Articles

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Perguruan tinggi Islam memiliki peran penting dalam mencetak generasi yang berilmu, beriman, dan beramal shalih. Salah satu aspek penting dalam membentuk karakter dan spiritualitas mahasiswa adalah shalat berjamaah lima waktu di masjid. Namun, selama ini banyak perguruan tinggi Islam yang memberikan kebebasan kepada mahasiswa dan dosen untuk menjalankan shalat berjamaah atau shalat sendiri di ruangan masing-masing. Hal ini membuat masjid-masjid di perguruan tinggi Islam menjadi sepi dan hanya diramaikan orang tertentu. Padahal perintah shalat berjamaah sangat jelas dan dicontohkan Nabi hingga hingga akhir hayatnya. Namun dengan alasan kesibukan, civitas akademika tidak menjadikan shalat berjamaah sebagai pondasi kesuksesan di dunia kampus.

Spirit Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah bukan hanya memperkuat spirit individu untuk dekat kepada Allah tetapi berimplikasi memperkuat solidaritas sosial. Dengan shalat berjamaah maka bukan hanya mendatangkan kemaslahan individu tetapi kekokohan masyarakat. Hal ini tidak lain karena keridhaan Allah yang membuat hamba-Nya hidup penuh keberkahan. Menjalankan shalat jamaah merupakan respon atas perintah Sang pemberi kemaslahan. Hal ini sebagaimana firman-Nya :  “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku'” (QS. Al-Baqarah: 43)

Dorongan mendirikan shalat berjamaah ditunjukkan dengan memberi apresiasi berupa kelebihan dan keutamaan yang lebih daripada mereka yang melaksanakan shalat sendirian, sebagaimana sabda Nabi : “Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, banyak mahasiswa dan dosen yang enggan shalat berjamaah di masjid karena berbagai alasan. Entah karena kegiatan rapat, belajar mengajar, bimbingan dan berbagai aktivitas yang tidak mungkin ditinggalkan. Terlebih lagi penyusunan jadual proses belajar yang tidak disesuaikan dengan waktu shalat. Hal ini semakin membuat shalat berjamaah di masjid kurang menggembirakan.

Demikian besarnya penghargaan Allah terhadap shalat berjamaah, Allah memberikan menunjukkan misteri di balik perintah shalat berjamaah. Dengan kata lain, shalat berjamaah di masjid memiliki banyak keutamaan dan manfaat. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Jika mereka mengetahui apa yang terkandung dalam shalat Isya’ dan Subuh berjamaah, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika shalat berjamaah dilakukan di masjid, maka perguruan tinggi akan mudah menciptakan kegiatan-kegiatan berbasis masjid. Acara seminar dan diskusi yang berbasis masjid, akan melahirkan gagasan-gagasan besar yang sesuai dengan keburuhan semua civitas akademika. Bilamana seluruh mahasiswa dan dosen memiliki kesadaran memakmurkan masjid, maka akan lahir gagasan produktif bagaimana merekayasa Perguruan tinggi Islam yang memiliki keunggulan spiritual. Bukan semata akreditasi unggul yang bersifat fisik, tetapi unggul dalam spirit yang menghadirkan peran Allah dalam menjaga keberlangsungan Pendidikan Islam ini.

Keinginan ini diajukan karena dalam prakteknya, banyak perguruan tinggi yang fokus mengejar akreditasi unggul dan cenderung administratif hingga melalaikan waktu-waktu shalat. Padahal, shalat berjamaah di masjid dapat menjadi sarana untuk meningkatkan spiritualitas dan membentuk karakter mahasiswa dan seluruh stake holdernya.

Kesadaran Transenden

Shalat berjamaah akan mentautkan kesadaran adanya peran transenden terhadap Allah, sebagai Pencipta dan Pemberi ridha atas perjalanan perguruan tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran partisipasi mahasiswa dan dosen dalam shalat berjamaah di masjid. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan kegiatan-kegiatan berbasis masjid dan memberikan pemahaman tentang keutamaan shalat berjamaah. Dengan demikian, perguruan tinggi Islam dapat menjadi pusat studi yang unggul dan melahirkan generasi yang berilmu, beriman, dan beramal shalih.

Dalam jangka panjang, shalat berjamaah di masjid dapat menjadi fondasi bagi terbentuknya peradaban tinggi di perguruan tinggi Islam. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memakmurkan masjid dan meningkatkan kesadaran spiritualitas di kalangan mahasiswa dan dosen. Dengan demikian, perguruan tinggi Islam dapat menjadi lembaga pendidikan yang tidak hanya mencetak generasi yang berilmu, tetapi juga beriman dan beramal shalih.

Keteladan pimpinan universitas dalam menjalankan shalat berjamaah di masjid. Karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat paternalis yang masih berharap keteladanan dari pimpinan. Keaktifan rektor, dekan, direktur pasca sarjana dalam memakmurkan masjid sangat diharapkan. Jangan sampai masjid kampus hanya penuh ketika shalat Jum’at, sementara shalat Dhuhur dan Asar sangat memprihatikan. Terlebih lagi shalat subuh lebih tragis lagi, karena tidak ada pihak yang menginap di kampus untuk memakmurkan masjid.

Betapa indahnya ketika masjid kampus bisa makmur karena civitas akademika yang memakmurkan masjid sehingga masyarakat luar akan terpesona dan tertarik dengan kampus yang Islami. Yang membahayakan ketika masyarakat mencitrakan kampus Islam sebagai kampus yang kering dari nilai-nilai transedental. Masjidnya sepi dari kegiatan shalat jamaah, dan tak ada kegiatan akademik yang menguatkan nilai-nilai transedental dalam kampus.

Betapa tragisnya, ketika civitas akademika menganggap bahwa shalat jamaah di masjid dianggap sebagai beban atau kewajiban sampingan. Hal ini membuat shalat jamaah tidak membahagiakan dan bahkan hanya “kober” ke masjid ketika mendapat tugas “tausiyah” atau janjian dengan saudara atau rekan yang ingin bertemu. Apakah mentradisikan shalat berjamaah bagi civitas akademika harus menggunakan pendekatan represif. Tentu sangat naif, tetapi  pendekatan persuasif-stimulatif harus terus dilakukan yang digagas oleh talmir masjid dengan sokongan pimpinan universitas, dalam hal ini rektor, dekan dan para pengambil kebijakan.

Surabaya, 8 Mei 2025