Column UINSA

Oleh: Dr. Muhammad Khodafi, M.Si.

Ngaji 4

Bidayatul Hidayah

Hidayah berawal dari sebuah kondisi ketakwaan lahiriah seorang hamba dan berakhir pada kondisi ketakwaan yang lebih berkualitas batiniah. Konsep takwa sendiri dipahami sebagai sebuah bentuk ketaatan seorang hamba pada perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan Nya. Dalam konteks inilah sangat penting untuk memahami apa saja kategori dari perintah Allah, agar kita bisa memiliki bekal yang cukup untuk menjalaninya. 

Imam Ghozali mengistilahkan perintah-perintah Allah yang wajib atau fardhu sebagai “modal dasar” (roksu al mal). Modal yang wajib dimiliki setiap orang beriman untuk melakukan “transaksi” yang sah sebagai seorang hamba dalam mengabdi kepada Allah.  Tanpa modal ketaatan ini, maka tidak ada status hamba yang Maha Rahman, yang bisa kita sandang. Maka manusia yang mendaku menghamba  pada Allah tetapi tidak menjalankan ketaatan para perintah Allah yang fardhu ini, bisa dianggap sebagai hamba dari nafsunya sendiri atau bahkan hamba syaitan. 

Sementara itu ketaatan pada perintah-perintah Allah yang sunnah atau nawafil merupakan sebuah sarana yang dapat meningkatkan derajat ketakwaan seorang hamba kepada posisi yang lebih mulia dibandingkan seorang hamba yang Istiqomah menjalankan perintah Allah yang fardhu semata. Dalam konteks kenabian, bahwa hampir semua nabi “diwajibkan” melakukan perintah-perintah penghambaan yang lebih berat dari ummatnya. Itulah kenapa semua nabi memiliki kemuliaan yang tinggi dibandingkan hamba-hamba Allah yang lain termasuk malaikat sekalipun. 

Terkait dengan kemuliaan hamba Allah yang Istiqomah melakukan perintah-perintah Allah yang wajib dan Sunnah ini nabi Muhammad bersabda : “Allah SWT berfirman : Tidaklah manusia/orang yang mendekat kepada KU dengan melaksanakan (penuh ketaatan) apa yang Aku perintahkan (wajibkan) kepada mereka,  kemudian mendekatkan diri kepada KU dengan (mengamalkan) perintah-perintah KU yang sunnah (secara Istiqomah). Sehingga Aku akan mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Aku (sebagian sifat-sifat Nya yang terkait dengan pendengaran, penglihatan, pengucapan, tangan dan kaki) akan menjadi pendengarannya yang dengannya dia mendengar, menjadi matanya yang dengannya dia melihat, menjadi lisannya yang dengannya dia berbicara, menjadi tangan dan kakinya yang dengan dia bertindak/memegang dan berjalan. Artinya orang yang taat dan atau takwa itu akan selalu dalam bimbingan dan penjagaan Allah dari kelalaian. Karena orang yang taat akan selalu merasa dalam pengawasan Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu apa yang ada di dalam batin dan apa yang kita lahirkan dalam pikiran dan semua perilaku kita. #SeriPaijo