Column
Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D.
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya

“Ayah, yuk besok kita ke Pasar Sehat!” Begitu kalimat yang keluar dari anak gadisku. Di Sabtu malam, 3 Mei 2025. Mengajakku bersama-sama ke tempat itu. Otakku langsung bertanya-tanya malam itu. Apakah gerangan Pasar Sehat itu? Kok terasa baru denger nih. Begitu gumamku kala itu. Dan keesokan harinya, melajulah aku dan keluarga kecilku ke tempat diselenggarakannya Pasar Sehat itu. Dengan penuh penasaran kendaraan kuarahkan ke titik lokasi Pasar Sehat itu. Dan tepat jam 10:15 WIB, sampailah aku dan keluarga kecilku di lokasi itu. Tepatnya di Jl. Dr. Cipto No. 22 Surabaya.

Begitu sampai di lokasi itu, dalam hati aku pun bertanya, “Mana pasarnya ya?” Anakku itu lalu menjelaskan bahwa Pasar Sehat itu bagian dari program khusus yang diselenggarakan oleh C2O Library & Collabtive. Sebuah perpustakaan swadaya yang lain daripada perpustakaan pada umumnya. Di mana lainnya? Konsepnya yang tidak biasa-biasa saja. Selain mandiri, perpustakaan ini merupakan ruang kolektif. Isinya tak hanya koleksi buku semata. Untuk kepentingan dibaca di tempat. Melainkan juga merupakan ruang temu yang disediakan untuk berbagai kepentingan literasi akademik hingga sosial.

(Foto Kiri [Wajah Depan C20], Foto Kanan [Ruang Dalam Lt. 1 C20], Dokumen Pribadi)

Di perpustakaan itu, pengunjung difasilitasi dengan berbagai ruang dan kesempatan beraktivitas. Mulai dari belajar dari koleksi buku yang tersedia hingga bekerja dan berkarya. Sebab, di perpustakaan itu terdapat ruang kerja bersama.  Kini lebih dikenal dengan istilah co-working space. Pengunjung bisa bekerja dan berkarya di ruang itu. Fasilitas itu untuk melengkapi fungsi regular perpustakaan seperti pada umumnya sebagai tempat untuk membaca dan menelaah buku koleksi. Selain itu, di perpustakaan itu, pengunjung bisa bertemu, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan beragam komunitas di sekitarnya secara terbuka.

Mengapa begitu? Karena perpustakaan yang kini menjadi alternatif di tengah menjamurnya pusat perbelanjaan dan tempat nongkrong berdiri dan beroperasi di pusat kota Surabaya. Bangunannya terdiri dari tiga bagian. Lantai satu bagian depan merupakan area perpustakaan dan toko buku. Di situ pengunjung bisa sekadar membaca buku atau bisa pula membeli buku yang disukai. Lantai satu bagian belakang disediakan apa yang disebut dengan nama Dapur C2O. Di bagian itu, pengunjung bisa membeli dan menikmati minuman dan jajanan yang dijual. Makan dan minumnya bisa pula di situ. Tak harus keluar. Lalu, terdapat bagian lantai dua yang disediakan secara khusus sebagai ruang kerja bersama, seperti yang kusebut di atas.

Sebagai sebuah program, Pasar Sehat sendiri diadakan rutin di hari Minggu pertama setiap bulan. Pada Minggu tanggal 4 Mei 2025 saat ku berkunjung bersama keluarga kecilku di pagi itu, sebagai contoh, Pasar Sehat di perpustakaan itu sudah dipenuhi pengunjung. Sejumlah orang berusia senior ada di lokasi itu. Mayoritasnya sih memang anak-anak muda usia. Mereka menenteng makanan dan minuman di tangan. Berkeliling dari satu meja ke meja lainnya. Sebagian sudah menempati tempat duduk. Untuk menikmati makanan dan minuman yang telah dibeli. Di masing-masing meja sajian makanan dan minuman, pengunjung bisa membeli dengan cara membayar cash, dan bisa pula dengan menggunakan fasilitas QRIS. 

 Sebetulnya, kegiatan Pasar Sehat tak hanya sebatas adanya transaksi jual-beli makanan dan minuman saja. Ada sejumlah kegiatan lainnya juga. Pada Minggu tanggal 4 Mei 2025, sebagai misal, ada kegiatan yoga pagi. Pengunjung bisa ikut berolah yoga di pagi itu. Juga, ada lokakarya berkain. Pagi itu, aku memang melihat sejumlah pengunjung mengenakan kain batik yang digunakan sebagai bawahan. Sejumlah laki dan perempuan mengenakannya. Aku pun serba penasaran, apakah gerangan yang terjadi hingga muncul pemandangan seperti itu. Mirip seperti di Bali. Hanya beda kain dan motifnya saja untuk pakaian bawahan itu. Bahkan, ada juga kegiatan tumpengan. Seloyang tumpeng kala itu sudah tersajikan dan siap santap di atas sebuah meja. Lalu di depannya, ada serangkaian kursi yang memang dibuat melingkar.

Beragamnya aktivitas di atas memang tampak didesain dalam rangka untuk menghidupkan perpustakaan yang mulai menjadi trendsetter baru bagi sejumlah kalangan. Lihatlah tagline acara yang disebarkan melalui akun Instagram resminya, seperti di bagian bawah. Segera kita akan paham bahwa ada kehendak kuat dari pengelola untuk bisa menjadikan perpustakaan sebagai tempat jujugan baru bagi kepentingan healing tipis-tipis. “Hura-Hura, Bergembira & Bersuka Ria,” begitulah kata-kata kunci yang diumbar untuk menarik pengunjung untuk datang. Apalagi, acaranya dilaksanakan di Hari Minggu, seperti kuuraikan di atas. Maka, pesan untuk bergembira dan bersantai ria sangat relate banget dengan kebutuhan warga masyarakat di akhir minggu itu.

Jadi, perpustakaan C2O Library & Collabtive telah melakukan langkah inovatif yang disebut dengan livening up. Yakni, desain inovatif yang diorientasikan untuk membangkitkan kembali peran dan fungsi perpustakaan melalui serangkaian program menarik yang ditawarkan ke seluruh lapisan warga masyarakat. Buktinya, tak hanya orang dewasa yang dibuat bergembira di Pasar Sehat itu. Tapi, juga ada anak-anak yang dimanjakan dengan program menarik nan inovatif untuk mereka. Ada program kegiatan yang diperuntukkan bagi mereka. Namanya “Duduk Melingkar Sambil Nggambar-Nggambar”. 

Itu semua berarti bahwa perpustakaan dimaksud sudah mengambil langkah inovatif lintas segmen usia. Bahkan, tak salah jika kusebut bahwa acara Pasar Sehat yang diselenggarakan oleh perpustakaan C2O Library & Collabtive di atas telah mengambil strategi marketing dan persuasi yang jempolan. Sebab, dengan menawarkan rangkaian program yang bisa dinikmati oleh pengunjung lintas segmen usia, maka perpustakaan itu telah melaksanakan prinsip caters for all. Melayani semua konsumen. Ayah dan ibu bisa menikmati kuliner. Dan anak mereka pun juga bisa menikmati kegiatan menggambar atau baca buku ringan.

Lalu, pertanyaannya, apakah program livening up di atas diserap baik oleh warga masyarakat? Saya bisa pastikan jawabannya, yes. Betul. Terserap baik. Buktinya pengunjungnya berjubel. Bahkan, saking berjubelnya, awalnya aku merasa ngapain anakku ngajak ke tempat ini jika hanya membuat situasi batin tidak nyaman. Sesak. Bejubel. Tapi, setelah aku masuk dan semakin menikmati setiap yang terjadi di dalamnya, aku mulai dan makin terpesona dengan cara perpustakaan C2O Library & Collabtive itu melakukan strategi jitunya untuk kepentingan livening up itu. Keren. Menarik. Dan gaul banget. Cool!!!

Maka, ada sejumlah pelajaran yang penting untuk ditarik dari bagaimana Perpustakaan C2O Library & Collabtive menawarkan program kepada warga masyarakat. Termasuk melalui program acara Pasar Sehat di atas. Pertama, perpustakaan dimaksud memperkuat daya tarik dirinya melalui diversifikasi program luring di tengah kekuatan dan kecenderungan digital. Kita semua tahu, kemajuan teknologi digital memberikan tantangan dan sekaligus tekanan kepada perpustakaan saat memposisikan dirinya hanya sebagai tempat baca semata. Sebab, tanpa harus hadir di gedung dan ruang perpustakaan, anggota masyarakat bisa mendapatkan informasi dan bahkan pengetahuan sebanyak-banyaknya.

Banyaknya platform dan situs digital semakin memberikan tantangan dan tekanan yang lebih besar kepada perpustakaan konvensional di atas. Lalu, beragam platform dan situs digital seakan menjadi perpustakaan digital. Ruang-ruang perpustakaan konvensional yang mengandalkan bangunan dan layanan fisik mulai perlahan tergantikan oleh “perpustakaan digital” itu. Sebab, berbagai informasi dan pengetahuan bisa diperoleh tanpa harus susah payah mendatangi fisik gedung dan atau ruang perpustakaan konvensional itu. Bahkan lebih jauh lagi, informasi dan pengetahuan itu bisa datang sendiri. Tak perlu lagi dicari. Sebagai akibat dari derasnya arus komunikasi dan informasi di tengah kemajuan teknologi digital.   

Nah, diversifikasi program luring oleh perpustakaan C2O Library & Collabtive di atas menjawab tantangan dan tekanan di atas. Langkah itu menempatkan perpustakaan semakin penting bagi warga masyarakat. Semakin beragamnya program layanan melalui berbagai aktivitas luring yang beraneka macam, seperti yang tergambar pada penyelenggaraan Pasar Sehat di atas, menjadi bukti bahwa perpustakaan pun juga bisa melakukan livening up atas posisi dan keberadaannya di tengah tantangan dan tekanan kemajuan teknologi digital. Dengan begitu, kehadiran perpustakaan tetap dibutuhkan oleh warga masyarakat. Itu karena program-programnya sangat dekat dan memenuhi ekspektasi anggota warga masyarakat secara kebanyakan. 

Sebagai pelajaran kedua, melalui penyelenggaraan beragam acara pada Pasar Sehat, perpustakaan telah membangun ekosistem pendukung terhadap sentralnya bisnis utama (core business) yang dijalankan. Perpustakaan C2O Library & Collabtive di atas telah mengajarkan dengan program Pasar Sehatnya bahwa beragam program inovatif yang dijalankan tak lain dan tak bukan untuk mendukung keberadaan layanan perpustakaan, khususnya di tengah perubahan cepat di berbagai kalangan masyarakat. Keberadaan perpustakaan diyakini tak bisa lagi sendirian, terpisah dari selainnya. Perpustakaan justru membutuhkan selainnya sebagai ekosistem pendukung.

Alasannya sederhana. Kukuhnya keberadaan perpustakaan tak bisa jauh-jauh dari selainnya akibat perubahan cepat yang terjadi dan berasal dari luar dirinya. Termasuk di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi kebutuhan bagi perkembangan layanan perpustakaan itu sendiri. Atas dasar itu, maka perpustakaan tak lagi bisa mengisolasi diri dari kekuatan di luar dirinya. Alih-alih, perpustakaan harus mendekatkan diri dengan perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di luar dirinya itu. Ia harus responsif terhadap dinamika luar itu.

Perpustakaan C2O Library & Collabtive tampak kuat memahami bahwa perpustakaan kini tak boleh lagi menjadi eksklusif dengan layanannya sebagai tempat baca dan atau pinjam buku semata. Alih-alih, sudah harus dilakukan pendekatan yang lebih inklusif. Pendekatan ini mempersyaratkan dilakukannya proses sinergi dan kolaborasi dengan fungsi layanan selainnya. Bukan semata hanya untuk baca dan atau pinjam buku semata. Semua itu harus dilakukan agar tercipta ekosistem pendukung yang keberadaannya sangat berpengaruh pada perkembangan dirinya.

Dengan menyelenggarakan beragam acara pada Pasar Sehat yang dijalankan, Perpustakaan C2O Library & Collabtive tampak sekali mengerti bahwa komponen lain di luar dirinya bisa berdampak cukup serius terhadap dinamika dan keberlangsungan dirinya sendiri. Karena itu, semua yang membentuk ekosistem pendukung atas dirinya dirawat sedemikian rupa agar kehadirannya justru memperkuat keberadaan dan keberlangsungan perpustakaan itu sendiri. Maka, bagi Perpustakaan C2O Library & Collabtive, merawat ekosistem pendukung sama berartinya dengan merawat keberadaannya sendiri. Semua itu diyakini karena akan berdampak pada kelangsungan dirinya sendiri.   

Sebagai pelajaran ketiga, dalam menjamin diversifikasi usaha layanan di atas, kolaborasi tampak menjadi sebuah keharusan. Sebagai buktinya, dalam menyelenggarakan program Pasar Sehat di atas, Perpustakaan C2O Library & Collabtive menggandeng para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menjadi mitra pengisi makanan dan minuman yang diperjualkan kepada pengunjung. Perpustakaan dimaksud tidak menyediakan sendiri barang dagangan seperti nasi, sosis goreng, es krim, hingga minuman jus orisinal tanpa bahan pemanis. Yang dilakukan adalah mengundang pihak-pihak lain untuk mengisi barang dagangan yang dibutuhkan.

Jadi, hampir semua usaha jualan makanan dan minuman yang dipasarkan di Pasar Sehat itu berasal dari hasil kolaborasi dengan para pelaku usaha UMKM di sekitar Kota Surabaya. Praktik yang dipertontonkan oleh Perpustakaan C2O Library & Collabtive ini menunjukkan dan sekaligus mengajarkan bahwa kolaborasi adalah solusi. Apakah modelnya retribusi atau selainnya, tetap saja bahwa model kolaborasi seperti yang dipertunjukkan oleh Perpustakaan C2O Library & Collabtive tersebut adalah solusi untuk menjamin kinerja terkini.  

Bahkan lebih jauh, kolaborasi model Perpustakaan C2O Library & Collabtive di atas menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Yakni bahwa kolaborasi itu seakan harus diambil untuk dua kepentingan. Kepentingan pertama dari model kolaborasi itu adalah untuk menjamin diversifikasi usaha yang dibutuhkan bagi penguatan kembali fungsi dan peran di balik keberadaan perpustakaan di tengah perubahan. Kepentingan kedua adalah bahwa diversifikasi tak harus membuat Perpustakaan C2O Library & Collabtive kehabisan energi untuk menjalankan layanan utamanya di perpustakaan.

Jika pengelola Perpustakaan C2O Library & Collabtive melakukan sendiri semua pengadaan dan penjualan barang dagangan serta berbagai program layanan di Pasar Sehat secara sendiri, tentu mereka akan kehabisan energi untuk mengelola layanan utama perpustakaan yang dijalankan. Dengan model kolaborasi seperti diuraikan di atas, maka Perpustakaan C2O Library & Collabtive tetap bisa eksis. Tapi layanan dan fungsinya bisa dikembangkan melalui langkah diversifikasi layanan seperti dijelaskan di atas. Dengan begitu, layanan utama tetap bisa dipertahankan, dan layanan tambahan yang berfungsi sebagai pelengkap dan atau penyempurna layanan utama juga tetap bisa diakomodasikan.

Perpustakaan C2O Library & Collabtive Surabaya di atas telah mempraktikkan prinsip give the monkey what the monkey wants, and do not give the monkey what the cat wants. Berilah monyet apa yang ia mau, dan jangan beri ia apa yang kucing mau. Kira-kira begitu terjemah harfiahnya. Tentu kalimat itu hanya ilustrasi semata. Atas apa yang harus dilakukan. Agar layanan tidak jauh-jauh dari kebutuhan konsumen. Dalam konteks itu, perpustakaan itu sangat memahami selera dan keinginan setiap lapisan pengunjungnya. Bahkan, termasuk di antaranya adalah mengenai bagaimana menarik perhatian warga masyarakat untuk datang ke tempat layanannya.

Perpustakaan C2O Library & Collabtive tidak memaksakan pendekatan regular. Bahwa perpustakaan adalah tempat untuk membaca buku. Tentu saja bukan itu. Tentu saja bukan semata hanya itu. Perpustakaan itu telah mampu melampaui pendekatan regular itu. Alih-alih bersikukuh dengan pandangan lama yang memposisikan perpustakaan sebagai tempat baca buku, perpustakaan C2O Library & Collabtive dimaksud mampu menyeiringkan layanan di dalamnya dengan kecenderungan selera dan kebutuhan warga masyarakat. Diversifikasi program layanan yang diikhtiarkan, seperti yang tampak pada program Pasar Sehat di atas, tampak semata-mata untuk mendekatkan perpustakaan dengan hati warga masyarakat.  

Prinsip yang digambarkan oleh ilustrasi give the monkey what the monkey wants, and do not give the monkey what the cat wants di atas mengajarkan apa yang dalam dunia kesantrian dikenal dengan istilah muqtadl al-hal. Yakni, prinsip “sesuai dengan konteks target, sasaran, dan situasi”. Kebutuhan orang dewasa dan anak-anak, dalam konteks penyelenggaraan Pasar Sehat di atas, tentu tak sama. Termasuk kebutuhan orang tua dan anak-anaknya. Masing-masing dari mereka diberi program spesifik. Hingga masing-masing bisa menikmati kesukaannya. Target livening up pun tercapai dengan maksimal. Dan perpustakaan C2O Library & Collabtive menjadi model untuk urusan livening up ini.  

Kisah di atas memang tentang perpustakaan. Tapi sejatinya, substansinya berlaku bagi semua unit layanan. Yakni, bahwa livening up memang menjadi keharusan untuk kepentingan keberlanjutan sebuah unit usaha layanan. Bahkan, strategi itu juga dibutuhkan untuk menjemput kesuksesan. Kini dan masa depan. Maka, siapapun pelaku usaha dan atau penyelenggara layanan harus menjadikan semangat livening up sebagai sebuah strategi jitu untuk memenangi setiap perubahan. Itu semua karena perubahan tak akan bisa dihindarkan. Dan, hanya orang-orang yang inovatif yang mampu memenangi perubahan dengan pikiran dan praktik baik yang dimaksimalkan.