“Menerima perintah dan disposisi jangan seperti makan guder, masuk perut tanpa dikunyah”
Penggalan kalimat di atas sering didengar saat briefing pagi. Itu istilah Mas Zakki, Dekan kala itu untuk menggambarkan makna disposisi dari atasan, entah itu Rektor, Warek maupun Dekan. Jangan sampai disposisi berakhir dengan kalimat TL dan TL tanpa dimonitor, apakah sudah dilaksanakan atau tidak. Ia mengibaratkan seperti makan guder, masuk perut tanpa dikunyah. Dikunyah maksudnya dibaca, dianalisis, dibahas dengan kolega, dilaksanakan, dimonitor dan dievaluasi tindak lanjutnya.
Dalam berbagai kesempatan seringkali kita temukan baik nota dinas, edaran, instruksi penting terlewatkan begitu saja. Jangankan dibaca, berkas-berkas surat penting keleleran atau hilang. Ketika ada tagihan atas tindak lanjut surat, semua orang kaget dan bahkan saling melempar tanggung jawab. Tidak jarang juga saling menyalahkan.
Briefing pagi. Kalimat itu terasa aneh bagi komunitas akademik UINSA tapi FISIP enjoy melakukannya. Jangan dibayangkan briefing seperti baris berbaris sambil komandan regu memberikan aba-aba ‘siap grak’. Apalagi yang datang terlambat dihukum dengan puch up. Bukan, bukan itu. Briefing pagi hanyalah pertemuan singkat 10-15 menit untuk memulai pekerjaan dan berdoa bersama untuk mengharap keberkahan. Briefing untuk menyampaikan tantangan, informasi baru maupun cacatan penting tim menejemen pada hari sebelumnya, sekaligus melaporkan kegiatan pada hari berikutnya. Briefing untuk menyampaikan TL nota Dinas Rektor atau Wakil Rektor. Semua tim menejemen bebas berbicara.
Briefing pagi ingin mempertegas bahwa semua layanan sudah sesuai dengan standar, meminimalisir keluhan untuk menuju ‘zero complain’. Briefing pagi sebagai media untuk menyampaikan informasi baru kepada tim agar memiliki tanggung jawab sama untuk menindaklanjutinya. Dengan cara tersebut, maka tidak ada alasan ‘tidak tahu’, ‘tidak paham’ dan tidak menindaklanjutinya.
Clean and Clear
Satu hal penting yang membedakan antara UIN dengan kampus lain soal ‘I” yakni Islam. Islam dalam tata kelola menejemen diterjemahkan oleh Mas Zakki dan Cak dar dengan ‘akhlak’ yakni prilaku dalam tata kelola yang tertib, disiplin, profesional, bertanggung jawab, jujur dan bersih. Diakui, bahwa Cak Dar (Prof. Masdar Hilmy) menjalankan tradisi itu selama memimpin UINSA 2018-2022. Dalam kesempatan sertijab (9/6) dinyatakan bahwa salah satu warisan mahal yang harus dipertahankan adalah warisan akhlak. Cak Dar sudah melakukannya dan menjadi kewajiban generasi penerusnya untuk meneruskan tradisi itu.
Mas Zakki menterjemahkan akhlak dalam tata kelola menejemen dengan sebutan ‘clean and clear’. Mirip nama merek sampo. Pesan iklan sampo “rambut tidak cukup dengan hanya ‘bersih’ tetapi kotoran yang melekat pada kepala juga bersih”. Dalam bahasa menejemen, mengelola kegiatan tidak berhenti pada ketuntasan laporan administratif tetapi dibuktikan bahwa kegiatan tersebut benar adanya sehingga tidak bermasalah di kemudian hari. Dalam bahasa lain kegiatan tidak hanya tuntas di out put tetapi outcome atau luarannya jelas.
Di banyak kesempatan mudah kita lihat dan dengar di berita berbagai media, laporan kegiatan tidak disertai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Laporan administrtif lengkap tetapi setelah ditelusuri kegiatan fiktif. Laporan kahadiran peserta berbeda dengan kenyataan sesungguhnya, begitu pula nara sumber dan lokasi acara. Ada yang lolos namun sebagian lain tidak lolos. Yang tidak lolos siap-siaplah dengan kejaran penegak hukum. Sementara yang lolos dengan pantaun Irjen dan BPK bukan berarti lolos dengan pantauan Gusti Allah. Itu urusan nanti setelah mati.
Clean berarti lolos administratif, clear berarti lolos uji kejujuran dan integritas. Clean and clear berarti lolos uji keduanya. Itu akhlak dalam bahasa Cak Dar yang melekat pada UIN, atau clean dan clear dalam bahasa Mas Zakki. Suatu hari ia menyatakan, “amal saya mungkin juga bapak/ibu biasa-biasa saja. Sholat ala kadarnya, ngaji al-qur’an juga begitu. Sodaqoh dan jariyah kita ya cuma segitu. Siapa ngerti amal dalam bentuk ini juga dihitung oleh Allah sebagai jariyah yang jadi bekal hidup kita kelak di akhirat”.
Clean and clear menjadi pertaruhan dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia. Dulu mengenal istilah APBN/D bocor 30 % yang disuarakan oleh peneliti dan aktivis. Di berbagai media juga kita dengan istilah beli proyek, belum dikerjakan sudah minta fee 15-20 %. UIN yang juga mengelola dana APBN menjadi arena pertaruhan bagi pengelolanya agar tidak menjadi bagian dari 15 % hingga 30 % itu. Sisi lain, ciri ‘Islam’ yang melekat pada UIN bukan hanya terikat dengan aturan normatif keuangan tetapi terikat oleh ajaran agama yang menjunjung tinggi kejujuran dan integritas. Malaikat Raqib-Atid berada di kanan-kiri bahu kita yang diyakini setiap saat memonitor prilaku umatnya.
Clean and clear menjadi jawabannya. Cak Dar sudah membangun pondasi yang kuat soal akhlak mengelola menejemen kampus. Bukan hal yang sulit bagi Mas Zakki untuk mangarusutamakan prinsip itu dalam jajaran menejemen UIN, karena ia delapan tahun sudah melakukannya. Tidak perlu jurus ATM (Adopsi, Tiru, Modifikasi), mungkin cuma ‘M’ belakang perlu disesuaikan karena skala UINSA lebih luas dibandingkan FISIP. (Abdul Chalik/FISIP, bersambung).