Terdapat beragam tradisi di kalangan masyarakat Jawa, salah satunya tradisi menyambut bulan Ramadhan yang dikenal dengan istilah Megengan. Secara harfiah, dalam Bahasa Jawa, megeng artinya menahan. Sehingga maknanya bisa diartikan menahan hawa nafsu sebagai persiapan untuk memasuki bulan suci. Masyarakat Islam pada saat bulan Ramadhan memang diwajibkan untuk menahan hawa nafsunya. Megengan ini merupakan tradisi yang tidak hanya ada di kalangan masyarakat Jawa, meskipun kemungkinan sebutan dan bentuk ekspresinya berbeda.
Salah satu tempat yang hingga kini tradisi megengan masih dilaksanakan adalah Dusun Bendo, Desa Bringinbendo, Taman, Sidoarjo. Perayaan dari tradisi ini biasanya diawali dengan melakukan ziarah ke kubur para leluhurnya yang sudah wafat. Terdapat pula sebagian masyarakat yang juga melakukan ziarah ke makam leluhur yang dipercaya sebagai pembabat alas Dusun Bendo, yakni Mbah Saka dan Mbah Kenanga. Lazimnya, tradisi ini dilaksanakan di masjid, namun ada juga yang mengadakannya di rumahnya masing-masing. Tradisi megengan yang dilaksanakan di masjid dimulai dengan membaca doa yang ditujukan untuk para ahli kubur, surah al-Fatihah, dan Tahlil. Sementara megengan yang dilaksanakan di rumah-rumah warga juga melakukan prosesi serupa dengan tambahan bacaan surah Yasin dan pengkhususan doa bagi ahli kubur keluarga yang mempunyai hajat tersebut. Sesudah acara selesai, para tamu mendapatkan bingkisan atau akrab dikenal dengan istilah berkatan. Adapun untuk tradisi megengan yang diselenggarakan di masjid, ada undangan kegiatan yang dibuat di mana warga setempat kemudian dapat menuliskan besar nominal sumbangan dan daftar nama ahli kuburnya untuk nanti turut didoakan.
Dari hasil penelitian Nikken Dwi Retno Sari, mahasiswa Sejarah Peradaban Islam FAHUM UIN Sunan Ampel Surabaya, selain fungsi sosial keagamaan, ternyata juga dijumpai adanya fungsi ekonomi dalam tradisi megengan. Ketika megengan digeser pelaksanaannya menjadi kegiatan bersama di masjid, beban pembiayaan dapat didistribusikan secara lebih merata dan bersifat sukarela dan lebih meringankan. Dana dari sedekah jariyah yang dikumpulkan bahkan bisa dipergunakan untuk beberapa macam kegiatan lainnya yang bermanfaat. Di antaranya berupa santunan bagi anak yatim/piatu, bantuan untuk orang sakit, dan acara buka dan sahur bersama di masjid setempat, yaitu Masjid al-Mustaqim. Megengan bersama di masjid, selain mengagendakan pengajian agama, juga dapat menjadi wadah pengembangan budaya Islam seperti diberinya kesempatan remaja masjid untuk memberikan penampilan Banjari.