Articles

Oleh: Dr. Drs. H. Imron Rosyadi, SH., MH

Abstrak:

Pendidikan Islam multikultural di Indonesia memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat yang harmonis dan inklusif di tengah keragaman budaya, agama, dan etnis. Konsep multikulturalisme, yang menghargai perbedaan dalam kesetaraan, diintegrasikan dalam pendidikan Islam untuk mengembangkan nilai toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman. Penerapan prinsip-prinsip hukum positif, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan terkait pendidikan, memberikan landasan normatif bagi implementasi pendidikan yang adil dan tidak diskriminatif. Pendidikan Islam, dengan mengakomodasi nilai-nilai hukum positif, bertujuan menciptakan suasana belajar yang inklusif, memastikan bahwa setiap anak atau peserta didik, terlepas dari latar belakang budaya atau agama, memperoleh pendidikan yang setara. Dengan demikian, pendidikan Islam multikultural tidak hanya berfungsi sebagai transfer nilai-nilai agama, tetapi juga sebagai instrumen untuk memperkuat persatuan nasional dan mengurangi potensi konflik.

  1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki bangsa yang majemuk dengan keanekaragaman budaya, bahasa, dan agama yang luar biasa. Pemaknaan majemuk merujuk pada masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai kelompok dengan latar belakang adat istiadat, budaya, agama, dan kepentingan yang beragam, atau masyarakat yang terbentk dari dua atau lebih elemen yang hidup secara mandiri dalam satu kesatuan politik. Sementara itu, mutikultural mengacu pada keragaman budaya.[1] Istilah ini telah melahirkan ideologi yang disebut dengan multikulturalisme, yaitu gagasan yang menghormati dan menjunjung tinggi perbedaan dalam kesetaraan. Secara ringkas, multikulturalisme dapat disefinisikan sebagai sebuah ideologi yang mengakomodasi keberagaman budaya, termasuk agama, etnis, ras, bahasa, geografis serta budaya lainya.

Kemajemukan dalam bangsa ini diibaratkan seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, kemajemukan dapat menghadirkan dampak positif berupa kekayaan dan keragaman akan budaya yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia. Namun, di sisi lain kemajemukan ini berpotensi memicu konflik antar kelompok yang dapat mengancam stabilitas keamanan, sosial, politik dan ekonomi.

 Menghadapi keberagaman yang ada, bangsa Indonesia memerlukan pendekatan baru yang lebih toleran dan inklusif dalam menyikapi perbedaan. Pendekatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik budaya, perselisihan kepentingan antar kelompok, dan fanatisme berlebihan yang dapat memicu perselisihan, konflik, atau tindakan anarkis yang mengancam persatuan nasional. Dengan demikian, keberagaman dan perbedaan perlu dilihat sebagai potensi, bukan ancaman. Konsep multikultural muncul sebagai respons kebijakan terhadap keberagaman yang ada. Pengakuan atas keragaman ini harus diiringi dengan langkah nyata berupa kebijakan yang adil dan perlakuan setara bagi seluruh kelompok masyarakat. Multikulturalisme sebagai sebuah gerakan menekankan pentingnya pengakuan atau Politic Of Recognition, yang melibatkan penerimaan, penghormatan, dan perlindungan terhadap komunitas yang beragam.[2] Gagasan politic of recognition ini awalnya dikembangkan oleh Charles Taylor dan didasarkan pada beberapa prinsip: pertama, kesetaraan nilai dan martabat setiap individu; kedua, keberagaman budaya yang ada di masyarakat memerlukan pengakuan serta perlindungan; ketiga, pentingnya pengakuan dari negara dan elemen sosial lainnya terhadap perbedaan budaya tersebut.[3]

Pendidikan dalam era multikultural memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan dan kemajuan masyarakat, karena melalui pendidikan, nilai-nilai Islam dapat diwariskan kepada generasi mendatang.[4] Pendidikan dapat diartikan sebagai upaya yang bersifat mendidik, membimbing, memengaruhi, dan mengarahkan individu terhadap ilmu pengetahuan. Selain itu, pendidikan juga dipahami sebagai proses interaksi sosial yang bertujuan mengembangkan jasmani dan rohani anak menuju kedewasaan. Berbagai pemahaman mengenai pendidikan ini kemudian dipadukan dengan konsep multikultural untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat yang beragam.

Pendidikan Islam memiliki peran penting dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar, nilai dan norma Islam menjadi landasan dalam kehidupan masyarakat. Lembaga pendidikan Islam berkontribusi dalam membentuk karakter dan moral siswa sekaligus menyampaikan ajaran agama. Selain itu, Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman budaya yang sangat tinggi, mencakup berbagai suku, agama, dan tradisi. Dalam konteks ini, pendidikan Islam di Indonesia perlu memperhatikan keberagaman budaya dan agama, serta meningkatkan pemahaman dan toleransi antar kelompok. Hal ini bertujuan untuk merancang strategi dan program pendidikan yang relevan, yang mampu mengembangkan kesadaran dan penghargaan terhadap keberagaman. Dengan demikian, pendidikan Islam diharapkan dapat mengintegrasikan pengajaran agama dengan penghormatan terhadap keberagaman budaya, menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, dan mendorong kesadaran akan pentingnya multikulturalisme.

Salah satu tantangan dalam menghadapi keragaman budaya dalam pendidikan Islam adalah kurangnya pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan budaya.[5] Pendidikan Islam terkadang lebih berfokus pada satu budaya atau keyakinan tertentu, sehingga kurang memberikan ruang bagi peserta didik untuk memahami dan menghormati budaya lain di masyarakat. Selain itu, ada kecenderungan untuk mengabaikan atau mengeksklusikan kelompok minoritas dengan latar belakang budaya yang berbeda, yang membuat pendidikan Islam kurang inklusif. Minimnya pengajaran tentang keberagaman budaya dapat menyebabkan siswa kehilangan kesempatan untuk melihat keragaman sebagai sebuah kekayaan yang perlu dihargai dan direspon dengan sikap toleransi. Oleh karena itu, pendidikan Islam perlu secara aktif mendorong pemahaman, penghargaan, dan inklusivitas terhadap keberagaman budaya. Pendidikan ini harus menanamkan nilai-nilai toleransi, penghormatan terhadap perbedaan, dan kemampuan untuk hidup harmonis di tengah keberagaman.

  • Pembahasan
  • Implementasi Pendidikan Islam Multikultural

Pendidikan Islam multikultural merupakan pengembangan konsep pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis, ke dalam prinsip pendidikan multikultural. Pendidikan ini berupaya mentransformasikan dan menginternalisasi nilai-nilai dasar Islam dengan tetap mengakomodasi perbedaan dan keragaman sebagai bagian dari sunnatullah.[6] Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan harmoni dalam kehidupan masyarakat yang plural dan multikultural, sehingga tercapai tatanan sosial yang adil. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 4, menyatakan bahwa pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, adil, dan tidak diskriminatif, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa. Dengan demikian, nilai-nilai keagamaan tetap menjadi dasar dalam penyelenggaraan pendidikan.

Nilai-nilai Islam yang mendasari pendidikan multikultural meliputi dua hal utama. Pertama, nilai toleransi, yang merupakan syarat utama untuk menciptakan masyarakat yang bersatu dalam keberagaman, sesuai dengan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sikap toleran dan menghargai pluralitas dalam Islam memiliki landasan kuat dari Al-Qur’an, Hadis, dan pandangan para sahabat. Kedua, nilai perdamaian, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Anfal ayat 61, yang menyatakan pentingnya memilih jalan damai ketika terjadi konflik. Islam menekankan perdamaian sebagai nilai fundamental dalam membangun kehidupan masyarakat dan bangsa. Perdamaian ini tidak hanya berarti ketiadaan konflik, tetapi juga mencakup kondisi yang nyaman, aman, dan bebas dari ancaman, kebencian, maupun permusuhan.[7] Esensi perdamaian juga tercermin dari makna Islam itu sendiri, yaitu damai dan pasrah, di mana indikator kualitas keislaman seseorang terlihat dari kemampuannya menjaga dan menjamin kedamaian bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Ketiga, Nilai penghargaan terhadap keberagaman merupakan salah satu prinsip utama dalam pendidikan multikultural yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surah Al-Hujurat ayat 13. Ayat tersebut mengajarkan bahwa keberagaman manusia, baik dalam bentuk suku maupun bangsa, adalah bagian dari kehendak Allah untuk mendorong manusia saling mengenal, belajar, dan berinteraksi secara positif. Keberagaman ini tidak dimaksudkan untuk menciptakan diskriminasi, subordinasi, atau pengucilan, melainkan sebagai peluang untuk membangun hubungan yang harmonis dan saling menghormati.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Islam menerima keberagaman sebagai kekayaan yang dapat menjadi dasar sinergi antarindividu dan kelompok. Dengan pendekatan adaptasi dan akomodasi budaya, Islam mampu diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, sehingga nilai-nilai universalnya dapat menyatu dalam kehidupan bersama. Islam menunjukkan sikap yang sangat akomodatif terhadap keberagaman. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai multikultural dalam ajarannya, seseorang dapat memiliki pandangan yang lebih terbuka terhadap perbedaan. Hal ini juga mendorong individu untuk merespons keberagaman secara bijaksana, dewasa, dan positif. Pendidikan Islam multikultural dapat diterapkan melalui berbagai cara, seperti pembelajaran di lembaga pendidikan formal, kegiatan ekstrakurikuler, dan penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Agar implementasinya optimal, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat, yang berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai tersebut.

  • Pendidikan Islam Multikultural dalam Perspektif Hukum Positif

Penerapan pendidikan Islam multikultural tidak dapat dilepaskan dari keberadaan hukum positif di Indonesia yang memberikan landasan normatif bagi upaya menciptakan harmoni sosial dalam kerangka keberagaman. Dalam konteks pendidikan Islam, hukum positif menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai multikulturalisme yang mengedepankan toleransi, keadilan, dan penghormatan terhadap perbedaan dapat terintegrasi secara sistematis dalam proses pendidikan.[8] Hal ini selaras dengan prinsip konstitusional Indonesia yang mengakui keberagaman sebagai fondasi kebangsaan.

Undang-Undang Dasar 1945 menjadi pijakan utama yang memberikan dasar bagi implementasi pendidikan Islam multikultural. Pasal 28E menjamin kebebasan setiap individu untuk beragama dan mengekspresikan keyakinannya, sementara Pasal 29 menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan beragama bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketentuan ini memberikan ruang bagi pendidikan Islam untuk berkembang dengan tetap menghormati nilai-nilai kebhinekaan. Melalui prinsip-prinsip ini, pendidikan Islam multikultural dapat dijalankan dengan berorientasi pada penghormatan terhadap keberagaman agama, budaya, dan etnis dalam masyarakat.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga memperkuat legitimasi pendidikan Islam multikultural. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa pendidikan di Indonesia harus berlandaskan nilai-nilai agama, budaya, dan kebhinekaan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini memberikan ruang bagi lembaga pendidikan Islam untuk mengembangkan kurikulum yang inklusif dan mencakup aspek multikulturalisme, sehingga menciptakan generasi yang mampu hidup berdampingan secara harmonis dalam keberagaman. Tidak hanya itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia turut memperkuat pelaksanaan pendidikan Islam multikultural. Pasal-pasal dalam undang-undang ini menjamin bahwa setiap individu memiliki hak atas pendidikan yang menghormati identitas budaya dan keyakinannya. Dalam konteks pendidikan Islam, hukum ini mendorong lembaga pendidikan untuk memastikan bahwa proses pembelajaran tidak hanya berfokus pada pengetahuan agama, tetapi juga pada pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak individu dari latar belakang yang beragam.

Penerapan pendidikan Islam multikultural juga mendapatkan landasan hukum yang kuat dari undang-undang dan peraturan yang menjamin perlindungan hak anak dan penguatan karakter bangsa. Salah satu instrumen hukum yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Pasal 4 undang-undang ini menegaskan bahwa setiap anak memiliki hak atas pendidikan tanpa diskriminasi, sedangkan Pasal 9 Ayat (2) menyatakan bahwa negara berkewajiban menyediakan pendidikan yang mendukung pertumbuhan mental anak dalam lingkungan yang menghargai keberagaman. Ketentuan ini menegaskan pentingnya pendidikan Islam multikultural dalam menciptakan suasana pembelajaran yang inklusif, di mana setiap anak, tanpa memandang latar belakang agama, budaya, atau etnisnya, dapat memperoleh pendidikan yang adil dan bermartabat.

Lebih lanjut, keberagaman juga ditekankan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, yang menyebutkan bahwa pendidikan agama harus mengajarkan nilai-nilai toleransi antarumat beragama. Peraturan ini tidak hanya mengatur pendidikan agama dalam lembaga formal, tetapi juga di lembaga non-formal, sehingga konsep multikulturalisme dapat diperluas ke berbagai jenis pendidikan. Dalam konteks pendidikan Islam, peraturan ini mendorong pengintegrasian materi yang menanamkan penghormatan terhadap keyakinan agama lain, yang merupakan inti dari pendidikan multikultural. Dengan demikian, pendidikan agama tidak hanya menjadi sarana pengajaran nilai-nilai keagamaan, tetapi juga alat untuk membangun harmoni sosial di tengah keragaman masyarakat Indonesia.

Selain itu, Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) juga menjadi landasan penting bagi implementasi pendidikan Islam multikultural. Permendikbud ini menggarisbawahi program penguatan karakter berbasis lima nilai utama, yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong-royong, dan integritas. Nilai religiusitas dalam program ini relevan dengan pendidikan Islam multikultural, karena mengajarkan penghormatan terhadap keyakinan agama lain sebagai wujud implementasi nilai-nilai religius. Nilai nasionalisme dan gotong-royong mendukung pengembangan sikap menghargai keragaman budaya dan etnis sebagai bagian dari identitas kebangsaan.

Secara keseluruhan, landasan hukum ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam multikultural bukan hanya sebatas idealisme, tetapi memiliki pijakan yuridis yang jelas. Dengan memanfaatkan instrumen hukum ini, pemerintah dan institusi pendidikan dapat mengintegrasikan nilai-nilai multikulturalisme dalam setiap aspek pembelajaran, baik secara formal maupun non-formal. Pada akhirnya, pendidikan Islam multikultural yang didukung oleh kebijakan yang kuat mampu mencetak generasi yang tidak hanya memahami ajaran agama, tetapi juga mampu hidup secara harmonis di tengah keberagaman, serta menjadi pilar penting dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.

  • Kesimpulan

Pendidikan Islam multikultural di Indonesia memainkan peran krusial dalam membentuk masyarakat yang harmonis dan inklusif, terutama melalui perspektif hukum positif. Dalam konteks keberagaman budaya, agama, dan etnis yang melimpah, pendidikan Islam tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer nilai-nilai agama, tetapi juga sebagai instrumen untuk mengembangkan sikap toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.

Dari segi hukum positif, landasan yang kuat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan serta Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Produk hukum ini menegaskan pentingnya pendidikan yang adil, demokratis, dan tidak diskriminatif, serta mengakui dan menghormati hak setiap individu untuk menjalani keyakinannya. Dengan demikian, pendidikan Islam multikultural dapat diimplementasikan secara sistematis, memastikan bahwa nilai-nilai multikulturalisme terintegrasi dalam proses pendidikan.

Pendidikan Islam yang mengakomodasi nilai-nilai hukum positif ini bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang inklusif, di mana setiap anak, tanpa memandang latar belakang budaya atau agama, dapat memperoleh pendidikan yang setara. Hal ini sejalan dengan prinsip konstitusional yang mengakui keberagaman sebagai fondasi bangsa, serta mengedepankan nilai-nilai toleransi dan perdamaian sebagai pilar utama dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan memanfaatkan kerangka hukum yang ada, pendidikan Islam multikultural dapat berfungsi sebagai alat untuk mengurangi potensi konflik dan memperkuat persatuan nasional. Oleh karena itu, pendidikan ini diharapkan tidak hanya mencetak generasi yang memahami ajaran agamanya, tetapi juga menjadi individu yang mampu merespons keberagaman dengan sikap positif dan bijaksana. Secara keseluruhan, pendidikan Islam multikultural, yang disokong oleh regulasi hukum yang kuat, merupakan langkah strategis untuk mewujudkan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan. Dengan demikian, pendidikan ini menjadi pilar penting dalam menciptakan kehidupan sosial yang harmonis di tengah keragaman yang ada di Indonesia.

  • Daftar Pustaka

Abbott, Owen. “The Self as the Locus of Morality: A Comparison between Charles Taylor and George Herbert Mead’s Theories of the Moral Constitution of the Self.” Journal for the Theory of Social Behaviour 50, no. 4 (2020). https://doi.org/10.1111/jtsb.12258.

Anggo, A Y, G Santoso, D Wuriani, and … “Mengidentifikasi Peluang Dan Tantangan Yang Muncul Dari Keragaman Budaya Indonesia Secara Mandiri Dan Critical Thingking.” Jurnal Pendidikan Transformatif (JPT) 02, no. 04 (2023).

Hairit, Artamin. Dinamika Pendidikan Islam Multikultural. Journal Of Islamic Education Policy. Vol. 5, 2020.

Imam Bukhori. “Membumikan Multikulturalisme.” HUMANISTIKA : Jurnal Keislaman 5, no. 1 (2019). https://doi.org/10.36835/humanistika.v5i1.40.

M.R, Muhammad Sulthon Arif Jalaludin, Mujamil Qomar. “Pendidikan Islam Multikultural: Upaya Penguatan Karakter Religius Dan Nasionalis.” Incoilsfdpdiktis2021.Iaipd-Nganjuk … 1, no. 1 (2021).

Mastuhu, Mastuhu. “Membangun Konsep Pendidikan Dalam Era Multikultural.” Unisia 28, no. 58 (2005). https://doi.org/10.20885/unisia.vol28.iss58.art1.

Ramadhan, Haris. “Deradikalisasi Paham Keagamaan Melalui Pendidikan Islam Rahmatan Lil’alamin (Studi Pemikiran Pendidikan Islam KH. Abdurrahman Wahid).” Deradikalisasi Paham Keagamaan Melalui Pendidikan Islam Rahmatan Lil’alamin (Studi Pemikiran Pendidikan Islam KH. Abdurrahman Wahid), 2016.

Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi Dan Keadilan. LKiS, 2015.


[1] M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi Dan Keadilan, LKiS, 2015.

[2] Imam Bukhori, “Membumikan Multikulturalisme,” HUMANISTIKA : Jurnal Keislaman 5, no. 1 (2019), https://doi.org/10.36835/humanistika.v5i1.40.

[3] Owen Abbott, “The Self as the Locus of Morality: A Comparison between Charles Taylor and George Herbert Mead’s Theories of the Moral Constitution of the Self,” Journal for the Theory of Social Behaviour 50, no. 4 (2020), https://doi.org/10.1111/jtsb.12258.

[4] Mastuhu Mastuhu, “Membangun Konsep Pendidikan Dalam Era Multikultural,” Unisia 28, no. 58 (2005), https://doi.org/10.20885/unisia.vol28.iss58.art1.

[5] A Y Anggo et al., “Mengidentifikasi Peluang Dan Tantangan Yang Muncul Dari Keragaman Budaya Indonesia Secara Mandiri Dan Critical Thingking,” Jurnal Pendidikan Transformatif (JPT) 02, no. 04 (2023).

[6] Artamin Hairit, Dinamika Pendidikan Islam Multikultural, Journal Of Islamic Education Policy, vol. 5, 2020.

[7] haris Ramadhan, “Deradikalisasi Paham Keagamaan Melalui Pendidikan Islam Rahmatan Lil’alamin (Studi Pemikiran Pendidikan Islam KH. Abdurrahman Wahid),” Deradikalisasi Paham Keagamaan Melalui Pendidikan Islam Rahmatan Lil’alamin (Studi Pemikiran Pendidikan Islam KH. Abdurrahman Wahid) (2016).

[8] Mujamil Qomar M.R, Muhammad Sulthon Arif Jalaludin, “Pendidikan Islam Multikultural: Upaya Penguatan Karakter Religius Dan Nasionalis,” Incoilsfdpdiktis2021.Iaipd-Nganjuk … 1, no. 1 (2021).