Articles

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Para pemimpin besar senantiasa menjadi perbincangan luas sekaligus sebagai rujukan bagi peradaban-peradaban agung. Lahirnya peradaban agung itu mendasarkan pemikiran besar dan etika yang tinggi dari pemimpin tersebut. Pemimpin besar itu bukan hanya menegakkan keadilan tetapi juga aktif memberantas kedzaliman. Kemuliaan berakar dari perbuatan-perbuatan yang mereka torehkan, dasar perbuatan mereka bersumber pada sang pemilik kemuliaan, Allah. Karena keteladanan itulah, mereka menjadi buah bibir dari berbagai generasi. Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya’kub merupakan contoh manusia agung yang hingga sekarang menjadi perbincangan dunia. Kedekatan mereka dengan Allah melahirkan berbagai amal perbuatan yang agung, menghasilkan keturunan yang menjadi rujukan berbagai agama di dunia.

Mengingatkan Akherat

Para pemimpin agung namanya akan semakin mulia karena pemikiran, gagasan, dan amal perbuatannya. Bahkan perbuatan mereka menjadi model bagi kepemimpinan di berbagai komunitas. Nabi Ibrahim merupakan tokoh yang kritis sejak muda. Dia berani mengkritik penguasa yang menyimpang karena menyembah berhala. Ibrahim hidup ketika masyarakatnya mempertuhankan berhala. Berhala yang terbuat dari batu, seharusnya dipandang sebagai benda biasa  dan karya manusia, tetapi justru disembah dan dijadikan sandaran kehidupan. Daya kritis Ibrahim muncul dan terbukti mengharuskan dirinya menerima sangsi dibakar. Berkat pertolongan Allah, dia terbebas dari jeratan api.

Nabi Ya’kub tidak kalah agung. Dia merupakan sosok nabi yang melahirkan seorang anak yang nantinya menjadi raja di Mesir. Dia sangat penyabar dan teguh pendirian sehingga lahirlah sosok Nabi Yusuf. Ketika kehilangan Yusuf ketika kecil, tidak membuat Nabi Ya’kub putus asa. Dia tetap sabar dan berprasangka baik pada Allah atas berbagai kejahatan yang dilakukan anak-anaknya sendiri terhadap Yusuf. Kecintaan dan kesedihan atas hilangnya Yusuf tidak membuatnya hilang nyali, tetapi tetap berharap kepada Allah. Dia senantiasa berharap penuh kepada Allah. Allah pun mengembalikan Yusuf ke hadapannya, dan dalam keadaan berkuasa sebagai raja Mesir.

Dari dua sosok besar ini, lahirlah manusia agung yang nantinya menjadi pemimpin dunia Arab, bahkan pengaruhnya sangat luas ke berbagai dunia. Dia adalah Nabi Muhammad, sosok pemimpin yang lahir di Quraisy. Nabi Muhammad muncul sebagai manusia besar tidak lain sebagai cerminan dari Nabi Ibrahim dan Ya’kub. Mereka berdua telah menorehkan akhlaq mulia. Kemuliaan sosok Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَٱذۡكُرۡ عِبَٰدَنَآ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ أُوْلِي ٱلۡأَيۡدِي وَٱلۡأَبۡصَٰرِ

Artinya:

Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Isḥaq, dan Ya’qūb yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. (QS. Şād : 45)

Mereka menjadi contoh manusia agung karena karya-karya berupa perbuatan, dan ilmu yang tinggi. Nabi Ibrahim teruji kesabaran dalam membesarkan keluarga hingga melahirkan dua manusia Nabi Ismail dan Nabi Ishaq. Dari sosok Nabi Ismail ini muncul generasi paling agung, yakni Nabi Muhammad. Dari Nabi Muhammad inilah muncul peradaban Quraisy yang akan menguasai Jazirah Arab.

Sementara Nabi Ya’kub melahirkan Nabi Yusuf dan nabi-rasul dari kalangan Bani Israil lainnya. Keagungan mereka disebabkan oleh nasehat-nasehat mereka yang mengingatkan akan akherat. Disampaikan bahwa akherat merupakan kehidupan yang hakiki dan abadi. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

إِنَّآ أَخۡلَصۡنَٰهُم بِخَالِصَةٖ ذِكۡرَى ٱلدَّارِ

Artinya:

Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (QS. Şād  : 46)

Sumber Kemuliaan

Pada umumnya, manusia senantiasa menginginkan kemuliaan, namun seringkali cara mencari jalan kemuliaan berbeda satu sama lain. Ada segolongan manusia meraih kemuliaan dengan menumpuk kekayaan, mencari popularitas, skill, atau karya besar lainnya yang semuanya berorientasi dunia-sesaat. Namun Al-Qur’an mendorong manusia untuk berbuat  yang jauh lebih tinggi, dan berorientasi jangka panjang. Mereka didorong untuk berbuat baik, sebagaimana Allah lakukan kepada para hamba-Nya. Oleh karenanya, Allah akan menerima perbuatan yang mulia. Ucapan yang baik, dan amal perbuatan yang mulia akan tercatat senantiasa dinaikkan ke atas guna disimpan dengan baik.

Sebagai pemimpin di bumi, manusia didorong untuk berbuat baik dengan menebar kebaikan sebagaimana Allah lakukan padanya. Allah telah berbuat baik kepada manusia dengan menghidupkan, menyediakan lahan di bumi, memberi rizki, dan menyiapkan seluruh perangkatnya. Hal itu untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya : 

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعِزَّةَ فَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ إِلَيۡهِ يَصۡعَدُ ٱلۡكَلِمُ ٱلطَّيِّبُ وَٱلۡعَمَلُ ٱلصَّٰلِحُ يَرۡفَعُهُۥ ۚ وَٱلَّذِينَ يَمۡكُرُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ لَهُمۡ عَذَابٞ شَدِيدٞ ۖ وَمَكۡرُ أُوْلَٰٓئِكَ هُوَ يَبُورُ

Artinya:

Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur. (QS. Fāţir :10)

Al-Qur’an mendorong manusia untuk berbuat kemuliaan, dan Allah menyiapkan tempat untuk menyimpan kebaikan dan melipatgandakannya. Allah pasti akan membalas berbagai amal kebaikan itu dengan menjadikan pelakunya mulia di dunia dan akherat. Namun kebanyakan manusia enggan, lalai, dan condong kepada kenikmatan sesaat dan sementara. Betapa banyak pemimpin diberi amanah untuk berbuat baik. Alih-alih berbuat jujur, menegakkan keadilan dan menebar kemaslahatan. Mereka justru berbuat khianat, dzalim, dan berbuat kerusakan.

Munculnya berbagai tindak menyalahgunakan kekuasaan, seperti korupsi, dan merampok uang rakyat hingga terjadi kesenegsaraan kolektif. Dengan kekuasaan itu, mereka justru bebas melakukan penyimpangan. Mereka tidak percaya akherat, dan seolah hidup selama-lamanya. Sehingga kepemimpinannya dijadikan buah bibir Masyarakat luas dengan berbagai keculasan, kecurangan dan kebohongan. Mereka menjadi sasaran dan tuduhan atas berbagai keburukan dan biang kerok kerusakan di berbagai tempat. Dengan kata lain, perbuatan nistanya, ketika menjadi pemimpin, menjadi contoh buruk kepemimpinan yang jauh dari keharuman dan kemuliaan. Bahkan mereka telah mewariskan kotoran dan bau busuk pada generasi sesudahnya. Surabaya, 11 Maret 2025