Column UINSA

Ushuluddin & Filsafat

Thursday, 12 January 2023

Mahasiswa Student Exchange UINSA-UKM Silaturahim dengan Para Pahlawan Indonesia di Malaysia

Dalam kalender akademik Universiti Kebangsaan Malaysia, terdapat cuti tengah semester selama sepekan bagi para mahasiswa yang menempuh studi di salah satu kampus kebanggaan masyarakat Melayu tersebut. Sebagian besar mahasiswa mungkin memanfaatkannya untuk kembali ke kampung halaman atau have fun bersama teman-teman. Tapi bagi beberapa mahasiswa Student Exchange UINSA-UKM, alih-alih mengisinya dengan hanya liburan atau rebahan, mereka memilih mengikuti program bertajuk “International Volunteer & Youth Exchange” yang diadakan Yayasan Anak Sholeh.

Yayasan Anak Sholeh merupakan lembaga pendidikan sosial-keagamaan yang didirikan dan dikepalai oleh Ustadz Basroni sejak tahun 2009. Rohmania Citra Ayu, salah satu perwakilan dari yayasan yang bermarkas di Medokan Ayu Surabaya dalam program International Volunteer & Youth Exchange, menjelaskan bahwasanya program International Volunteer & Youth Exchange merupakan satu program daripada Yayasan Anak Sholeh yang baru saja diadakan, dalam rangka mendukung kapasitas santri agar dapat memperoleh ilmu yang lebih banyak dan lebih luas, serta mengamalkan ilmu yang telah didapat maupun yang baru akan didapat dalam skala internasional.

“Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat, dan tiada kemanfaatan dari sebuah ilmu, kalau bukan dengan mengamalkannya,” demikian ungkapnya.

Program International Volunteer & Youth Exchange merupakan serangkaian kegiatan yang bermula dari kegiatan silaturahim dan sharing bersama PCINU Malaysia, KBRI Malaysia, dan PPWNI Klang; dan berakhir dengan kegiatan belajar dan bermain bersama para siswa sanggar belajar binaan PPWNI Klang dari jenjang SD sampai dengan SMP.

Dalam kegiatan silaturahim dan sharing bersama Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di Malaysia, banyak hal dan informasi menarik luar biasa boleh didapat. Salah satu di antara sekian banyak, yaitu terkait bagaimana upaya pemberdayaan warga Indonesia supaya tidak dipandang sebelah mata.

Tidak bisa dipungkiri bahwa para pendatang dari Indonesia sering dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan karena beberapa alasan. Tapi hal tersebut bukan alasan bagi masyarakat Indonesia untuk tidak menunjukan eksistensinya di negeri orang. Sekelompok nahdliyin di PCINU Malaysia, di tengah kesibukan berkuliah dan/atau bekerja yang mana itu basis mengapa mereka datang, mengadakan beberapa agenda dalam berbagai bidang terutama sosial, keagamaan, dan kependidikan.

Penulis bersama PCINU di Malaysia

Di bidang sosial, mereka membantu pelayanan ataupun pengaduan terkait permasalahan yang dialami para pekerja imigran asal Indonesia. Di bidang keagamaan, mereka mengadakan kegiatan rutinan dan pengajian peringatan hari-hari besar dalam Islam. Di bidang kependidikan, mereka berjuang dan berkerelaan menunjang para anak-anak imigran terutama yang tidak memiliki dokumen kenegaraan untuk mengenyam pendidikan.

Pondok An-Nahdloh, sebuah pondok pesantren yang berlokasi di Tanjong Sepat Selangor, adalah satu bentuk di antara sekian banyak keberhasilan yang dicapai para nahdliyin di negeri Jiran dalam berjuang. Adalah sebuah fakta, bahwasannya pondok pesantren yang diresmikan pada Ahad, 24 April 2022 ini, merupakan pondok pesantren pertama dan satu-satunya yang dimiliki PCINU di luar Indonesia.

Berdasarkan keterangan dari Masykur, Dewan Penasehat Banser sekaligus Wakil Sekretariat dari Pertumbuhan Nahdlatul Ulama Kuala Lumpur-Selangor (PNUKS), untuk saat ini santri-santri yang belajar di pondok tersebut tidak lagi hanya yang berasal dari Indonesia, akan tetapi penduduk asli bumi Melayu juga ada yang turut belajar di sana.

Adapun dalam kegiatan silaturahim dan sharing bersama KBRI Malaysia, alangkah kurang beruntungnya tidak dapat bertemu langsung dengan pihak yang semestinya sebab adanya kepentingan mendesak pada beliau yang bersangkutan. Akan tetapi, dengan berlanjut silaturahim dan sharing bersama PPWNI Klang, apa yang diharapkan untuk dibincangkan bersama pihak kedutaan pada mulanya, sedikit banyak terwakilan dalam sesi selanjutnya itu.

Peserta Student Exchange bersama Pak Riko Sulaiman di KBRI

PPWNI atau Pusat Pendidikan Warga Negara Indonesia Klang merupakan lembaga pendidikan yang didirikan pada tahun 2010 oleh seorang tokoh masyarakat di Klang, yang kebetulan merupakan kerabat Diraja Selangor, yakni Ungku Raja Komarudin. Namun, betapapun demikian, bukan berarti lancar dan mulus dalam masalah perizinan. Oleh Pemerintah Malaysia, PPWNI tidak mendapat izin untuk dijadikan sebagai pendidikan resmi/formal. PPWNI diperbolehkan beroperasi, tapi hanya sebagai lembaga pendidikan yang sifatnya nonformal saja.

Mengapa demikian?

Hal itu dikarenakan umumnya peserta didik daripada PPWNI Klang ini merupakan anak WNI yang tidak memiliki dokumen kenegaraan. Dilahirkan dari keluarga yang tidak mempunyai izin masuk atau izin tinggal dari suatu negara yang ditinggali secara legal, meniscayakan mereka tidak mempunyai dokumen-dokumen seperti halnya KK, Akte Kelahiran, dan sejenisnya. Sebab persoalan itu, anak-anak yang belajar di sanggar belajar yang didirikan pun pada akhirnya tidak bisa mendapat ijazah resmi yang disahkan oleh pihak pemerintahan Malaysia.

Akan tetapi, para putra bangsa yang boleh kita sebut sebagai pahlawan Indonesia saat ini, tidak cukup hati jikalau sekadar hanya mereka dapat mengenyam pendidikan sebagaimana di sekolahan. Step by step, mereka mengupayakan dan memperjuangkan secara konsisten, konsekuen, dan terus menerus bagaimana caranya hasil daripada anak belajar juga mendapat pengakuan yang resmi dan tidak sia-siakan.

Berdasarkan keterangan yang didapat dari Riko Sulaiman selaku delegasi KBRI di PPWNI Klang, para WNI yang berkesadaran untuk itu menjalin kerjasama bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia. Kerjasama tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan mengadakan jalinan komunikasi, menjaring data dan informasi mengenai keberadaan anak-anak WNI, khususnya yang tidak berdokumen, di seluruh penjuru Semenanjung Malaya. Dari situ kemudian, bertemu dengan ormas PCINU yang juga berkeinginan sama dalam mewujudkan hal demikian; bersama-sama saling bahu-membahu mengupayakan dan memperjuangkan, hingga pada akhirnya usaha tidak mengkhianati hasil.

Pemerintah Indonesia mengadakan upaya dengan membuatkan NISN dan semacamnya, yang mana dengan demikian, mungkin status kependidikan anak-anak yang menempuh pembelajaran di sanggar belajar tidak diakui di Malaysia, tapi di Indonesia status kependidikan mereka diakui. Ketika anak-anak selesai menempuh pendidikan di sanggar belajar yang ada di Malaysia, mereka dapat melanjutkan pada jenjang berikutnya sepulang kemudian di Indonesia.

Momen Outbound  bersama para siswa di Sanggar Belajar Malaysia

Mendengar dan menyimak kisah perjuangan dari masing-masing pihak yang dikunjungi dalam kegiatan silaturahim dan sharing dalam program International Volunteer & Youth Exchange, begitu membuat terenyuh suasana hati terlebih karena semuanya murni dimulai dari dorongan kepedulian hati dan modal pribadi. Tidak ada imbalan atau bayaran dalam perjuangan yang dilakukan, selain kepuasan batin menyaksikan anak-anak yang tidak berdokumen berkesempatan bersaing sebagai anak-anak yang berdokumen pada umumnya.

Adapun bantuan kemudian setelah semuanya tersistemasi, akan tetapi mungkin itu kurang sebanding dengan keteguhan ketegaran menghadapi anak-anak yang terkadang hilang semangat belajar karena berbagai alasan. Menyikapi anak-anak yang terkadang minder melihat lingkungan sekitar; pasrah karena sadar bahwa dirinya hanya anak pekerja kasar, anak babu, atau semacamnya; semua itu menjadi tantangan yang sangat tidak gampang.

Serangkaian kegiatan yang ditutup dengan belajar dan bermain bersama anak-anak binaan PPWNI Klang, mengimplementasikan ilmu yang telah didapat sekalian memberi sripilan motivasi untuk tetap semangat belajar, memberikan kesan tersendiri bagi beberapa mahasiswa Student Exchange UINSA-UKM.

“Program International Volunteer & Youth Exchange merupakan program yang cukup menarik. Acaranya juga cukup bagus dan berkesan. Walau ada bagian yang membingungkan bagi saya, tapi tetap alangkah bagusnya kalau program semacam ini diadakan lagi di kemudian hari,” ungkap Vita Dzurratul Afia, mahasiswa Student Exchange UINSA-UKM yang ikut serta dalam program tersebut.

*Penulis: Mohamad Khusnial Muhtar (Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam, Peserta Program Student Exchange di Universiti Kebangsaan Malaysia)