ataukah sikap. Ataukah juga perbuatan. Maka, berhati-hatilah menjadi pemimpin. Jangan abaikan persoalan perkataan, sikap, dan tindakan. Karena orang-orang di sekitar akan kerap dan selalu melihat, mendengar dan membicarakan. Kebaikan pemimpin justeru diawali dari pengendalian diri yang dipertunjukan. Untuk mencapai kinerja yang didambakan. Sisanya adalah satunya kata dan perbuatan dalam gerak langkah yang dilakukan.