oleh:
Tifa Alfatiha Asarudin (Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, UIN Sunan Ampel Surabaya)
Penyu adalah kura-kura laut yang ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145 – 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Pada masa itu Archelon, yang berukuran panjang badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa kini.
Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58 – 73 hari (Syarief, 2018).
Di Indonesia terdapat enam dari tujuh jenis penyu yang hidup didunia. Keenam jenis penyu diantaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik atau Hawksbill (Eretmochelys imbricta), penyu lekang atau Olive ridley (Lepidochelys olivacae), penyu belimbing atau Leatherback (Dermochelys coriacea), penyu pipih atau Flatback (Natator depressus), dan penyu tempayan atau Loggerhead (Caretta caretta). Semua jenis penyu tersebut telah dilindungi oleh Undang-Undang Negara PP 7/1999 tentang pengawetan tumbuhan dan jenis satwa yang dilindungi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009) karena terancam punah (Juliono, 2017). Kepunahan yang terjadi pada penyu disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain jumlahnya yang semakin sedikit karena Penyu memiliki pertumbuhan yang sangat lambat dan membutuhkan berpuluh-puluh tahun untuk mencapai usia produksi.
Penyu dewasa akan hidup bertahun-tahun di suatu tempat sebelum melakukan migrasi untuk kawin dengan menempuh jarak yang jauh hingga 3000 km dari ruaya pakan menuju ke pantai peneluran. Saat umurnya sekitar 20-50 tahun, penyu jantan dan betina akan bermigrasi ke daerah penelurannya di sekitar daerah kelahirannya (Harnino, 2021).
Penyu betina menyimpan sperma penyu jantan di dalam tubuhnya untuk membuahi tiga hingga tujuh kumpulan telur yang akan ditelurkan pada musim tersebut. Penyu jantan biasanya kembali ke ruaya pakannya sebelum penyu betina menyelesaikan kegiatan bertelur selama dua hari di pantai. Penyu betina akan keluar dari laut jika telah siap untuk bertelur, dengan menggunakan sirip ekor sesuai dengan tubuhnya di pantai peneluran. Penyu betina membuat kubangan atau lubang badan (body pit) dengan sirip lubang keluar lubang untuk sarang sedalam 30-60 cm dengan sirip belakang. jika pasirnya terlalu kering dan tidak cocok untuk bertelur, penyu akan berpindah ke lokasi lain.
Pada saat penyu meninggalkan lokasinya bertelur, ada banyak predator yang menunggu untuk bisa memangsa telur-telur tersebut. Manusia pun kerap kali tak luput untuk ikut serta memburu telur penyu, selain memburu telur nya, manusia yang tidak bertanggung jawab juga memburu penyu untuk diambil dagingnya maupun memanfaatkan bagian tubuh penyu lainnya.
Faktor lain yang dapat mengakibatkan kepunahan penyu ialah penyu merupakan salah satu hewan gelatinovora dan ubur – ubur adalah makanan yang lezat sekaligus favorit bagi penyu, terkadang penyu sering kali memakan plastik karena tidak bisa membedakan bentuknya dengan ubur – ubur, padahal plastik sangatlah berbahaya bagi penyu. Selain penyu, jutaan hewan dibunuh oleh plastik setiap tahun, mulai dari burung, ikan, hingga organisme laut lainnya. Hampir 700 spesies, termasuk yang terancam punah, diketahui telah terkena dampak plastik maupun mikro plastik.
Mikroplastik juga telah ditemukan di lebih dari 100 spesies air, termasuk ikan, udang, dan kerang yang ditakdirkan untuk berada di piring makan kita. Dalam banyak kasus, potongan-potongan kecil ini nantinya akan melewati sistem pencernaan dan dikeluarkan, namun mikroplastik adalah salah satu hal yang sulit untuk dicerna. Ditemukan fakta bahwa mikroplastik dapat menyumbat saluran pencernaan sehingga mengakibatkan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
Sumber mikroplastik yang ada di lautan ini berasal tingginya aktivitas perikanan yaitu kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan yang berasal dari alat tangkap yang terdegradasi seperti jaring dan tali. Alat tangkap yang sudah tidak digunakan tersebut akhirnya dibiarkan begitu saja atau kerap kali dibuang di laut hal ini juga dapat menyebabkan sebagian besar kematian hewan yang disebabkan oleh belitan jaring nelayan. Anjing laut, paus, kura-kura, dan hewan lainnya memiliki kemungkinan untuk tercekik oleh alat tangkap yang sudah ditinggalkan atau tidak digunakan kembali.
Setelah mengetahui beberapa sebab kepunahan penyu hendaknya sebagai manusia yang ditugaskan dimuka bumi ini sebagai khalifah kita harus lebih merawat lingkungan yang ada disekitar kita sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Araf ayat 56, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ada banyak keuntungan yang didapatkan oleh manusia saat merawat, menjaga serta menyayangi lingkungan maupun hewan yang ada di sekitarnya antara lain menciptakan sebuah ekosistem yang seimbang, membantu memperbaiki ekosistem yang rusak serta membuat lingkungan menjadi sehat dan ramah untuk kelangsungan semua makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk merawat lingkungan kita mulai dari hal kecil yaitu dengan membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai serta naik kendaraan umum untuk mengurangi polusi, untuk mencegah kepunahan hewan kita juga dapat melakukan berbagai cara antara lain ikut serta dalam kegiatan konservasi hewan yang terancam punah, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat setempat, mendukung upaya pelestarian lingkungan, membuat penangkaran untuk hewan, membuat papan larangan, melaporkan orang yang berburu satwa langka serta hindari transaksi binatang langka. Dengan melakukan semua hal tersebut bersama kita dapat mencegah kepunahan satwa langka termasuk penyu dan ikut serta menciptakan ekosistem yang seimbang.
Referensi:
Harnino. (2021). Efektifitas Pengelolaan Konservasi Penyu di Turtle Conservation and Education Center Serangan, Denpasar Bali. Journal of Marine and Coastal Science Vol. 10 (1), 18 – 34.
Juliono. (2017). Penyu dan Usaha Pelestariannya. Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, 45 – 54.
Syarief, N. R. (2018). Jendela Meru Betiri. Jember: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Balai Taman Nasional Meru Betiri.