Berita

Pada hari Rabu (26/6), International Conference on Muslim Society and Thoughts (ICMUST) 2024 menggelar sesi pleno kedua yang menghadirkan dua pembicara utama dari mancanegara. Bertempat di Ruang Sidang Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, acara tersebut menjadi salah satu sesi utama dalam ICMUST 2024 onferensi internasional yang mengusung tema “Re-centering Islamic Studies: Contemporary Discourses between Revealed Knowledge and Social Sciences”.

Prof. Muhammad Ali dari University of California Riverside, Amerika Serikat, yang merupakan tokoh kelahiran Jakarta, membahas topik “Decolonizing Islamic Studies and Post Orientalism in Indonesia”. Dalam presentasinya, Prof. Ali menyoroti bagaimana lembaga-lembaga pendidikan seperti IAIN dan UIN di Indonesia telah menjalankan proses dekolonisasi pengetahuan dengan menyadari bias dan ketimpangan kekuasaan dalam produksi pengetahuan. Meskipun tidak dapat sepenuhnya menampik bentuk-bentuk kolonisasi pengetahuan yang ada, Prof. Ali mendorong agar para akademisi bisa terus bersikap kritis.

Sementara itu, Michael Quinlan, Ph.D., dari Baylor University, Amerika Serikat, yang juga merupakan pendeta dan dosen di International Consortium for Religion and Peace (ICRS) Universitas Gadjah Mada, menyampaikan presentasi tentang “The Shift from Comparison to Engagement: Interreligious Studies in Indonesia”. Dr. Quinlan mengamati perkembangan studi agama-agama di Indonesia dalam konteks global, bergerak dari pendekatan fenomenologis dan esensialis menuju semangat untuk menemukan kesamaan.

Suasana Plenary Session 3 ICMUST 2024. (Sumber: Dokumentasi Media Center FUF)

Era kiwari, studi agama tidak terlepas dari diskursus agama-agama lain dan fenomena sosial budaya. Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa agama tidak lahir dan berkembang di ruang hampa sosial.

Diskusi yang berlangsung dalam sesi ini sangat menarik dan mendalam. Prof. Syed Farid Alatas turut menyambungkan gagasan yang dibawakan oleh Prof. Ali, menekankan pentingnya bagi akademisi studi Islam untuk tidak hanya menyoroti masalah penggunaan terminologi yang problematis dalam studi Islam, tetapi juga untuk memahami makna yang tersirat di balik istilah-telah tersebut.

Sesi pleno ini tidak hanya menggugah pemikiran tetapi juga memperkuat komitmen para akademisi dan praktisi dalam membangun studi Islam yang lebih inklusif dan berkelanjutan di era kontemporer ini.

Penulis: Khalimatu Nisa