Articles

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Hancurnya peradaban berawal dari perlawanan terhadap kebenaran yang berbasis petunjuk Allah. Al-Qur’an merupakan cahaya yang akan melembutkan hati sehingga mendorong berbuat kebaikan. Kebaikan yang dibangun di atas nilai-nilai Al-Qur’an itu akan membangkitkan peradaban agung. Namun kebanyakan, hati manusia semakin keras dan sulit menerima informasi kebenaran yang berbasis Al-Qur’an. Konteks inilah yang menjelaskan hancurnya peradaban Mesir yang dibangun Fir’aun, atau lenyapnya keangkuhan Abu Lahab ketika datang dakwah kebenaran yang berlandaskan pada petunjuk Allah. Ketika terjadi penolakan terhadap petunjuk Allah itulah maka muncul berbagai kemaksiatan, mulai dari pengagungan pada kekayaan, praktek kedzaliman, hingga penyembahan berhala.  

Ketundukan Hati

Salah satu tolok ukur hati yang lembut, perilaku yang tunduk dan patuh pada aturan yangtelah disepakati. Hati yang lembut ini akan mengarahkan perilaku yang senantiasa berbuat baik. Al-Qur’an mengingatkan kepada kaum muslimin untuk senantiasa merenungkan petunjuk yang tertera dalam Al-Qur’an, dan tidak mudah berpaling darinya. Berpalingnya hati dari petunjuk Al-Qur’an akan menjadikan hati keras. Ketika hati keras itulah sulit untuk menerima petunjuk, dan mudah berpeluang besar untuk menolak arahan yang datang dari Kalamullah.

Al-Qur’an mensinyalir hati yang keras membatu itu pernah dialami kaum terdahulu. Mereka mendapatkan petunjuk tetapi membiarkan dan melalaikannya dalam waktu yang cukup Panjang. Akibat melalaikan itulah membuat hatinya keras sehingga dengan mudah melakukan kemaksiatan. Hal ini dinarasikan dengan oleh Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُهُمۡ لِذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُهُمۡ ۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Ĥadīd : 16)

Kerasnya hati itu membuatkan mereka lalai berbuat baik. Mereka justru  mudah berkata bohong, menipu, mencuri hingga berani melakukan pembunuhan. Mereka telah terjerumus cinta dunia hingga melupakan akherat, Fenomena ini mendorong mereka untuk berbuat kemaksiatan secara tersembunyi maupun terbuka.  

Hancurnya Peradaban

Berbagai kemaksiatan yang tersebar luas berakar dari hati yang keras. Hati yang mengeras dan tak memperhatikan petunjuk maka akan berujung pada pada hancurnya peradaban. Betapa tidak, berbagai keterangan yang benar telah hadir di hadapannya namun ditolaknya. Padahal akalnya menerima, tetapi tidak menggerakkan hatinya untuk mengakuinya. Apa yang dilakukan Fir’aun bisa dijadikan contoh sebagai pemilik hati yang keras. Datang berbagai keterangan dan penjelasan yang dibawa oleh Nabi Musa. Utusan Allah ini datang dengan membawa keterangan agar Fir’aun berhenti dari perilaku yang kejam dan merusak tatanan. Nabi Musa sudah menunjukkan berbagai mu’jizat sebagai bukti sebagai utusan-Nya. Tongkat berubah jadi ular, kemarau panjang, wabah kutu, belalang, katak hingga darah guna menghentikan kesombongan raja kejam. Bukannya merendahkan diri dan menyadari kesalahannya, tetapi justru menjadikan diri bertambah bengis hingga berupaya membunuh Nabi Musa dan pengikutnya, serta melenyapkan kebenaran.

Hal ini juga terjadi pada kelompok pemuka Quraisy yang melihat bukti kebenaran Nabi Muhammad, bukannya beriman, tetapi tetap bertahan pada keyakinan jahiliyahnya. Nabi Muhammad sudah mengikuti mereka agar membelah bulan, hingga mu’jizat-mu’jizat lain. Alih-alih berempati, mereka justru menuduh Nabi Muhammad melakukan kebohongan dengan membuat Al-Qur’an.   

Peringatan-peringatan yang ditunjukkan untuk berperilaku lembut dan santun serta mau mengikuti petunjuk Al-Qur’an. Mereka justru angkuh dan melakukan berbagai aksi buruk hingga bertindak kejam dan bengis terhadap Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Kaum Quraisy berani menyiksa dengan siksaan yang tidak manusiawi kepada para sahabat yang miskin dan lemah. Kekayaan dan pengikut yang banyak membuat mereka bertindak kejam dan bengis. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :    

َإِذَا بَطَشۡتُم بَطَشۡتُمۡ جَبَّارِينَ

Artinya: Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang yang kejam (QS. Asy-Syu`arā :130

Al-Qur’an mengabadikan sikap buruk yang melekat pada mereka yang memiliki kekayaan dan pengikut. Al-Qur’an mendeskripsikan bahwa mereka mudah mencela,  menghambur fitnah, enggan berbuat baik, dan melampaui batas dan banyak dosa. Mereka juga  kaku kasar karena mempunyai (banyak) harta dan anak. Bahkan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Allah, mereka berkata sinis dan menuduh Nabi Muhammad sebagai pembawa  dongengan kuno (QS. Al-Qalam : 10-15)

Nabi Muhammad datang kepada kaum Quraisy untuk menyempurnakan akhlaq mereka. Alih-alih mengubah diri dengan melembutkan hatinya, mereka justru membiarkan hatinya diliputi kesombongan. Ketika diingatkan akherat, mereka justru bangkit dan melakukan perlawanan yang sangat sengit, sebagai perilaku Fir’aun kepada Nabi Musa. Pemuka Quraisy seperti Abu Jahal dan Abu Lahab justru melakukan pembunuhan karakter Nabi Muhammad dengan menuduh sebagai tukang sihir atau penyair ketika menunjukkan berbagai mu’jizat Al-Qur’an.

Oleh karena perlawanan sengit yang terus menerus dilakukan, maka Allah pun melenyapkan dan menghancurkan mereka. Peradaban Quraisy yang dibangun di atas kemewahan dan keangkuhan melahirkan peradaban yang mengagungkan berhala. Al-Qur’an yang diserukan Nabi Muhammad dengan menjanjikan kesuksesan di dunia dan kemuliaan di akherat justru dituduh sebagai pembualan dan omong kosong. Hatinya semakin keras dan membatu hingga ingin membunuh Nabi Muhammad dan para sahabat. Allah pun melenyapkan mereka dan menghancurkan peradabannya di perang Badar dan perang-perang yang lain.

Surabaya, 5 Nopember 2024.