Senin, 24 Oktober 2022 telah dilaksanakan kegiatan “Ngaji Hilal” yang merupakan kajian rutin yang di adakan oleh Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan, dengan mengambil waktu pelkasanaan yaitu menjelang ijtima’ atau konjungi dalam tiap bulannya. Pada bulan ini, ngaji falak yang merupakan seri ke enam, mengambil tema “Posisi Sains dalam Penetapan Awal Waktu Ibadah dalam Perspektif Fikih”. Narasumber pada ngaji kali ini yaitu DR, M. Sulthon, MA, yang dilaksanakan pada 24 Oktober 2022, pukul 19.00 – 21.00 WIB.
M. Sulthon, MA dalam pemaparannya menguraikan bahwa Salat merupakan kewajiban yang paling krusial dalam pelaksanaan ekspresi keagamaan bagi umat muslim. Salat wajib dilakukan 5 (lima) kali dalam sehari, yaitu salat subuh, salat zuhur, salat ashar, salat magrib, dan salat isya. Waktu pelaksanaan salat wajib telah ditentukan seperti dijelaska. Selaras dengan waktu yang telah ditentukan, Allah telah memberikan isyarat tanda – tanda waktu pelaksanaannya yaitu Dalam Q.S. al-Isra ayat 78, Q.S. Hud ayat 114, Q.S. Thaha ayat 130, Berdasarkan uraian di atas, terkait dengan waktu salat walaupun tidak dijelaskan secara terperinci di dalam al-Quran namun secara isyarat al-Quran telah menentukannya. Sedangkan penjelasan tentang waktu salat diterangkan secara rinci dalam hadits-hadits Nabi.
Lebih lanjut narasumber menjelaskan Waktu salat terkait dengan cara perhitungannya dipelajari dan dikaji dalam ilmu falak. Sedangkan di sisi yang lain, kajian ilmu falak dalam membahas waktu salat sangat erat terkait dengan sains astronomi. Keterkaitan antara falak dan sains atronomi ini, dikarenakan waktu-waktu salat yang sebagai penandanya adalah fenomena-fenomena alam yaitu seperti kemunculan cahaya fajar untuk tanda awal waktu subuh, posisi Matahari yang mulai tergelincir ke meridian Barat untuk waktu zuhur, panjang bayangan membentuk kondisi tertentu untuk ashar (ada dua pendapat, yaitu: pertama, panjang bayangan sama dengan panjang benda; kedua, panjang bayangan dua kali panjang benda), Matahari terbenam untuk magrib, dan hilangnya cahaya mega merah di ufuk Barat untuk waktu Isya, semuanya itu sangat erat dengan posisi Matahari.
Narasumber di akhir uraiannya menjelaskan dan mengajak peserta kajian untuk membayangkan, andaikan sains dan ilmu pengetahuan belum berkembang hingga saat ini. Tentu, seorang muadzin akan senantiasa direpotkan untuk memastikan tanda waktunya salat. Namun, karena sains dan ilmu penegtahuan sudah berkembang begitu mapan, dan waktu salat telah ada jadwalnya, maka ini mempermudah orang Islam dalam melaksnakan ibadah.