Column

Ahmad Hanif Asyhar
Dosen Prodi Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

Saya adalah mungkin salah satu dosen yang lumayan sering merasakan gempa besar (Megathrust), mulai dari gempa Lombok tahun 2018 berkekuatan 7 SR serta mengakibatkan limaratusan orang meninggal karena bencana tersebut. Berurutan kemudian Gempa di Davao Filipina sebesar 7.4 SR, gempa Jogja serta yang terbaru Surabaya. Untuk kasus terbaru di Surabaya bulan April tahun ini meskipun hanya 5.6 SR tapi membuat gaduh seluruh masyarakat Surabaya. Betapa tidak di UIN sunan Ampel sendiri ada gedung berlantai 9 bisa dibayangkan saat gempa seperti di’goyang’ dalam beberapa saat.

Sejarah mencatat gempa di Indonesia terbesar saat Tsunami Aceh 2004 yaitu gempa yang berkekuatan 9.3 SR, dilanjutkan gempa Sumatera (Mentawai) 2010 berkekuatan 7.7 SR, Gempa Palu-Donggala berkekuatan 7.5 SR yang terkenal dengan likuifaksinya tahun 2018 serta gempa lombok berkekutan 7 SR di tahun yang sama. Gempa-gempa tersebut sangat merusak terutama yang di Aceh yang membuat sepertiga masyarakat Aceh meninggal dunia.

Indonesia adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana alam, terutama gempa bumi. Salah satu ancaman paling serius adalah gempa megathrust, yang terjadi di zona subduksi, tempat lempeng tektonik bertemu dan menghasilkan gempa berskala besar Gempa megathrust hingga saat ini masih menjadi topik yang hangat di tengah masyarakat, karena gempa ini berpotensi memiliki kekuatan yang sangat besar, BMKG membuat prediksi potensi gempa maksimal 8.9 SR di Mentawai dan 8.7 SR di pesisir selatan Jawa Timur*. Ini menjadi warta yang menarik sekaligus mendesaknya peran kampus dalam menyaiapkan mitigasi yang tepat sehingga bisa meminimalisasi dampak baik fisik maupun jiwa. Meskipun gempa megathrust hanya peramalan secara akademik yang waktu datangnya belum diketahui kapan, tapi saya kira kewaspadaan menghadapi adalah kuncinya.

Peta Megathrust (Dok. BMKG)
Peta Megathrust (Dok. BMKG)

Kampus Sebagai Pusat Pendidikan dan Penelitian

Universitas Islam Negeri dibawah naungan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam saya kira perlu mulai concern dengan tema penelitian ini. Belum banyak penelitian yang dihasilkan kawan2 PTKI terkait mitigasi gempa. Kampus yang memiliki ribuan mahasiswa, dosen, dan staf perlu merespons dengan cepat dan tepat jika terjadi gempa besar. Oleh karena itu, kampus harus dilengkapi dengan infrastruktur yang tahan gempa, sehingga dapat mengurangi risiko keruntuhan bangunan yang dapat menyebabkan korban jiwa. Lebih dari itu, kampus juga memiliki kapasitas untuk menjadi pusat penelitian mitigasi bencana, memberikan solusi jangka panjang dalam menanggulangi dampak gempa. Melalui penelitian interdisipliner yang melibatkan ilmu geofisika, teknik sipil, sosial, dan pendidikan, kampus bisa menjadi garda terdepan dalam inovasi mitigasi bencana, dan ini sangat mendesak.

Perlunya Infrastruktur Tahan Gempa di Lingkungan Kampus

Salah satu aspek utama dari kesiapsiagaan adalah pembangunan infrastruktur yang aman. Gedung-gedung kampus yang tidak memenuhi standar tahan gempa akan menjadi ancaman serius bagi keselamatan penghuni. Oleh karena itu, sangat penting bagi perguruan tinggi untuk memastikan bahwa seluruh bangunan kampus, terutama yang berfungsi sebagai ruang belajar, asrama, dan fasilitas umum, memenuhi standar konstruksi tahan gempa. Penguatan struktur bangunan lama, serta desain bangunan baru yang mengikuti pedoman keselamatan, adalah langkah nyata yang harus diambil.

Tidak hanya itu, kampus juga perlu memiliki fasilitas evakuasi darurat yang jelas, termasuk jalur evakuasi, titik kumpul aman, dan ruang terbuka yang memadai. Hal ini akan memudahkan proses evakuasi jika gempa terjadi, mengurangi potensi kekacauan, dan melindungi civitas akademika dari risiko tertimpa reruntuhan.

Membangun Budaya Kesiapsiagaan Melalui Edukasi dan Simulasi

Berkaca gempa Surabaya beberapa waktu yang lalu, banyak mahasiswa malah lebih mementingkan instastory dan merekam kejadian daripada bersiap2 turun menyelamatkan diri, ini berbahaya. Kesiapsiagaan menghadapi gempa megathrust tidak hanya mengandalkan infrastruktur, tetapi juga memerlukan pendidikan yang terus menerus tentang pentingnya kesadaran bencana. Kampus sebagai institusi pendidikan berperan penting dalam menanamkan budaya kesiapsiagaan melalui berbagai program edukasi. Misalnya, simulasi gempa rutin di kampus dapat meningkatkan kesadaran dan keterampilan mahasiswa, dosen, dan staf dalam merespons situasi darurat.

Melalui simulasi tersebut, semua pihak dapat dilatih untuk mengetahui tindakan yang tepat saat gempa terjadi, seperti “Drop, Cover, and Hold On,” serta memahami jalur evakuasi yang aman. Latihan-latihan ini sangat penting, karena dalam situasi sebenarnya, ketenangan dan kesiapan mental menjadi kunci utama dalam menghadapi bencana. Selain itu, kampus bisa menyelenggarakan seminar dan diskusi terkait mitigasi bencana, bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Edukasi ini tidak hanya penting bagi mahasiswa dan dosen, tetapi juga bagi staf yang bertanggung jawab atas keselamatan kampus.

Peran Perguruan Tinggi dalam Masyarakat

Sebagai lembaga yang memiliki peran dalam memajukan masyarakat, kampus tidak hanya bertanggung jawab untuk melindungi warganya, tetapi juga dapat berfungsi sebagai pusat pengungsian darurat atau pusat bantuan pasca bencana. Kampus yang siap menghadapi bencana dapat memberikan kontribusi langsung dalam tanggap darurat, menyediakan sumber daya manusia yang terlatih dan fasilitas yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.

Perguruan tinggi juga bisa menjadi tempat pendidikan bagi masyarakat umum dalam menghadapi bencana alam. Dengan berbagai keahlian yang ada di kampus, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan tinggi bisa mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan di level komunitas.

Kesimpulan

Menghadapi ancaman gempa megathrust, kesiapsiagaan kampus menjadi sangat krusial. Melalui infrastruktur tahan gempa, pendidikan dan simulasi yang berkelanjutan, serta peran aktif dalam mitigasi bencana, perguruan tinggi dapat melindungi warganya dan berkontribusi terhadap penanggulangan bencana secara luas. Kesiapsiagaan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab internal kampus, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian terhadap masa depan bangsa. Sebagai lembaga yang mempersiapkan generasi penerus, perguruan tinggi harus menjadi pionir dalam menghadapi tantangan bencana alam, termasuk gempa megathrust.

Mari bersiap!

https://www.cnbcindonesia.com/research/20240904150106-128-569090/peringatan-keras-ini-13-wilayah-yang-berpotensi-gempa-megathrust